11 November 2011 (Sumber Batam Pos)
Perseteruan antara pengusaha dengan anggota DPRD Kota Batam terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Ketenagakerjaan semakin memanas dan mulai tidak sehat.
Kondisi ini membuat Ketua Dewan Penasihat Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepi & Batam, Abidin Hasibuan, angkat bicara. Menurut dia, jika kondisi ini terus dibiarkan, maka saingan Batam sebagai kawasan tujuan investasi makin senang.
“Ributnya kita ini bisa menguntungkan pihak lain,” kata Abidin, Kamis (10/11).
Menurut Mantan Ketua Apindo Batam dan Kepri ini, ada tugas besar yang menanti Pemko Batam, DPRD Batam, pengusaha dan BP Batam. Yakni, menarik investasi sebanyak-banyaknya ke Batam.
Abidin menilai, Batam sudah kehilangan banyak kesempatan menarik investor yang relokasi dari Jepang karena gempa dan tsunami serta ancaman nuklir. Data yang ia peroleh dari koneksinya di Jepang, ada sekitar 3.000 perusahaan (umumnya penanaman modal asing/PMA) yang relokasi dari Jepang ke sejumlah negara. Celakanya, tak satupun relokasi ke Batam.
“Ini patut menjadi renungan, kenapa tidak ke Batam, kita perlu introspeksi diri,” katanya.
Namun, Kata Abidin, masih ada momentum lain yang bisa dimanfaatkan Batam. Saat ini, ada tujuh kawasan industri besar di Thailand yang terendam banjir. Di tujuh kawasan industri itu ada sekitar 45.000 perusahaan, baik skala lokal maupun internasional (PMA). Nilai investasinya mencapai 19 miliar dolar AS, dengan serapan tenaga kerja mencapai 700.000 orang.
“Bukan berarti kita mendoakan Thailand banjir terus supaya semua perusahaan di sana relokasi. Kita tetap prihatin, tapi setidaknya ada peluang yang bisa ditangkap Batam supaya perusahaan yang relokasi itu masuk Batam,” kata Abbidin.
“Caranya, harus dipikirkan, jangan hanya sibuk berpolemik terus,” kata Abidin.
Apalagi saat ini, saingan Batam banyak. Salah satunya yang paling berpengaruh adalah Iskandar Development Region (FTZ-nya Malaysia). Tim kawasan industri ini makin gencar melakukan pendekatan ke sejumlah perusahaan yang berencana relokasi dari Jepang dan Thailand. Bahkan, tim ini juga melakukan pendekatan ke lima investor besar yang inves di Batam, agar buka di Malaysia.
Tawaran yang mereka sangat menggiurkan investor. Mulai free lahan, free perizinan, tax holiday lima tahun untuk investasi yang mencapai 5 juta dolar AS. Sedangkan yang investasi di atas 5 juta dolar AS, insentif yang didapatkan jauh lebih baik.
Selain itu, tidak ada birokrasi seperti hantu, aturan tidak berubah-ubah, kalaupun berubah lebih pro pada investor, serta beragam kemudahan lainnya yang ditawarkan. Termasuk soal kepabeanan dan kemudahan perizinan lainnya. Dengan kata lain, tidak ada tumpang tindih peraturan.
Tak heran, jika saat ini, kawasan industri Iskandar itu sudah dibajiri perusahaan asing. “Sudah ribuan,” kata Abidin.
Padahal, kata pengusaha vokal ini, FTZ-nya Malaysia itu, launchingnya sama dengan FTZ BBK, yakni 2006. Namun, kawasan industri Iskandar makin maju, sementara yang ada di Batam banyak yang kosong akibat hengkang atau relokasi.
Dari 2006 hingga November 2011, sebut Abidin, total investasi di kawasan FTZ Malaysia itu sudah lebih dari 770 miliar ringgit. “Singapura saja sudah menanamkan modalnya lebih dari 40 miliar ringgit di kawasan industri itu,” beber Abidin.
Bandingkan dengan Kawasan Industri Batamindo dan Kawasan Industri Lobam, Bintan. Meski notabene Singapura yang punya peran besar di kawasan industri itu, namun tak sedikit perusahaan yang relokasi bahkan hengkang.
“Di Batamindo 30 persen gedungnya kosong, begitupun dengan Lobam yang sudah lebih 10 tahun juga banyak yang kosong,” sebutnya.
Menurut Abidin, bukan salah Singapura dan Malaysia jika mereka banyak investor masuk ke kawasan industri mereka. Kejeliaan melihat dan mengajak investor dengan segala kemudahan yang mereka berikan, menjadi kunci sukses mereka. Mereka jeli memanfaatkan momentum dengan segala kemudahan yang mereka tawarkan.
“Tim mereka bekerja, bahkan Mendag Malaysia sendiri yang bilang ke media televisi Malaysia kalau banjir Thailand momentum menarik investor yang hengkang dari negeri gajah Putih itu,” kata Abidin.
Pertanyaanya sekarang, kata Abidin, kenapa perusahaan asing itu memilih Malaysia daripada Batam? Menurut Abidin, ada banyak faktor.
Pertama, birokrasi masih seperti hantu. Kedua, aturan hukum yang terus berubah-ubah, termasuk banyaknya aturan hukum di daerah dalam bentuk peraturan daerah.
“Ranperda Naker salah satunya, bisa dimanfaatkan kompetitor Batam untuk jualan ke investor luar negeri, bahwa aturan itu akan mencekik investor. Makanya kita perlu introspeksi diri, stop polemik,” kata Abidin.
Faktor lainnya, banyaknya oknum-oknum tertentu yang suka inspeksi mendadak (sidak) ke PMA tertentu dengan berbagai dalih hingga membuat investor ketakutan. Belum lagi pungutan liar (pungli) yang masih marak, dan berbagai persoalan perburuhan yang kadang-kadang penyelesaiannya menakutkan investor.
Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah Kota Batam dan DPRD Kota Batam yang harus diselesaikan. Bukan membuat aturan macam-macam yang kemudian menimbulkan polemik di masyarakat dan pengusaha.
Namun Abidin yakin, khusus untuk Ranperda Naker, ia percaya pada Ketua Pansus Mawardi Harni yang sebelumnya lama bekerja di Otorita Batam.
“Saya kenal lama beliau, sejak di Era Pak Darsono, saya yakin beliau sangat tahu maunya investor/pengusaha. Mudah-mudahan pak Mawardi tidak lupa,” kata Abidin.
Abidin yakin Mawardi dan rekan bisa mengambil keputusan yang bijaksana. “Kami menghargai DPRD Batam sebagai lembaga resmi. Mereka kawan-kawan kita juga. Saya yakin mereka bisa bijaksana,” kata Abidin lagi.
“Jadi sudahlah, stop berpolemik di media, stop perang opini di media. Hati boleh panas, tapi kepala tetap dingin,” pintanya.
Abidin juga berharap, berbagai isu terkait kepentingan politik yang diduga memboncengi Ranperda Naker maupun ranperda lainnya, tidak menjadi kenyataan. “Tapi kalau benar, itu sangat memalukan,” katanya.
Abidin sependapat dengan Wakil Gubernur Kepri HM Soerya Respationo yang meminta pembahasan Ranperda Naker ditunda sampai revisi UU No. 13/2003 selesai.
Apindo Siap Bantu
Apindo sendiri, kata Abidin, siap membantu Pemko Batam untuk menarik investasi. Apalagi Apindo Batam dan Kepri memiliki koneksi yang kuat dengan Jepang dan negara lainnya. Syarakatnya, kata Abidin, semua hambatan yang selama ini mengganjal, harus dihilangkan. Termasuk tidak membuat beragam perda yang memberatkan dunia usaha.
“Kalau itu dipenuhi, saya siap bantu. Mari kita bangun Batam dengan baik untuk masa depan anak cucu kita. Jangan karena kepentingan politik atau golongan membuat Batam terpuruk,” pinta Abidin.
Belum Bertemu An
Sementara itu, ditanya soal An yang menjanjikan akan bertemu dengan pentolan Apindo, Abidin mengatakan, An hingga kemarin belum menghubunginya.
“Saya sudah lama menunggunya (An, red),” kata Abidin.
Siapa sebenarnya An? Abidin mengaku tidak tahu. Namun ia memperkirakan dari pengusaha yang tak tergabung dalam Apindo dan Kadin. “Pengusaha kan banyak, ada yang punya organisasi ada yang tidak, tapi kita welcome, kita siap beri konsultasi jika mereka butuh,” katanya.
Di tempat terpisah, Ketua Pansus Ranperda Naker Mawardi Hani, ranperda tersebut tujuannya untuk membenahi persoalan ketenagakerjaan yang selama ini carut marut.
Karena menurut politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini, Undang-Undang Ketenagakerjaan yakni UU Nomor 13 tahun 2003 belum sepenuhnya diberlakukan di Batam.
“Yang akan diatur dalam ranperda ini adalah hal-hal khusus sesuai karakteristik Batam. Persoalan ketenagakerjaan di sini sangat pelik karena Undang-undang yang ada tidak diterapkan secara maksimal,” ujar Mawardi kepada koran ini kemarin (10/11).
Dikatakannya, proses Ranperda Naker ini masih sangat jauh dari apa yang dikuatirkan sejumlah pihak termasuk pengusaha saat ini. Ia berjanji akan memperhatikan aspirasi dari masyarakat maupun pengusaha.
“Mari kita duduk satu meja dan membahasnya bersama. Kita tetap menghargai aspirasi pengusaha dan masyarakat,” katanya, lagi. (nur/spt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar