"Beberapa bulan ini Ranperda Naker sudah membuat pusing masyarakat. Kita sudah kehilangan banyak kesempatan karena selalu ribut. Untuk tsunami dan radiasi di Jepang beberapa bulan lalu ada 3.000 perusahaan yang relokasi, Batam sama sekali tidak kebagian. Sekarang ada momentum lagi dengan banjir yang terjadi di Thailand. Kita tidak berharap musibah itu terjadi, kita juga prihatin, tetapi itu harus kita manfaatkan. Ada tujuh kawasan industri di Thailand yang terendam banjir, 45.000 perusahaan yang tidak bisa lagi beroperasi dengan nilai investasi 19 miliar dolar Amerika Serikat, ada 700.000 tenaga kerja yang terancam (kehilangan pekerjaan di sana). Peluang ini harus kita tangkap, bagaimana agar perusahaan-perusahaan itu ada yang relokasi ke Batam," kata Abidin kepada pers, Kamis (10/11).
Abidin menyatakan kesiapan Apindo membantu Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam menarik investor asing, termasuk yang berada di Thailand, ke Batam. Syaratnya, kata Abidin, harus ada jaminan dari Pemko dan BP Batam bahwa tidak akan ada kebijakan-kebijakan yang berubah setiap saat, bebas pungli, serta bebas perda-perda tidak pro-investasi. "Sebagai warga negara Indonesia (WNI), kita harus membantu bangsa sendiri, jangan jadi penghianat bangsa. Kita sangat mencintai Kota Batam ini, kita harus perjuangkan dan bangun Batam ini demi anak cucu kita. Tidak boleh karena demi kepentingan politik atau tidak suka dengan orang tertentu lalu mengorbankan Batam. Kalau kata pepatah, hati boleh panas tetapi kepala harus tetap dingin," ujarnya.
Ia mengatakan Batam saat ini sudah tertinggal sangat jauh dibanding kawasan industri Iskandarsyah di Johor Bahru, Malaysia, yang sama-sama di-launching dengan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) sebagai kawasan FTZ tahun 2006 lalu. Menurut Abidin, saat ini sudah ribuan perusahaan yang beroperasi di Iskandarsyah dengan total investasi mencapai 770 miliar ringgit Malaysia. Investasi asal Singapura sendiri di kawasan itu mencapai 40 miliar ringgit Malaysia.
Sementara investasi di Batam, kata dia, tetap stagnan atau bahkan menyusut. Ia mengambil contoh Kawasan Industri Batamindo (KIB) Mukakuning yang saat ini hampir 30 persen kosong. Padahal, kata dia, KIB dibangun oleh Economic Development Board (EDB) Singapura bekerja sama dengan Salim Group. Contoh lainnya, Kawasan Industri Lobam, Bintan. Selama 10 tahun berdiri, kata Abidin, perkembangan kawasan industri ini juga tidak begitu menggembirakan meski Singapura melalui Singapore Coorporation (Singcorp) juga ikut sebagai pemiliknya.
"Kita tidak boleh salahkan Singapura meski sudah meneken kerja sama FTZ dengan Batam. Kita harus instropeksi diri, di mana kesalahan kita," tutur Abidin.
Menurut analisa Abidin, ada beberapa faktor yang menyebabkan investor asing, termasuk asal Singapura, tidak begitu tertarik atau bahkan takut berinvestasi di BBK. "Birokrasi yang seperti hantu, pungli masih merdeka, masih banyak pihak yang tidak bertanggung jawab melakukan demo menakut-nakuti PMA (perusahaan modal asing-red), oknum dari instansi tertentu suka melakukan sidak yang membuat investor tidak tenang. Ini semua hambatan investasi," paparnya.
Agar kondisi investasi di Batam tidak semakin memburuk, Abidin mengimbau DPRD dan Pemko Batam mengkaji ulang rencana pembuatan Ranperda Naker. Ia menegaskan, Batam tidak memerlukan ranperda itu karena hanya akan membuat investor semakin takut masuk ke Batam. "Ranperda Naker tidak perlu dan tidak harus ada di Batam. Apalagi pengakuan Walikota (Batam Ahmad Dahlan), ranperda itu meniru Karawang (Jawa Barat). Semua denda dalam perda itu akan membuat investor takut. Kenapa tidak menunggu revisi UU Naker dulu kalau tetap mau dibuat," katanya.
Ia yakin masih banyak anggota DPRD Kota Batam yang ingin melihat Batam tetap menarik di mata investor. Di antara anggota Dewan itu, Abidin menyebut Ketua Pansus Ranperda Naker Mawardi Harni salah satunya. Sebagai mantan pejabat Otorita Batam (kini BP Batam), apalagi pernah lama menjabat sebagai Sekretaris Kabalak OB Sudarsono, Abidin yakin Mawardi Harni tidak ingin Batam hancur dan ditinggalkan investor. Mawardi, kata Abidin, juga pasti sangat tahu apa yang diinginkan investor.
"Saya yakin Pak Mawardi Harni bisa mengambil kebijakan secara arif dan bijaksana. Sebagai mantan pejabat OB, beliau sangat berjasa membangun Batam, tentu beliau tidak ingin apa yang sudah dibangunnya selama puluhan tahun bersama almarhum Pak Sudarsono hancur seketika," ujar Abidin.
Apindo, lanjut Abidin, juga sangat menghargai dan menghormati lembaga DPRD Kota Batam. Pengusaha seperti halnya elemen masyarakat lainnya, ujar dia, juga sangat berharap DPRD bisa memerhatikan dan menyuarakan aspirasi dan kepentingannya, terutama soal kepastian, kemudahan dan jaminan berusaha.
Saat ditanya pendapatnya soal munculnya sejumlah isu miring di balik sikap ngotot DPRD membahas Ranperda Naker, Abidin berharap isu itu tidak benar. "Berbagai isu miring memang saya baca di media. Katanya pembahasan Ranperda Naker ini untuk kepentingan politik kelompok tertentu bahkan pesanan asing. Kalau ini benar, ini sangat-sangat memalukan. Mudah-mudahan itu tidak benar," katanya.
Lalu soal pernyataan pengusaha berinisial An yang mengancam akan membuka borok anggota Dewan jika bersikeras melanjutkan pembahasan Ranperda Naker, Abidin bersedia membuka jati diri dan menemui Apindo sehingga persoalan yang dituduhkannya tidak semakin melebar ke mana-mana. "Saya baca di koran, An minta ketemu Apindo, saya sudah cek ke Cahya (Ketua Apindo Kepri-red), katanya belum ada kontak. Saya lagi nunggu An (menghubungi). Kalau susah (dihubungi), SMS dulu karena saya biasanya tidak angkat kalau tidak kenal nomornya. Kita ingin duduk bersama menyelesaikan masalahnya agar tidak melebar ke mana-mana. DPRD itu teman-teman kita semua. Kita tidak ingin ada ancam-mengancam," pungkasnya. (nkt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar