JODOH -- Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Batam, Nada Faza Soraya menilai pemerintah pusat tidak siap menjadikan Batam sebagai pintu gerbang Indonesia untuk masuknya investasi luar negeri. Pasalnya, sampai sekarang pusat belum memberikan otoritas penuh kepada pemerintah Kota Batam, khususnya untuk kepelabuhanan, keamanan laut dan otoritas ekonomi secara penuh.
AMIR, Liputan Batam
"Pemerintah pusat belum siap menjadikan Batam sebagai pintu gerbang Indonesia, pemerintah pusat terkesan setengah hati," ujar Nada kepada wartawan menjelang acara Sosialisasi Peraturan dari Kementerian Perindustrian di Hotel Novotel, Rabu (23/11) kemarin..
Menurut Nada, jika pemerintah pusat ingin memposisikan Batam sebagai pintu gerbang untuk masuknya investor luar negeri, harusnya segera membuat perangkat kebijakan terkait tiga hal tersebut di atas. Karena kalau tidak, keberadaan Batam sebagai pintu gerbang akan susah terwujud, pasalnya investor masih melirik negara lain karena adanya kemudahan dan infrastruktur yang memadai.
"Siapa yang mau melakukan investasi kalau tidak ada kepastian hukum," ujarnya.
Ada beberapa kebijakan, menurut Nada yang semestinya bisa menjadi terobosan untuk menjadikan Batam sebagai pintu gerbang investasi di Indonesia, di antaranya adanya Undang Undang Ekonomi Lintas Batas dan Undang Undang Kelautan yang mengatur bagaimana pengaturan sistem keamanan laut di Batam. Sebagai contoh, di Batam menurutnya tidak perlu lagi ada Bea dan Cukai (BC) jika syahbandar sudah ada dan berfungsi, karena akan terjadi tumpang tindih.
"Kita sangat butuh yang namanya undang-undang ekonomi lintas batas, kita juga butuh undang-undang kelautan yang sifatnya khusus, karena kondisi Batam sudah khusus sejak adanya FTZ ini," kata Nada.
Kata Nada, ada satu bukti kongkrit ketidaksiapan pemerintah pusat, yakni soal aturan pelaksanaan PP Nomor 02 tahun 2009 tentang pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) yang sudah dimintakan revisi ke pemerintah, hingga kini belum juga ada kepastian kapan akan revisinya disahkan. Padahal menurutnya, janji pemerintah pusat hanya beberapa bulan revisi tersebut dilakukan, namun hingga kini belum juga selesai.
"Kita menyayangkan kenapa revisi PP Nomor 02 tahun 2009 belum juga kelar, padahal janjinya tidak lewat dari enam bulan, ini sudah hampir satu tahun," sesal Nada.
Selain kebijakan, hal lain yang tidak kalah penting adalah infrastruktur ekonomi terutama pelabuhan bongkar muat barang. Sebagai contoh, karena Kota Batam tidak memiliki pelabuhan bongkar muat yang bertaraf international, maka Batam tidak pernah difungsikan sebagai kota persinggahan bagi negara-negara eksportir dari Asia menuju negara lain maupun sebaliknya. Tetapi yang digunakan justru pelabuhan bongkar muat yang ada di Singapura dan Malaysia.
Padahal, lanjut Nada, jika ditinjau dari letak geografis, seharusnya Batam akan menjadi tempat pilihan stay sementara untuk kapal-kapal yang akan melanjutkan perjalanan kenegara-negara tujuan ekspor.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Pemasaran dan P3DN Fauzi Azis, mengatakan bahwa revisi PP Nomor 02 tahun 2009 dipastikan bisa selesai saat kedatangan Menteri Perindusterian RI pada tanggal 7 Desember mendatang ke Batam. Kata dia, secara prinsip seluruh isi dari PP tersebut sudah dilakukan pembahasan, dan sekarang hanya tinggal menandatangani.
"Saat Pak Menteri nanti berkunjung ke Batam, revisi PP Nomor 02 tahun 2009 sudah ditandatangani," ujar Fauzi menanggapi kelambanan aturan pelaksanaan FTZ tersebut.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar