Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Senin, 21 November 2011

Pengusaha Diminta Desak Pemerintah Pusat

Terkait Revisi PP 02 Tahun 2009

BATAM- Revisi PP 02 tahun 2009 hingga kini belum jelas junterungannya. Namun, bila kondisi ini dibiarkan, maka revisi PP tersebut tidak akan jalan. Karena itu pengusaha diminta untuk turut mendesak pemerintah pusat segera melakukan revisi terhadap PP tersebut.'

PP No 2 tahun 2009 berisikan tentang kepabeanan, perpajakan dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Didalam PP no 2 tahun 2009 ini juga terdapat aturan masterlist yang dulu sempat diributkan oleh pengusaha di Batam, Bintan dan Karimun.

"FTZ sudah jalan memang, makanya pengusaha sudah tidak seribut dulu. Tetapi aturan dalam PP nomor 2 ini yang kita inginkan segera diubah," ujar Jon Arizal, Kepala Badan Penanaman Modal dan Promosi Pemprov Kepri saat berkunjung ke Haluan Kepri, Jum'at (18/11).

Jon Arizal yang juga sekretaris Dewan Kawasan FTZ BBK disambut Dewan Redaksi Haluan Kepri H. Kasri, Wakil Pimpinan Redaksi Yon Erizon, Wakil Pimpinan Perusahaan Aldi Samjaya, Redaktur Pelaksana II M. Syahdan, Redaktur Sofyan, Yuri B Trisna, Ramli, dan Nana Marlina.

Sementara, sampai saat ini PP yang seharusnya menjadi daya tarik bagi Batam, Bintan dan Karimun itu belum juga dirubah oleh pemerintah pusat.

"Kita sudah berkali-kali sampaikan ke presiden, ke menteri. Sampai sekarang belum ada kejelasan. Jangankan kita, menko juga tak berdaya. Tetapi kita tidak bisa mendiamkannya. Kita harus mendesak terus pemerintah pusat. Pengusaha, Kadin, Apindo harus ke Jakarta. Pengusaha harus berani mendesak pemerintah pusat untuk segera merevisi PP 02 tahun 2009 ini. Praktek-praktek yang rasanya menghambat harus disuarakan," ujar Jon.

Diakui Jon, pemerintah pusat kurang konsentrasi dalam menangani permasalahan FTZ di BBK. Bahkan, untuk pelaksanaan FTZ di BBK tidak ada anggaran dari pemerintah pusat.

"Bagaimana mau bergerak, dana dari APBN saja tidak ada. Sekarang ini yang ada dana dari APBD Provinsi. BP Batam memang mendapatkan dana dari APBN 140 M, sementara BP Bintan dan BP Karimun tidak ada anggaran," ujar Jon.

Meskipun pelaksanaan FTZ masih ada kendala, investasi di BBK sudah cukup baik. Bahkan 70 persen dari PMA yang masuk ke BBK berada di Batam.

Saat ini jumlah Penanam Modal Asing (PMA) di Batam 1400-1500 PMA.

Di Karimun telah masuk investor dari Italia, yaitu Saipem dengan nilai investasi US $ 450 juta dan akan melakukan soft oppening dalam waktu dekat.

"Dua tahun terakhir, sudah 40 PMA yang masuk ke Karimun. Selain di Karimun, juga ada investor Italia yang berencana mengembangkan resort terbesar di Bintan Timur. Terakhir rencana ini membahas persoalan tanah yang cukup alot. Tetapi saya dengar sudah selesai. Ini membuktikan bahwa investor masih mengincar Kepri sebagai tujuan Investasi," ujar Jon.

Untuk Batam, informasi terbaru yang ia dapatkan bahwa Kawasan Galang Baru sudah bisa dialokasikan untuk tujuan investasi.

"Saya mendapat informasi dari Deputi BP Batam Pak Ashari Abbas, sudah bisa berinvestasi di Galang Baru," ujar Jon.

Dalam kesempatan itu, Jon juga menyebutkan tentang harga produk-produk di Batam yang meskipun telah FTZ justeru lebih mahal dibandingkan saat Batam menyandang Bounded Zone dulu.

Disebutkan Jon, saat masih berlakunya Kepres 41 tahun 1973 lalu, memasukan barang ke Batam hanya sekedar melaporkan saja. Sementara dalam pelaksanaan FTZ saat ini, harus ada izin-izin yang dipenuhi, seperti BPOM, SNI dan sebagainya. Dimana untuk pengurusan izin-izin tersebut mebutuhkan biaya.

Disamping itu, lanjut Jon, informasi dari pengusaha menyebutkan biaya labuh tambat di Batam untuk bidang-bidang tertentu lebih mahal dibandingkan di Singapura, Malaysia dan negara tetangga lainnya. Disebutkan juga, biaya transportasi dari Singapura ke Batam juga lebih mahal dibandingkan transportasi dari Singapura ke negara lain. Tak kalah repotnya, pengurusan izin sandar kapal asing harus ke pusat, sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang besar.

Akibatnya, barang-barang impor yang masuk ke Batam hanya lebih murah sekitar 20-30 % saja dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Padahal, saat Bounded Zone dulu, produk impor yang ada di Batam lebih murah 40-50 % dibandingkan harga di daerah lainnya di Indonesia. (pti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar