Media-sindo.com
Ada semacam sistim monopoli yang
dilakukan Badan Pengusahaan kawasan (BP-Batam) Batam sebagai
perpanjangan tangan pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden terkait
Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di pulau Batam. Namun, sampai berapa lamakah
sistim monopoli HPL pulau Batam oleh BP-Kawasan ini akan bertahan ?
Pertanyaan yang
berhembus kencang ini muncul menyusul akan habisnya masa Uang Wajib
Tahunan Otorita (UWTO) disejumlah titik di pulau Batam pada masa tiga
tahun ke depan nanti. Seperti halnya inti kota Batam yaitu Jodoh dan
Nagoya yang diperkirakan masa UWTO selama 30 tahunnya habis pada tahun
2013 nanti, untuk itu para pengelola inti kota itu wajib memperpanjang
kontraknya berupa membayar UWTO untuk jangka waktu selama 20 tahun ke
depan.
Menurut,
Kepala BP-Kawasan, Mustofa Wijaya, media-sindo.com dalam bincang
bincang singkatnya pekan lalu di Batam Centre yang merupakan pusat
pemerintahan kota Batam, ia mengakui jika pada dua tahun sampai lima
tahun kedepan nanti disejumlah titik pulau Batam harus melunasi UWTO_nya
lagi selama 20 tahun, selain pusat kota Batam itu ada lagi beberapa
galangan kapal (Shipyard) yang habis masa UWTO_nya selama 30 tahun dan
harus membayar UWTO lagi. “ Ini sudah diatur dalam peraturan presiden,”
katanya. Adapun UWTO itu sendiri merupakan pendapatan daerah bukan
pajak, jadi ada semacam bagi hasil antara daerah dan pusat yang hasilnya
nanti dipergunakan untuk membangun infrastruktur di pulau Batam.
Dari
hasil yang dirangkum media-sindo.com di Batam Centre terkait HPL di
pulau Batam ini terungkap adanya carut marut soal HPL yang bertentangan
dengan PP itu sendiri. Misalnya, soal Hak Guna Lahan yang banyak berubah menjadi Hak milik lahan.
Dari
beberapa sumber media-sindo.com di OB yang kini berganti nama menjadi
BP-Kawasan mengungkapkan, ada semacam aturan yang dikeluarkan melalui
Peraturan Presiden (PP) dimana kewenangan BP-Kawasan untuk merajai lahan
di Batam hanya sampai 80 tahun saja. Nama HPL yang lebih bekennya
disebut UWTO itu memakai sistim monopoli yaitu, 30 tahun, 20 tahun, dan
30 tahun, jadi jumlahnya 80 tahun. Sedangkan pada saat ini sudah ada
sejumlah titik yang melakukan registrasi karena masa UWTO 30 tahunya
telah habis. Tidak ada instansi manapun yang dapat menganggu soal
kewenangan BP-Kawasan ini, baik BPN perwakilan Batam maupun BPN produk
pemkot Batam.
Cerita soal hak guna lahan yang berubah menjadi Hak
milik Lahan, yang disebut sebut bertabrakan dengan aturan itu
sebenarnya terjadi pada masa kepemimpinan OB yang saat itu dipimpin
oleh, Ismeth Abdullah. Konon, ada semacam memo yang dihadiahi kepada
orang orang militan Ismet pada waktu itu dimana setiap lahan seluas 600
meter dapat menjadi hak milik dan dapat dibuat sertifikatnya di BPN
perwakilan Batam.
Dengan
adanya hak guna yang dapat diubah menjadi hak milik lahan melalui memo
sakti Ismet Abdulah akhirnya menimbulkan spekulasi para mafia lahan di
Batam. Bahkan, para pengusaha property yang memiliki lahan berhektar
hektar melakukan pecahan pecahan lahan menjadi 600 meter yang bertujuan
untuk mendapatkan status hak milik, pengurusanya pun tidak sembarangan,
para pengusaha lahan memakai kaki tangan para mafia lahan
untuk mendapatkan memo sakti ketua OB tersebut. Lucunya, pihak BPN
perwakilan Batam_pun seperti terhipnotis, tanpa memo sakti itu, pihak
BPN tidak dapat mengeluarkan sertifikat hak milik lahan.
Sementara
itu, hingga kini pihak BPN sendiri di indikasisan telah terdoktrin
dalam mengeluarkan sertifikat lahan di pulau Batam, artinya, tanpa restu
dari pihak BP-Kawasan, pihak BPN perwakilan Batam tidak berdaya untuk
mengeluarkan sertifikat lahan. Tidak heran jika terjadi keributan
ditengah masyarakat soal carut marut sertifikat lahan di Batam maka
Kepala BPN langsung diganti oleh pemerintah pusat. Yang menjadi
pertanyaan, apakah BPN merupakan lembaga Negara independent atau apakah
BPN adalah produk BP-Kawasan yang harus tunduk dan taat pada aturan
BP-Kawasan ?
Dalam
perbincangan Kepala Tata Usaha BPN Perwakilan Batam, Tanzil, kepada
media-sindo.com pekan lalu (19/10) dikantornya, ia tidak membantah soal
BPN mengeluarkan sertifikat hak milik lahan dengan ketentuan maksimal
600 meter di pulau Batam yang melalui memo dari pihak OB. “Sudah banyak,
dan bukan pada zaman pak Ismeth saja, pak Mustofa juga ada.” terangnya.
Ungkapnya,
ada Peraturan Presiden No. 46 yang baru dikeluarkan yaitu pada tahun
2010 lalu dimana disitu telah diatur juga soal jangka waktu kewenangan
BP-Kawasan untuk penguasaan lahan di pulau Batam yang hanya sampai 80
tahun saja. “ Sampai kapan mereka menguasai lahan di Batam, akhirnya kan
ke BPN juga nanti,” tegasnya yang berharap soal HPL di Batam jatuh ke
pihak BPN. Ia juga mengatakan, pada saat ini pihaknya masih mengeluarkan
sertifikat lahan dengan mengacu pada pihak BP-Kawasan, maksudnya, dasar
dokumen lahanya dari pihak BP-Kawasan. Ia juga mengaku, jika pihak BPN
Perwakilan Batam sedang dalam pengawasan ketat pemerintah pusat, dan tim
pengawas itu saat ini berada di Batam.
Dari
seorang sumber media-sindo.com di Batam Centre menduga, jika tim
pengawas pusat yang turun ke Batam ini untuk melakukan pemeriksaan soal
sertifikat lahan maupun sertifikat bangunan yang dikeluarkan oleh pihak
BPN perwakilan Batam. Tim pengawas pusat ini juga selalu ke BP-Kawasan
untuk mendapatkan data lahan yang dapat disertifikat, nah, dari data
tersebut akan dicocokan dengan data pengeluaran sertifikat yang
dikeluarkan pihak BPN perwakilan Batam.
Adanya
tim pengawas pusat yang melakukan pemeriksaan atau audit di kantor BPN
Perwakilan Batam ini juga disebut sebut terkait banyaknya sertifikat
bangunan yang dikeluarkan pihak BPN yang tidak melibatkan pihak
BP-Kawasan sehingga dianggap tidak prosedur. Adanya permasalahan ini
ditenggarai banyaknya oknum oknum BPN yang bermain untuk melegalkan
pelanggaran prosedur tersebut.
Inilah
salah satu contoh kecil modus permainan oknum oknum BPN. Seperti
lazimnya, setiap bangunan yang ada di kota Batam harus mengacu pada
fatwanologi bangunan yang dikeluarkan oleh pihak BP-Kawasan, dan dengan
dasar itu pula sertifikat bangunan dapat dikeluarkan oleh pihak BPN
Perwakilan Batam. Namun yang terjadi saat ini, banyak IMB yang
dikeluarkan Dinas Tata Kota Pemkot Batam tidak lagi merujuk pada
Fatwanologi yang dikeluarkan oleh pihak BP-Kawasan. Dengan berbekal IMB
Pemkot Batam itu pula pihak BPN dapat mengeluarkan sertifikat bangunan
dengan mengabaikan fatwanologi yang dikeluarkan pihak BP-Kawasan,
artinya, pihak BPN diduga mengeluarkan sertifikat bangunan secara
illegal melalui oknum oknum pegawai nakal BPN. Akankah BP-Batam akan memberi warning ke pihak BPN Perwakilan Batam ?..Bersambung. (Andre)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar