Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 13 Januari 2015

Semua Kawasan DPCLS Dibebaskan, Sertifikat Rumah Boleh Terbit

Selasa, 13 Januari 2015 (Sumber: Batam Pos)

BATAM (BP) – Sertifikat puluhan ribu rumah sudah bisa diterbitkan oleh BPN Batam. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan menegaskan jika hal ini sudah bisa dilakukan seiring dengan keluarnya SK Menhut No 867 Tahun 2014. SK Menhut No 867 Tahun 2014 merevisi SK Menhut no 463. Apalagi dalam SK Menhut Nomor 867 Tahun 2014, juga memuat keputusan mengenai kawasan atau wilayah ber-Dampak Penting dan Cakupan Luas dan Bernilai Strategis (DPCLS) yang sudah dibebaskan.

”Kalau memang sudah dibebaskan, tidak bisa tidak dikeluarkan. Harus segera diterbitkan,” katanya.
Meski demikian, memang menurutnya ada beberapa hal yang masih perlu segera  yakni batas-batas kawasan yang dibebaskan. Hal ini penting untuk menghindari jangan sampai ada lahan tumpang tindih dan bermasalah nantinya. ”Kalau batas itu memang penting. Tetapi pada intinya sertifikat rumah sudah bisa dikeluarkan,” katanya.

Untuk sertifikat ini, pihaknya mengaku sedang mengkaji membuat terobosan baru, baik untuk sertifikat rumah dan juga sertifikat tanah. Misalnya dengan menerbitkan sertifikat yang dilengkapi dengan foto pemilik. “Ini sedang kami rencanakan. Ini dikarenakan adanya beberapa kasus yang memiliki nama yang sama di sertifikat. Mudah-mudahan ini bisa segera kami terapkan,” katanya.
Berdasarkan data terakhir, yang paling banyak termasuk dalam kawasan DPCLS adalah di Batuaji dan Sagulung. Dengan terbitnya SK Menhut 867 ini, kawasan yang masuk DPCLS termasuk kawasan perkantoran Batamcentre juga termasuk dalam kawasan yang sudah dibebaskan.

Nah, Selain kejelasan sertifikat rumah tersebut, Ferry juga meminta agar BP Batam bisa menyampaikan hal-hal yang memberatkan BP Batam dalam hal pengelolaan lahan termasuk yang ada di Rempang-Galang. Ia mengatakan bahwa dalam Kepmen agraria No 9 tahun 1993 sudah disebutkan bahwa pengelolaan Rempang-Galang diberikan kepada BP Batam.
”Kalau memang di Kepmen itu banyak pasal-pasal yang memberatkan BP Batam, saya akan segera menerbitkan keputusan yang baru,” katanya.

Kawasan Rempang-Galang saat ini memang sedang dilirik oleh banyak investor terkait dengan rencana pengembangan pusat riset bioteknologi berskala internasional di sebelah timur pulau tersebut (Bioisland).

Permasalahan lain yang menurutnya juga harus dibenahi di Kepri adalah masalah lahan tidur. Ia menegaskan bahwa dalam enam bulan sejak dialokasikan jika ada lahan tidur yang tidak dibangun maka akan diberikan peringatan. “Enam bulan kemudian jika tak dibangun juga maka akan ditarik,” lanjut Ferry.

Menurutnya lahan itu seharusnya digunakan untuk meningkatkan kemakmuran, bukan malah tidak diusahakan. ”Kalau misalnya ada ketahuan pengguna lahan yang sudah mendapat alokasi lahan tetapi malah digunakan untuk meminjam uang di bank, dan tidak diusahakan maka harus ditarik,” katanya.
Menurutnya, selain di Batam, saat ini ada ribuan hektar tanah yang ada di Bintan malah ditelantarkan dan tidak diusahakan. ”Ini harus menjadi perhatian serius dan akan dibicarakan penanganannya,” ungkap Ferry.

Mustofa Minta SK Baru
Sementara itu, Kepala Badan Pengusahaan (BP Batam) Mustofa Widjaja mengaku, kehadiran Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan di Batam jadi awal kejelasan status lahan di Batam. Ia pun akan bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI untuk menyampaikan permasalahan hutan yang ada di Batam.

”Saya akan bertemu langsung dengan ibu menteri (Siti Nurbaya Bakar, red). Mudah-mudahan hari ini (kemarin, red) bisa bertemu. Ini juga untuk menindaklanjuti kasus SK Menhut yang kemarin,” katanya.
Mustofa mengatakan ombudsman sudah meminta agar dikeluarkan SK baru terkait hutan di Batam layak untuk diapresiasi. Apalagi mereka menyampaikan hal tersebut berdasarkan pengaduan masayarakat.

”Menurut saya teman-teman di Ombudsman membuat itu berdasarkan laporan dari masyarakat. Itu yang akan kita tindak lanjuti,” katanya.
Menurutnya SK Menhut no 463 dan SK Menhut no 867 tidak sepenuhnya mengakomodir keinginan masyarakat. Banyak usulan BP Batam yang tidak diakomodir oleh kementerian termasuk pengelolaan Rempang-Galang.
 ”Kita perlu tindak lanjutnya agar pelayanan di Batam ini tidak terkendala. Pelayanan akan semakin jelas dan kepastian hukum semakin jelas,” katanya.

Mustofa berharap pusat segera mengambil kebijakan yang bisa mengakomodir keinginan masyarakat dan BP Batam termasuk pengelolaan Rempang-Galang yang kini statusnya masih status quo. Apalagi pengembangan bisnis, perumahan dan industri seharusnya ke arah Rempang Galang.

Sebelumnya Gubernur Kepri HM Sani mengatakan dengan keluarnya SK 867, BP Batam sudah langsung bisa jalan dan menawarkan investasi di Relang. Termasuk untuk menjalankan kembali investasi yang sebelumnya terkendala.

Untuk diketahui, Rempang adalah sebuah pulau berjarak 2,5 kilometer di sebelah tenggara Pulau Batam. Luasnya 165,83 kilo meter persegi atau 27 persen luas Singapura. Sedangkan Galang terletak sekitar 350 kilometer di sebelah tenggara Pulau Rempang dengan luas sekitar 80 kilometer persegi atau 13 persen luas Singapura.

Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 867 Tahun 2014 yang merevisi SK Menhut Nomor 463 Tahun 2013 dipandang banyak pihak tak otomatis membuat status kawasan Rempang dan Galang berubah fungsi. Sementara Badan Pengusahaan (BP) Batam pun tak bisa langsung menawarkan kawasan tersebut ke investor karena pemerintah belum menunjuk instansi mana yang berhak mengelolanya. (ian)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar