Batam. 28/7 (ANTARA) - Sekitar 1.000 orang warga Baloi Kolam, Lubuk Baja, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Rabu, berunjuk rasa kepada Badan Pengusahaan Kawasan Batam guna menuntut penyambungan aliran listrik dan air bersih ke permukiman mereka.
Perwakilan warga mengatakan sudah lebih dari 15 tahun tidak mendapatkan suplai aliran listrik dari PLN maupun sambungan pipa air bersih dari perusahaan air minum setempat.
"Alasannya tempat hunian kami merupakan lahan hutan lindung," kata Ardin Ginting (48), seorang di antara pengunjuk rasa.
Selama ini, lanjutnya, pasokan aliran listrik hanya mengandalkan pembangkit listrik yang dikelola oleh perseorangan.
Setiap rumah pelanggan aliran listrik yang dikelola perseorangan itu harus membayar Rp220 ribu bahkan lebih per bulan.
Dia mengatakan, kalau masing-masing rumah tangga mengalami keterlambatan membayar biaya listrik bulanan, pengelola tak segan langsung memutus aliran listrik.
Leni (40) warga Baloi Kolam, mengatakan layanan yang diberikan oleh pengelola listrik perseorangan juga tidak memuaskan warga.
"Jadwal listrik hidup jam 18.00 hingga jam 6.00, tapi sering tidak tepat waktu," keluhnya.
Dia menyebutkan pada malam hari sering terjadi penurunan daya listrik yang berimbas pada rusaknya peralatan elektronik milik warga.
Kondisi seperti ini menurutnya sudah terjadi belasan tahun.
Leni mengatakan dirinya bersama warga Baloi Kolam lainnya hanya menuntut dipasangnya aliran listrik dan suplai air bersih sebagai bagian dari hak warga negara.
Menurutnya sejak tahun 2007, warga Baloi Kolam mengusulkan penyambungan aliran listrik PLN, tetapi belum terwujud karena terganjal status lahan hunian tidak berizin resmi.
Selain suplai listrik, warga Baloi Kolam juga menginginkan air bersih (pipa).
Martohan Sitorus (31) warga Baloi Kolam mengatakan selama ini warga hanya mengandalkan sumur tadah hujan yang kualitas airnya sangat buruk.
"Warna air keruh kemerah-merahan dan tidak layak untuk dikonsumsi," katanya.
Namun, dikarenakan keadaan yang tidak memungkinkan, dia seperti yang lain, menyaring air tersebut hingga dapat dikonsumsi.
Uba Ingan Sigalingging (40), ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Bersama Rakyat Batam menilai pihak BP Kawasan Batam tidak konsisten dalam menjalankan aturan.
"Di Batam selain Baloi Kolam masih banyak permukiman yang disebut tidak resmi, tetapi ternyata mendapat aliran listrik maupun air," katanya.
(T.pso-142/B/A013/A013) 28-07-2010 21:09:06 NNNN
Perwakilan warga mengatakan sudah lebih dari 15 tahun tidak mendapatkan suplai aliran listrik dari PLN maupun sambungan pipa air bersih dari perusahaan air minum setempat.
"Alasannya tempat hunian kami merupakan lahan hutan lindung," kata Ardin Ginting (48), seorang di antara pengunjuk rasa.
Selama ini, lanjutnya, pasokan aliran listrik hanya mengandalkan pembangkit listrik yang dikelola oleh perseorangan.
Setiap rumah pelanggan aliran listrik yang dikelola perseorangan itu harus membayar Rp220 ribu bahkan lebih per bulan.
Dia mengatakan, kalau masing-masing rumah tangga mengalami keterlambatan membayar biaya listrik bulanan, pengelola tak segan langsung memutus aliran listrik.
Leni (40) warga Baloi Kolam, mengatakan layanan yang diberikan oleh pengelola listrik perseorangan juga tidak memuaskan warga.
"Jadwal listrik hidup jam 18.00 hingga jam 6.00, tapi sering tidak tepat waktu," keluhnya.
Dia menyebutkan pada malam hari sering terjadi penurunan daya listrik yang berimbas pada rusaknya peralatan elektronik milik warga.
Kondisi seperti ini menurutnya sudah terjadi belasan tahun.
Leni mengatakan dirinya bersama warga Baloi Kolam lainnya hanya menuntut dipasangnya aliran listrik dan suplai air bersih sebagai bagian dari hak warga negara.
Menurutnya sejak tahun 2007, warga Baloi Kolam mengusulkan penyambungan aliran listrik PLN, tetapi belum terwujud karena terganjal status lahan hunian tidak berizin resmi.
Selain suplai listrik, warga Baloi Kolam juga menginginkan air bersih (pipa).
Martohan Sitorus (31) warga Baloi Kolam mengatakan selama ini warga hanya mengandalkan sumur tadah hujan yang kualitas airnya sangat buruk.
"Warna air keruh kemerah-merahan dan tidak layak untuk dikonsumsi," katanya.
Namun, dikarenakan keadaan yang tidak memungkinkan, dia seperti yang lain, menyaring air tersebut hingga dapat dikonsumsi.
Uba Ingan Sigalingging (40), ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Bersama Rakyat Batam menilai pihak BP Kawasan Batam tidak konsisten dalam menjalankan aturan.
"Di Batam selain Baloi Kolam masih banyak permukiman yang disebut tidak resmi, tetapi ternyata mendapat aliran listrik maupun air," katanya.
(T.pso-142/B/A013/A013) 28-07-2010 21:09:06 NNNN
Copyright © ANTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar