BATAM (BP) – Sikap Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam menggugat SK Menteri Kehutanan Nomor 463 tahun 2013 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membuat Kemenhut gerah. Sejumlah petinggi BP Batam dan pengusaha yang mendapat alokasi lahan di atas hutan lindung dan hutan konservasi terancam bui karena Kemenhut membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
“Sudah ada beberapa petinggi BP yang diperiksa oleh PPNS Kementerian Kehutanan dan kepolisian terkait dugaan penyalahgunaan peruntukan lahan di Batam yang tak sesuai perizinannya,” kata Gunardo, ahli hukum kehutanan dari Kementerian Kehutanan saat menghadiri sidang lanjutan gugatan Kadin Batam terhadap SK Menhut Nomor 463 tahun 2013 di PTUN Tanjungpinang di Sekupang, Kamis (19/12) kemarin.
Menurut Gunardo, peruntukan lahan hutan lindung dan hutan konservasi di Batam ini tak sesuai dengan pasal 50 juncto 78 undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Inti dari pasal tersebut menyatakan setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan.
“Menggunakan lahan yang harusnya diperuntukkan hutan menjadi perumahan, kawasan industri, pelabuhan, dan lainnya tanpa izin Menut itu melanggar. Konsekwensinya pidana,” kata Gunardo.
Menurutnya, munculnya SK Menhut Nomor 463 tahun 2013 membuka kedok penyalahguaan pengalokasian lahan di Batam yang terjadi secara sengaja selama ini. Apalagi, lahan-lahan hutan lindung dan hutan konservasi yang dialokasikan ke pihak ketiga pada dasarnya diketahui oleh BP Batam bahwa lahan-lahan tersebut sebelum dialokasikan harus mendapat rekomendasi dari Menhut. Bahkan, di beberapa dokumen penetapan suatu kawasan hutan lindung dan hutan konservasi, ada tandatangan pentinggi BP. Contohnya, Taman Wisata Alam (TWA) Mukakuning ada tandatangan enam deputi dari BP Batam saat masih bernama Otorita Batam.
Tak hanya itu, lahan hutan lindung dan konservasi di Batam sedari awal diserahkan sendiri oleh BP Batam ke Kemenhut. Kemenhut kemudian membuatkan SK-nya, sehingga tak bisa lagi dialokasikan semaunya BP tanpa restu Menhut— karena terikat pada UU Kehutanan dan aturan turunannya. Namun faktanya, semua ketentuan itu dilanggar BP Batam.
“Kalau memang maunya Kadin dan BP Batam seperti itu, ya, jangan salahkan kami kalau semua petinggi BP serta pengembang di Batam akan kami tangkapi dan kami cebloskan ke bui,” tegas Gunardo.
Gunardo juga mengungkapkan, gugatan yang diajukan Kadin Batam dan gugatan intervensi dari BP Batam menunjukkan Kadin dan BP Batam tak memahami aturan kehutanan. Bagi Gunardo, langkah Kadin Batam dan BP Batam menggugat SK Menhut 463 itu suatu kekonyolan.
“Coba kalau tuntutan mereka dikabulkan, maka Batam akan dikembalikan ke tata ruang yang lama yakni semua lahan yang saat ini berdiri bangunan dan industri akan kembali dihutankan,” tegas Gunardo.
Gunardo menilai gugatan Kadin Batam dan BP Batam yang ingin mencabut SK Menhut 463, selain konyol, juga merupakan cermin ketidak sabaran mereka. Padahal Menhut sendiri sudah membuka peluang lebar-lebar untuk mengalihfungsikan hutan yang terlanjur dialokasikan BP Batam ke pihak ketiga untuk bisa digunakan menjadi area pembangunan (area peruntukan lain/APL).
“Kan prosesnya sudah jalan. Tinggal menunggu keputusan Komisi IV DPR RI. Ini proses masih berjalan, mereka malah membuat ulah dengan membuat gugatan ingin mencabut SK Menhut. Kami ini sebenarnya memberikan dan menunjukkan jalan yang terbaik bagi masyarakat Batam, tapi kok digugat. Coba kalau SK Menhut itu dicabut, mau nggak kembali dihutankan semua?” tanya Gunardo.
Ia menambahkan, jika SK menhut dibatalkan PTUN, upaya Menhut, gubernur Kepri, dan Komisi IV DPR RI untuk menuntaskan kasus lahan di Batam juga bisa buyar. Jika hal itu terjadi, maka Kadin Batam dan BP Batam harus bertanggungjawab, karena semua lahan di Batam akan kembali ke status hutan. (gas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar