Senin, 23 December 2013 ( sumber : Haluan Kepri )
Batam (HK)- Anggota DPR RI Harry Azhar Azis mengatakan, Kementerian Kehutanan tak perlu menunjukkan sikap egoisme sektoral terkait digugatnya SK Menhut No 463 tentang perubahan peruntukan kawasan hutan lindung menjadi bukan kawasan hutan di Batam, Provinsi Kepri oleh pengusaha Batam. Harry menyarankan sebaiknya kemnhut fokus pada penyelesaian masalah lahan dan hutan lindung yang sudah dibangun dan ditempati ribuan masyarakat serta pelaku usaha.
"Jalan paling baik, Menhut mengatur perubahan mengganti lahan hutan lindung yang sudah dibangun kepada yang lain. Mana yang lahan kosong seperti di pulau-pulau, dijadikan lahan pengganti," kata Harry di Batam, Minggu (22/12).
Anggota DPR daerah pemilihan Kepulauan Riau itu turut menyesalkan pernyataan Kuasa Hukum Kemenhut Guntardo Agung SH, yang justru mengancam memidanakan Badan Pengusahaan Batam yang telah mengalokasikan lahan hutan lindung pada pengusaha.
Pernyataan Guntardo itu, kata Harry, justru akan menimbulkan ketidaknyamanan investasi di Batam. Harry berharap pihak-pihak yang terkait masalah itu dapat menemukan jalan ke luar yang dapat melindungi masyarakat dan sah di mata hukum. Karena BP Batam dan Menhut adalah dua lembaga negara.
Sebelumnya, Ahli Hukum Menteri Kehutanan Gunardo Agung diberitakan mengatakan gugatan yang dilakukan BP Batam terhadap SK Menhut No 463 tahun 2013 justru menjadi bumerang bagi lembaga itu.
Guntardo ditemui usai menghadiri sidang lanjutan gugatan Kadin Batam terhadap SK Menhut No 463 tahun 2013 di PTUN Tanjungpinang, di Sekupang, Batam, Jumat (20/12) mengancam akan akan membawa kasus dan permasalahan lahan di Batam ke ranah hukum yang lebih tinggi.
"Saat ini sudah ada beberapa petinggi BP Batam yang diperiksa oleh PPNS Kementerian Kehutanan dan kepolisian, terkait dugaan penyalahgunaan dan peruntukan lahan di Batam yang tidak sesuai perizinannya,” tutur Gunardo.
Menurut Gunardo, berdasarkan survei yang dilakukan selama ini, perizinan peruntukan lahan hutan lindung dan hutan konservasi di Batam ini tidak sesuai dengan pasal 50 junto 78 UU Nomor 41 tahun 1999, tentang Kehutanan Indonesia.
"Inti dari pasal UU tersebut adalah, menyatakan setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan tanpa ada perizinan dari Kemenhut," tegasnya.
Menggunakan lahan sembarangan, ungkap Guntardo, yang harusnya diperuntukkan untuk hutan yang kemudian menjadi perumahan, kawasan industri, perusahaan, pelabuhan dan lainnya, tanpa ada izin Menhut disebut melanggar hukum.
"Konsekwensinya, ya pidana lah. "Banyak pengelolaan lahan-lahan di Batam ini yang belum diketahui dan sudah dialokasikan, tapi belum mendapat rekomendasi dari Menhut," terang Guntardo.
Tidak hanya itu, jelasnya lagi, lahan hutan lindung dan konservasi di Batam sedari awal diserahkan sendiri oleh BP Batam ke Kemenhut. Lalu, Kemenhut membuatkan SK-nya, sehingga tidak bisa lagi dialokasikan semaunya BP Batam tanpa restu Menhut terlebih dahulu.
Gunardo juga mengungkapkan, gugatan yang diajukan Kadin Batam dan gugatan intervensi dari BP Batam menunjukkan Kadin dan BP Batam tak memahami aturan kehutanan.
"Gugatan Kadin Batam dan BP Batam yang ingin mencabut SK Menhut 463, konyol dan itu melawan arus," ujarnya.
Padahal, ungkap Guntardo, Menhut sendiri sudah membuka peluang lebar-lebar untuk mengalihfungsikan hutan yang sudah terlanjur dialokasikan BP Batam ke pihak ketiga untuk bisa digunakan sebagai area pembangunan lain-lain atau di sebut Area Peruntukan Lain (APL).
Kemenhut, ungkap Guntardo, sebenarnya telah memberikan dan menunjukkan jalan yang terbaik bagi masyarakat Batam, tapi kenyataannya malah digugat. (and/vnr/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar