Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 20 Januari 2011

Pusat Diminta Cabut Status Quo Relang

BATAM-Program Perdagangan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) meskipun telah berjalan, tapi realisasinya belum lagi optimal. Sejumlah persoalan menjadi kendala. Di antaranya, keberadaan PP No 2 Tahun 2009 tentang Kepabeanan, Perpajakan dan Cukai serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari dan ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang belum juga direvisi serta belum dicabutnya status quo kawasan Pulau Rempang dan Galang (Relang). Ketua Dewan Kawasan (DK) FTZ BBK Kepri HM Sani, hari Kamis (20/1) ini bertemu dengan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta. Menurut Sani revisi PP No. 2 tahun 2009 dan pencabutan status quo lahan di kawasan Relang merupakan agenda utama yang akan dibicarakan di dalam pertemuan tersebut. "Sejauh ini program FTZ BBK memang tidak stagnan, namun pertumbuhannya belum sesuai dengan yang diharapkan," kata HM Sani yang juga Gubernur Kepri di Grha Kepri, Batam Centre, kemarin.

Para pengusaha sering mengeluhkan tentang master list yang harus diikuti oleh pengusaha sewaktu memasukan barang-barang kebutuhan industri sebagaimana yang diatur oleh PP No 2 Tahun 2009. Birokrasi master list menjadikan proses masuk barang-barang kebutuhan industri menjadi lamban, sehingga sangat mengganggu kegiatan produksi. Banyak pengorder di luar negeri bayak yang mengeluh, bahkan ada yang sampai membatalkan kontrak, akibat penyelesaian produksi barang yang tidak tepat waktu atau terlambat gara-gara terkendala birokrasi master list.

Revisi PP Nomor 2 tahun 2009 ini mendesak dilakukan karena kurang tepat untuk mendukung UU No 44 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. "Revisi PP Nomor 2 ini kan telah lama diminta kalangan pengusaha di Batam. Namun hingga kini belum terealisasi. Mudah-mudahan ini pertemuan yang terakhir dan PP No 2 itu direvisi," kata HM Sani yang didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kepri Dr H Suhajar Diantoro.

Di samping revisi PP No 2 Tahun 2009, hal penting yang akan dibawa Sani di dalam pertemuan dengan Menko Perekonomian Hatta Radjasa adalah masalah lahan di kawasan Pulang Rempang dan Galang yang hingga kini masih berstatus quo. Menurut Ketua DK status quo lahan Relang harus dicabut pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan.

Sangat sayang lahan Relang yang begitu luas dan bagus sejauh ini tidak bisa dimanfaatkan sama-sekali. Sementara Pulau Batam telah jenuh terhadap pertumbuhan industri, karena lahan yang tersedia sudah sangat terbatas. Sedangkan minat investor asing berinvestasi di Kota Batam sangat tinggi. Akibat lahan terbatas, banyak investor yang tak terakomodir.

Sani menjelaskan luas lahan Relang ada sekitar 30.000 hektar. Yang 16.000 hektar berstatus sebagai hutan berburu, sedangkan 14.000 hektar lainnya status quo antara Pemko Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam yang dulu bernama Otorita Batam (OB). Jika pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan dapat mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) tentang pengalihan status lahan itu, Sani yakin kawasan Relang dalam waktu singkat akan maju pesat.

Data yang dihimpun Haluan Kepri, luas Pulau Batam mencapai 415 kilometer persegi, Pulau Rempang 165, Galang 80, Galang Baru 32, Tonton 1,75, Nipah 2,28 km persegi, dan Setoko 16 km persegi. Kalau digabung wilayah Batam, Rempang, Galang (Barelang) mencapai 715 km persegi.

"Sayang infrastruktur seperti jembatan dan jalan ke Relang sudah begitu bagus tapi lahannya belum juga bisa dimanfaatkan. Inilah yang akan kita perjuangankan. Semoga tahun 2011 ini bisa tuntas, sehingga tahun berikutnya bisa langsung dibangun," kata Sani menandaskan.

Kondisi yang ada saat ini, lahan di kawasan Relang banyak diklaim sebagai milik pihak-pihak tertentu. Surat bukti kepemilikan tanah pun banyak yang tumpang tindih. Sebagai lahan Relang sekarang ada yang dikelola untuk lahan pertanian, peternakan dan perikanan darat. Sering terjadi selisih paham antara satu pihak dengan pihak lainnya karena sama-sama mengklaim sebagai pemilik. Masalah tumpang tindih klaim kepemilikan lahan di Relang berpotensi menjadi bom waktu di masa mendatang. (hk/ye)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar