Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Rabu, 19 Januari 2011

Mengulik FTZ Batam

( sumber Batam Pos,versi asli)
Wednesday, 19 January 2011

Oleh: Dendi Gustinandar
Sekretaris Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Batam

FTZ dan mobil, sebuah kalimat yang sering kita dengar (hanya di Batam) dan rasanya cukup diakrabi. Bahwa Batam telah menjadi FTZ iya dan setelah FTZ masyarakat terus membicarakan harga mobil akan menjadi murah. Mungkin ini sebuah kata ganti, yaitu semua menjadi murah karena tidak adanya pajak (PPN dan PPNBM) dan kata “semua” itu digantikan dengan kata mobil.

Sekedar mengulang sedikit, bahwa Batam telah ditunjuk sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) melalui UU No 44 tahun 2007 dan PP No 46 tahun 2007. Namun apakah semua masyarakat tahu apakah KPBPB itu? Apakah FTZ itu? Penulis berusaha untuk menggambarkan penjelasan FTZ secara sederhana dari sudut pandang penulis sendiri.

Menurut Bank Dunia (1992): fenced-in industrial estates specializing in manufacturing for export and offering their resident firms free-trade conditions and a liberal regulatory environment .

Sedangkan dari beberapa literatur yang bisa didapatkan, Free Trade Zone (Kawasan Perdagangan Bebas) adalah kawasan dimana barang-barang dapat diperdagangkan tanpa hambatan kepabeanan seperti kuota dan tarif.

Free Trade Zone (FTZ) juga disebutkan sebagai suatu kawasan khusus tertentu dalam sebuah negara di mana hambatan perdagangan normal seperti kuota dan tarif akan dihapus dan kebutuhan birokrasi yang sederhana dalam rangka untuk menarik usaha-usaha baru dan investasi asing.

Menurut Perppu No 1 tahun 2000, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang-bidang lain yang ditetapkan dalam Undang-undang pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa pernah menyelenggarakan seminar Free Trade Zone dan Port Hinterland Development oleh Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) di Bangkok, Thailand dari 30 November – 1 Desember 2004. Acara ini dihadiri oleh peserta dari China, India, Republik Islam Iran, Jepang, Malaysia, Republik Korea, Singapura, Sri Lanka, dan Vietnam.

Dalam acara tersebut juga meminta para peserta diminta untuk mengukur peringkat menurut urutan kepentingan setelah kebijakan FTZ diterapkan di kawasan masing-masing. Hasilnya sebagai berikut nenarik investasi modal, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai ekspor, meningkatkan port traffic, alih teknologi, menciptakan backward linkages melalui pengadaan bahan baku, dan menciptakan backward linkages melalui kegiatan subcontracting (Free Trade Zone and Port Hinterland Development,UN ESCAP & KMI, 2005)

Proses peng”FTZ” Batam sebenarnya merupakan sebuah proses yang relatif lebih mudah dibandingkan daerah lain seperti Bintan dan Karimun. Batam telah tumbuh sebagai daerah yang diberikan kekhususan, dengan menikmati statusnya sebagai bonded zone (seluruh Pulau Batam) sejak dulu. Sebenarnya perlakuannya sama saja dengan kawasan perdagangan bebas dan sekarang dengan status baru tersebut Batam harus menjadi kawasan yang paling siap.

Melihat jawaban dari peserta seminar di atas maka rasanya Batam pun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas (FTZ) mempunyai harapan yang hampir serupa dengan kawasan Perdagangan Bebas lainnya. Sejalan dengan keinginan dari sebagian investor multinasional dimana mereka tertarik terhadap berbagai fasilitas infrastrukutur, kemudahan dalam kepabeanan, kelonggaran perpajakan;dan perijinan investasi lainnya (Hidayat&Hidayat, 2010).

Ternyata keinginan kawasan perdagangan bebas untuk mendatangkan arus investasi disambut oleh pemilik modal dengan memasukkan investasinya ke kawasan tersebut asalkan memiliki beberapa kondisi permintaan yang diharapkan.
Seperti hasil seminar tersebut, mari kita lihat proses panjang terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Sebenarnya Batam telah memasuki fase positif terhadap masuknya modal dari PMA dan diharapkan proses ini berjalan dengan mulus. Dari data yang didapat, maka selama kurun waktu tahun 2010 tercatat 114 PMA yang mendaftarkan aplikasi penanaman modal di Badan Pengusahaan Batam, dan ini meningkat 39 persen dibandingkan jumlah aplikasi PMA tahun 2009. Data tersebut bisa diartikan bahwa FTZ Batam sudah mulai berjalan pada relnya dengan tahapan masuknya modal terlebih dahulu, bertambahnya lapangan kerja, meningkatnya daya beli dan seterusnya.

Sebenarnya, masuknya Penanaman Modal Asing (FDI) tentu akan berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Batam. Investasi yang masuk secara langsung akan membuat pabrik-pabrik tumbuh di Batam yang artinya menambah jumlah produksi di Batam dan menambah nilai ekspor dari produksi tersebut serta membuka lapangan perkerjaan baru. Bila ekspor tumbuh maka cadangan devisa kita akan bertambah sehingga kemampuan untuk membayar hutang luar negeri dan impor juga meningkat.

Penambahan PMA juga dapat membawa dampak terhadap barang-barang modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan barang jenis lainnya. Namun yang harus dikontrol adalah jika permintaan terhadap barang-barang tersebut dapat dipenuhi dari domestik maka dapat dikatakan kita mengalami pertumbuhan. Ini berarti telah terjadi efek penggandaan dari keberadaan PMA terhadap output agregat di negara penerima. Sebaliknya bila semakin besar komponen impor dari suatu perusahaan asing maka akan mengakibatkan nilai impornya semakin besar dan mengakibatkan juga keterkaitan antara PMA tersebut dengan perekonomian lokal semakin kecil efek penggandaannya.

Lapangan kerja juga menjadi sektor yang dampak berdampak secara positif dari hadirnya PMA di Batam, lewat sisi permintaan: peningkatan kesempatan kerja yang berhubungan lurus dengan daya beli masyarakat yang kemudian akan mengakibatkan peningkatan permintaan di masyarakat. Namun hal ini juga yang perlu dicermati lebih jauh, karena jika peningkatan sektor konsumsi ini mengakibatkan peningkatan impor maka hal ini akan menurunkan nilai neraca pembayaran, dan sebaliknya jika sektor konsumsi meningkatkan produksi sektor dalam negeri maka masuknya PMA mampu memberikan efek yang positif bagi Batam.

Peralihan teknologi dan pengetahuan lainnya juga merupakan efek dari masuknya PMA disebuah kawasan. Pekerja-pekerja lokal yang bekerja di PMA dapat memberikan pegetahuan kepada perusahaan-perusahaan domestik ketika mereka pindah kerja atau membuka usaha sendiri ketika alih teknologi telah terjadi. Atau, melalui kegiatan subcontracting antara PMA dan perusahaan-perusahaan lokal yang secara langsung juga terjadi proses alih tekhnologi.

Yang harus dimengerti oleh semua pihak, baik masyarakat, dunia usaha dan pemerintah adalah dukungan terhadap FTZ ini bukan hanya pada sebuah tuntutan jangka pendek saja. Proses ini adalah sebuah proses berkesinambungan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Hal-hal di atas adalah sebuah proses yang harus melibatkan semua stakeholder, karena proses ini ibarat sebuah ban berjalan. Proses yang harus dilewati satu persatu, dimana dalam kasus Batam kita melihat bahwa setelah FTZ ada kecenderungan kenaikan minat investasi dari investor asing.

Barang menjadi murah, adalah sebuah kondisi yang diinginkan oleh masyarakat. Tugas regulator adalah mewujudkan itu, bukan dengan menurunkan harga namun dengan membuat kebijakan yang pro investasi sehingga pada proses selanjutnya daya beli masyarakat meningkat sehingga barang “terasa” murah, bukan karena harga turun. Berarti ketika berbicara FTZ itu bisa membuat harga mobil murah, maka ayo kita dukung saja FTZ dari proses awal melalui pengawasan dan pengontrolan aktif. Dan ketika FTZ ini berbuah hasil dengan meningkatnya daya beli masyarakat Batam, siapa tahu keinginan mengkonsumsi barang-barang mewah seperti mobil dapat tercapai karena keadaan Batam yang diharapkan nantinya adalah Batam yang sejahtera bukan karena harganya turun dan semua mampu mengkonsumsinya saat ini juga.

Kita dapat belajar dari tempat lain, dan mencoba membandingkan dengan Shenzen yang belajar ke Batam dan mulai membangun kota tersebut sejak tahun 1980, maka beberapa faktor-faktor penting yang mendasari kesuksesannya adalah:

Pertama, dan yang paling utama adalah dukungan dari Pemerintah Pusat dalam penyusunan kerangka kebijakan khusus untuk Shenzhen. Kedua, Shenzhen telah menjadi rumah bagi orang asing dari seluruh negara. Ketiga, memungkinkan memberikan kemudahan di bidang keuangan, dimana Shenzhen menyediakan pembiayaan bahkan untuk usaha yang relatif berisiko.

Keempat, infrastruktur yang modern. Kelima, Shenzhen terletak pada lokasi yang strategis, sebagai kota pantai yang berbatasan dengan Hong Kong, China. Keenam, pemerintah Shenzhen dijalankan secara efisien, dan cenderung terus mereformasi dan meningkatkan prosedur administrasi. (PRM Policy Notes Series 2, 2007, Special Economic Zones and Competitiveness, A Case Study of Shenzhen, the People’s Republic of China)

Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan FTZ di Batam memang disadari harus dilakukan setiap saat. Karena kepentingan Batam untuk berhasil ada ditangan kita bersama, dan tugas dari Badan Pengusahaan Batam sebagai Badan yang bertugas mengelola Kawasan Batam ini memang berat. Dan keinginan masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan adalah hak masyarakat, dan oleh sebab itu kita semua harus bersama-sama mengetahui bagaimana mensukseskan FTZ ini di Batam.

FTZ hanyalah sebuah status yang berisikan kemudahan bagi Batam, namun untuk mencapai tujuan sebenarnya maka komunikasi antar pemerintah, dunia usaha dan masyarakat menjadi penentu dari pembangunan Batam FTZ yang berkesinambungan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar