Wednesday, 2 February 2011 ( sumber Batam Pos,versi asli)
REI Tolak Perda RTRW Batam BATAM (BP) - Anggota DPD REI Khusus Batam yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya mengaku kecewa dengan sikap Pemko Batam yang menerapkan Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Batam Tahun 2008-2028, padahal aturan tersebut belum disahkan pusat.
Salah satu poin paling memberatkan, kata Cahya, yaitu kewajiban developer menghibahkan 6 persen lahan fasilitas umum dan fasilitas sosial kepada Pemko Batam.
“Pemko mengaku kesulitan mendapatkan lahan. Ini kan aneh. Kalau pemerintah mau lahan, ya minta sama pemerintah juga dong, masa ke pengusaha,” kata bos PT Arsikon ini kepada Batam Pos di Batam Kota, Selasa (1/2).
Di pasal 62 ayat 7 Perda RTRW Kota Batam 2008-2028 disebutkan, untuk meningkatkan persediaan lahan bagi fasilitas umum dan sosial (fasum- fasos) pengembang wajib menyediakan 40 persen dari total luas lahan yang digunakan. Jika pengembang memiliki lahan 10.000 meter persegi misalnya, 4.000 meter persegi harus disisihkan untuk fasos dan fasum. Enam persen dari lahan fasos dan fasum inilah yang menurut Cahya diambil “paksa” oleh Pemko Batam dengan memberlakukan Perda RTRW tersebut.
“Kalau yang 40 persen, kami jelas setuju karena itu untuk kepentingan masyarakat. Tapi pemerintah jangan minta pengembang menghibahkan 6 persen dari lahan itu. Kita yang bayar UWTO (uang wajib tahunan Otorita Batam) dan membangun fasum dan fasos di atas lahan itu, masak diambil alih Pemko. Ini kan nggak fair,” tukasnya.
Yang lebih mengecewakan, kata Cahya, perda itu diberlakukan sebelum ada pengesahan dari pemerintah pusat. Cahya mencontohkan saat pengembang mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Pemko langsung meminta lahan yang 6 persen itu. “Kalau tak dihibahkan, nggak akan keluar IMB-nya,” ungkapnya.
Cahya berharap, Pemko Batam tidak melaksanakan perda tersebut sebelum ada keputusan dari pusat. “Kalau terus dipaksakan seperti ini, kami akan ajukan judicial review,” tandasnya.
Selain Apindo, keberatan terhadap pengambilalihan pengelolaan 6 persen fasum dan fasos oleh Pemko Batam juga disampaikan DPD REI Batam. Kemarin, Ketua Dewan Kehormatan DPD REI Batam Mulia Pamadi, Ketua DPD REI Batam Ivan Manurung, Sekretaris DPD REI Batam Ombur Rajagukguk, dan Ketua Bidang Perumahan DPD REI Batam Djaya Roslim berkumpul membicarakan masalah yang mengganjal usaha properti di Batam ini.
Menurut Mulia, pengambilalihan 6 persen fasum dan fasos kepada Pemko lebih tepat jika diberlakukan untuk perumahan menengah ke bawah.
Pengembang rumah sangat sederhana, kata dia, tentu kesulitan membangun fasum dan fasos karena harga tiap unit rumah sudah murah. Mulia menilai, jika Pemko mengambil alih 6 persen lahan fasum dan fasos untuk perumahan seperti ini, masyarakat akan sangat terbantu.
“Kami tidak keberatan soal hibah 6 persen lahan tersebut. Tapi alangkah baiknya jika disiapkan alternatif. Misalnya, pengembang yang mampu dan mau mengelola lahan fasum dan fasos, dipersilakan pengelola sendiri. Sementara yang tidak mau dan tidak mampu, pengelolaannya bisa diambil alih Pemko,” paparnya.
Menurut Mulia, hibah 6 persen lahan dari pengembang juga tidak akan efektif jika tidak didukung kemampuan keuangan Pemko Batam dalam menyediakan fasum dan fasos. “Nanti lahan yang 6 persen itu malah terbengkalai, kan sayang,” katanya.
Selain soal hibah lahan, DPD REI Batam juga menyoroti soal sertifikat layak fungsi pada Ranperda Bangunan, Gedung, Fasum dan Fasos. Dalam ranperda itu, kata Mulia, seluruh bangunan, termasuk rumah dan ruko wajib memiliki sertifikat layak fungsi yang bisa didapat setelah melalui proses pengecekan oleh petugas.
“Kalau untuk gedung perkantoran, mal, pelabuhan, apartemen atau bangunan yang digunakan publik, REI tak mempermasalahkan. Tapi kalau rumah sangat sederhana juga harus memiliki mengantongi sertifikat layak fungsi, ini yang kami tidak setuju,” kata Mulia.
Menurut dia, rumah adalah wilayah privasi, sehingga akan sangat menggangu jika petugas harus mengecek kondisi bangunan atau instalasi listrik rumah tersebut. “Untuk yang satu ini kami menolak,” kata Mulia diamini pengurus DPD REI lainnya.
Kepala Dinas Tata Kota Batam Gintoyono mengatakan, penyediaan lahan fasum dan fasos tersebut akan digunakan untuk pembangunan puskesmas, tempat ibadah, pasar rakyat, dan sekolah. Pembangunan dan pengawasannya langsung dilakukan Dinas Tata Kota.
“Makanya, dengan adanya aturan yang sudah disepakati oleh BP Kawasan dan Pemko tersebut, nantinya bisa dimanfaatkan untuk pembangunan gedung sekolah baru, tanpa ada embel-embel yang rumit lagi,” terangnya. (ros/cr6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar