Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 17 Februari 2011

Abidin: Stop Ranperda Pajak

( sumber Batam Pos,versi asli)

Thursday, 17 February 2011

BATAM (BP) – Sikap Pemerintah Kota Batam yang tetap ngotot meminta DPRD Batam melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pajak-pajak Daerah membuat Ketua Dewan Penasehat Apindo Batam/Kepri, Abidin Hasibuan, angkat bicara. Ia menilai, kebijakan Pemko itu bisa membuat daya saing Batam terpuruk.

“Apindo meminta Pemko Batam dan DPRD Batam tidak melanjutkan pembahasan kenaikan tarif pajak ini. Stop!” ujar Abidin kepada Batam Pos, kemarin (16/2).

Ia mencontohkan, jika pajak penerangan jalan (PPJ) naik dari 4 persen menjadi 7 persen, maka ini akan memukul sektor usaha perdagangan seperti hotel, restoran, mall, toko, dan sektor perdagangan lainnya. Beban yang harus mereka bayarkan semakin besar karena tingkat penggunaan listrik mereka tinggi.

Masyarakat luas juga akan kena efek dominonya. “Pasti akan diikuti kenaikan harga-harga karena pengusaha pasti menaikkan tarif hotel, sewa mall, tarif restoran, toko, dan pedagang juga menaikkan harga barang,” ujar Abidin. “Ini akan mendorong laju inflasi. Bank Indonesia (BI) saja mengeluhkan hal ini,” kata Abidin, lagi.

Dengan begitu, masyarakat kena dua kali. Pertama efek domino dari kenaikan PPJ itu. Kedua, kenaikan PPJ yang juga diberlakukan untuk rumah tangga itu sendiri.

“Kalau tahun lalu naik dari 3 persen ke 4 persen bisa dimaklumi, karena ada proyek pemasangan 5.000 titik lampu jalan. Kalau sekarang diusulkan naik 7 persen apa dasarnya?” tanya Abidin.

Mestinya, kata pengusaha vokal ini, pemerintah melihat dengan hati kondisi dunia usaha dan masyarakat Batam saat ini. Tidak seharusnya PPJ dinaikkan, karena dengan tarif yang ada saat ini saja (4 persen), pemasukan daerah sudah cukup besar.

Data diperoleh Apindo, setiap tahunnya, Pemko Batam mendapat pemasukan sekitar Rp50 miliar dari PPJ yang 4 persen itu. Dari jumlah tersebut, hanya 30-40 persen yang digunakan untuk membayar tagihan penggunaan listrik penerangan jalan ke PLN Batam.

“Sisanya 60-an persen masuk kas, jadi untuk apa dinaikkan, toh tak ada program baru, paling pemeliharaan,” kata Abidin.

Tak hanya itu, rencana menaikkan pajak hiburan juga disorot mantan Ketua Apindo Batam/Kepri ini. Baik pajak tontonan film (10 ke 15 persen); pargelaran kesenian, musik, dan tarian naik (15 persen); permainan golf, biliar dan boling (15 persen); Diskotek, karaoke, klub malam, bar dan sejenisnya (15 ke 45 persen); Panti pijat, refleksi, mandi uap atau spa (35 persen); maupun pajak reklame dan lainnya. Ia menilai, kenaikan tarif itu semakin menambah beban pengusaha dan mengancam sektor pariwisata Batam.

Perlu diingat, kata Abidin, sektor pariwisata Batam menyumbang pemasukan sekitar 40 persen (2006). Selebihnya, 60 persen industri. Jika pajak hiburan yang sangat berkaitan erat dengan pariwisata ini dipaksakan naik, maka bisa dipastikan sektor pariwisata akan lesu. Tahun 2010 saja, sumbangan sektor pariwisata untuk pendapatan daerah hanya sekitar 30 persen saja, selebihnya industri.

“Apalagi kalau kenaikannya sampai 45 persen, banyak tempat hiburan tutup dan akan terjadi PHK besar-besaran. Saat ini saja sudah banyak perusahaan akan mem-PHK-karyawannya,” ujar Abidin.

Pemko Batam, kata Abidin, harus membuka mata dan hati kalau pariwisata Batam saat ini diambang kehancuran. Apalagi negara tetangga seperti Malaysia, pariwisatanya terus berbenah dan menawarkan beragam hiburan yang murah.

“Sekarang ini saja, wisatawan asing yang datang ke Singapura, bahkan orang Singapura itu sendiri, lebih suka ke Johor ketimbang ke Batam. Kenapa? karena harga-harga di sana lebih murah. Hotel, transportasi dan fasilitas wisata lainnya murah. Pemerintahnya tak membebani pajak yang macam-macam. Mereka diberikan insentif agar sektor pariwisatanya terus berkembang,” ungkap Abidin.

Menurut Abidin, yang harus dilakukan Pemko Batam, menghentikan membuat aturan-aturan yang memberatkan dunia usaha. Selain itu, harus mendorong dunia usaha, termasuk sektor riil untuk terus berkembangan dengan memberikan insentif. Kalau dunia usaha makin berkembang, maka wajib pajak semakin bertambah. Pada gilirannya, pemasukan dari pajak daerah juga semakin banyak.

“Bukan membunuh dunia usaha pelan-pelan dengan aturan-aturan yang memberatkan,” kata Abidin.

Pemerintah pusat sendiri, kata Abidin, sudah memberikan sinyal ke pemerintah daerah untuk tidak membuat aturan-aturan yang menghambat dunia usaha. Itu dibuktikan dengan banyaknya perda-perda yang dianulir oleh Mendagri.

Yang paling mengecewakan pengusaha, kata Abidin, Wali Kota Batam dan Wakil Wali Kota Batam terpilih, Ahmad Dahlan-Rudi, pada saat kampanye menjanjikan tidak akan menaikkan pajak daerah dalam tempo dua tahun. Hal ini disampaikan ke Ketua Apindo Kepri, Cahya. Namun faktanya, belum dilantik sudah menaikkan pajak. “Mereka ingkar janji,” ujar Abidin.

Untuk itu, ia meminta pansus Ranperda Pajak-Pajak Daerah dan anggota dewan lainnya untuk bekerja profesional sebagai wakil rakyat. “Mestinya anggota dewan itu ikut mengawasi kinerja pemko. Kalau ada kebijakan yang memberatkan masyarakat, termasuk pengusaha, dewan mestinya menegur dan menolak membahas,” katanya.

Ia juga mengingatkan anggota dewan yang saat ini diisukan main proyek. Jika itu benar, maka dewan yang diharapkan memberikan fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi, akan sulit menjalankan fungsinya itu.

“Bagaimana mau mengawasi kalau menceburkan diri untuk bermain proyek. Sekali lagi kalau ini betul, saya akan bentuk tim pencari fakta dan akan saya laporkan ke pusat dan organisasi seperti ICW. Kalau perlu kita beberkan di media nasional seperti Tv One dan Metro,” tegas Abidin.

Potensi BPHTB & PBB Rp1 Triliun

Abidin juga menyebutkan, pada dasarnya, tanpa menaikkan pajak daerah, pemasukan untuk Batam sudah melimpah ruah. Pasalnya, mulai tahun ini, pemerintah pusat sudah melimpahkan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ke daerah.

Data yang diperoleh Apindo, pendapatan dari BPHTB di Batam berkisar antara Rp120 miliar – Rp130 miliar per tahun.
Belum lagi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang juga dilimpahkan ke daerah tahun ini. Potensi PBB untuk Batam lebih besar lagi, mencapai Rp700 miliar sampai Rp900 miliar. Jika ditotal, pos penghasilan baru Pemko Batam itu, per tahunnya bisa mencapai lebih dari Rp1 triliun. Hampir mendekati APBD Batam yang Rp1,4 triliun.

Yang terpenting dilakukan Pemko Batam, kata Abidin, memanfaatkan anggaran yang ada saat ini untuk kepentingan masyarakat Batam secara transparan dan tepat sasaran. Memperbaiki kinerja pelayanan publik dan sarana-prasarana publik. “Selama ini anggaran yang sebesar itu dikemanakan? Kenyataanya banjir, jalan rusak, sekolah kebanjiran, kekurangan ruang kelas dan lainnya masih terjadi. Kita tak melihat sesuatu yang spektakuler yang bermanfaat buat masyarakat banyak di Batam. Bahkan uang rakyat itu diapakan juga tak jelas, karena tidak ada publikasi ke media, padahal itu wajib sesuai dengan UU transparansi publik,” kata Abidin.

“Kita menyayangkan kalau 60 persen APBD kita habis untuk belanja aparatur. Ada yang salah di sini. Mungkin kabinetnya terlalu gemuk sehingga cost-nya besar, sementara kinerja masih biasa-biasa saja. Birokrasinya masih seperti hantu,” kata.

Sebenarnya, kata Abidin, Ahmad Dahlan sudah menemuinya meminta saran pada 28 Januari lalu. Ada enam poin yang ia minta diprioritaskan Pemko Batam. Antara lain, mengatasi banjir, memperbaiki jalan rusak, mempermudah pengurusan KTP, mempermudah warga masuk Batam, membenahi birokrasi yang ribet dan berbiaya tinggi, serta menggelar pertemuan rutin per triwulan dengan pengusaha untuk membahas berbagai persoalan.

“Kalau mengatasi banjir, Pemko bisa melibatkan BP Batam, di situ banyak tenaga ahli dan paham sejarah drainase Batam,” kata Abidin. Seperti diberitakan sebelumnya, Ahmad Dahlan mengusulkan Ranperda Pajak-pajak Daerah dengan alasan menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. (nur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar