Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 08 Februari 2011

Lagi, Sani Sanggah FTZ Stagnan

BATAM-Gubernur Kepri HM Sani yang juga Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) kembali menyangkal pelaksanaan FTZ BBK stagnan. Meski belum berjalan maksimal, kata Sani, pertumbuhan investasi di Batam tahun 2010 meningkat. Itu merupakan bukti nyata bahwa FTZ BBK tidak jalan di tempat.
"Pelaksanaan FTZ kita tidak stagnan, buktinya di Batam terjadi pertumbuhan investasi, meski bukan investor besar," ujar Sani kepada pers usai mengukuhkan pimpinan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam, BP Bintan, BP Tanjungpinang dan BP Karimun di Gedung BP Batam, Batam Centre, Senin (7/2).

Walaupun tidak signifikan, sebut Sani, telah terjadi pertumbuhan investasi di Batam sebesar 300 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2010. Tahun 2011, pemerintah menargetkan pertumbuhan investasi di Batam dua kali lipat, yaitu sekitar 600 juta dolar AS.

"Kita tidak perlu tangisi terus. Meskipun PP 02 tak kunjung di diganti, kita harus maksimalkan potensi yang ada saat ini. Lakukan yang bisa kita lakukan," ujar Sani.

Belum maksimalnya pelaksanaan FTZ, sebut Sani, tidak hanya karena faktor regulasi, tetapi juga krisis global. Sehingga dengan kondisi saat ini masih bisa dilakukan berbagai usaha untuk maju.

Dalam kesempatan itu, Sani juga melemparkan wacana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk daerah lain di luar BBK. Tapi untuk menjadi KEK, kata Sani, daerah tersebut harus mempersiapkan diri.

Di tempat yang sama, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepri Johannes Kennedy Aritonang mengharapkan pemerintah secepatnya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Dengan begitu, kata dia, pelaksanaan FTZ BBK bisa berjalan maksimal dan sesuai harapan pengusaha.

"Kita menghargai pengukuhan BP Batam, Bintan dan Karimun ini. Namun dari pelaksanaan FTZ yang sangat banyak keterbatasan, kita sangat prihatin. Dengan sistem yang sangat sederhana menuntut hasil yang maksimal, Batam lebih establish, tetapi tidak dengan Bintan dan Karimun," ujar dia.

Sani pertama kali membantah bahwa FTZ jalan di tempat saat pertemuan dengan para Kepala BP di Gedung Daerah, Tanjungpinang pada 26 November 2010 lalu. "Rapat ini penting untuk kita lakukan sekaligus menjawab berbagai pertanyaan dari masyarakat yang mengatakan bahwa FTZ jalan di tempat. Kita informasikan bahwa FTZ tidak jalan di tempat. Sejak diresmikan Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) tahun 2009 lalu sampai sekarang sudah ada sebanyak 103 perusahaan modal asing (PMA) yang masuk dengan total nilai investasi sekitar 567 juta dolar AS. 90 persen di antaranya adalah investor baru, dan 10 persen lainnya adalah PMA yang sudah ada dan melakukan pengembangan saja," papar Sani kala itu (Haluan Kepri, 27/11/2010).

Sementara itu,  Wakil Ketua Bidang Hukum Kadin Kepri Ampuan Situmeang saat bersama pengurus Kadin Kepri berkunjung ke redaksi Haluan Kepri, 27 Januari 2011 lalu menyatakan, FTZ BBK tidak saja jalan di tempat, tetapi tidak jelas. "BBK ini ditunjuk sebagai kawasan bebas, tetapi tak jelas bebasnya di mana. Cuma master list yang dihapuskan. Sama saja. Yang dibutuhkan kepastian FTZ. Sekarang definisi di kalangan pemerintah tentang FTZ saja belum seragam, bagaimana pelaksanaannya di lapangan?" kata Ampuan (Haluan Kepri, 28/01/2011).

Mustofa Tetap

Pengukuhan pimpinan BP Batam, BP Bintan, BP Tanjungpinang dan BP Karimun disaksikan oleh Wakil Gubernur Kepri HM Soerya Respationo, Walikota Batam Ahmad Dahlan, Bupati Bintan Ansar Ahmad, dan sejumlah tamu undangan.

Mustofa Widjaja dikukuhkan sebagai Ketua BP Batam berdasarkan Surat Keputusan (SK) Ketua DK FTZ BBK No. Kpts 19/DK-BTM/X/2010. Sesuai SK yang sama dikukuhkan pula Manan Sasmita sebagai Wakil Ketua BP Batam,  I Wayan Subawa sebagai anggota I, Fitrah Kamaruddin (anggota II), Asyari Abbas (anggota III), M Prijanto (anggota IV) dan Asroni Harahap (anggota V). Jabatan pimpinan BP Batam ini akan berakhir pada 25 September 2013.

Lalu, Hj Mardiah dan Herman sesuai SK DK No. Kpts 13/DK-BTM/II/2011 dikukuhkan masing-masing sebagai Ketua BP Bintan dan Ketua BP Wilayah Tanjungpinang. Jabatan keduanya akan berakhir 20 Maret 2013. Taufik M Ilyas dikukuhkan menjadi Ketua BP Karimun berdasarkan SK DK No. Kpts 05/DK-Btm/VIII/2008. SK Taufik ini masih menggunakan SK lama, yaitu SK yang ditandatangani oleh mantan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah.

"Nama-nama yang dilantik berdasarkan usulan dari pemerintah daerah masing-masing. Pengukuhan ini hanyalah prosesi saja. Tanpa pengukuhan pun sebenarnya yang diberi tugas sudah menjalankannya," ujar Sani.

Relang Harus Diperjuangkan

Status quo pulau Rempang dan Galang (Relang) sampai saat ini masih menjadi dilema dalam pelaksanaan FTZ. Sementara pulau tersebut termasuk dalam kawasan FTZ. "Rapat terakhir, terdapat 15 ribu hektar di Rempang dan Galang itu hutan buruh. Ini yang harus diselesaikan dulu," ujar Sani.

Walikota Batam Ahmad Dahlan menyebutkan karena status quo Relang yang tak kunjung usai, investor akhirnya melirik pulau-pulau lain yang masuk dalam kawasan FTZ. Setidaknya sudah 3 investor yang berminat untuk berinvestasi di pulau-pulau tersebut. Seperti Pulau Janda Berhias telah di oleh investor dari Cina, Pulau Kepala Jeri oleh investor dari Timur Tengah dan Pulau Tanjung Sawi dalam tahap negosiasi oleh pengusaha dari Timur Tengah.

Disinggung tentang keberadaan perusahaan dan perkebunan di Barelang, menurut Dahlan, tidak satupun izin investasi diberikan oleh Pemko Batam di Barelang. "Hanya ada satu usaha yang mendapat izin investasi di Barelang, itupun dia mengurusnya sampai ke pusat. Kalau ada investor yang ingin mengurus langsung ke pusat silahkan," ujar Dahlan.

Menurut Dahlan, ia telah menghimbau camat dan lurah untuk tidak memberikan izin dan mengeluarkan surat terkait lahan di Relang. Jikapun ada yang telah mendirikan restoran, perkebunan, itu menurut Dahlan tidak legal.

Ditambahkan Dahlan, Relang telah memiliki rencana tata ruang (master plan). Bahkan telah dilengkapi infrastruktur jalan, listrik dan air, tetapi tidak bisa dikembangkan karena statusnya masih status quo. "Untuk air, di Rempang sudah ada waduk, tetapi belum dimanfaatkan. Telekomunikasi juga sudah sampai ke sana. Ke depan kita akan lebih getol lagi untuk memperjuangkannya," tandas Dahlan. (hk/an)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar