batampos.co.id - Wacana revitalisasi Badan
Pengusahaan (BP) Batam turut menjadi bahasan khusus Ombudsman RI.
Lembaga pengawas pelayanan publik ini tengah mengkaji, meneliti, dan
menjajaki pendapat dan masukan berbagai pihak atas wacana tersebut.
Ada dua solusi yang dihasilkan. Yakni, pengaturan dan penataan ulang (re-design) dan rekayasa ulang (re-engineering) kinerja BP Batam.
Namun, kedua solusi itu belum final. Rencananya, solusi itu akan diusulkan kepada Presiden Joko Widodo, Jumat (22/1) mendatang.
”Menurut
kami memang BP Batam masih bagus untuk dipertahankan asal ditata
ulang,” kata Danang Girindra Wardana, Ketua Ombudsman RI dalam Diskusi
Publik Ombudsman RI bersama Insan Media di kantor Ombudsman Kepulauan
Riau, Senin (18/1).
Penataan ulang itu meliputi
pembagian kewenangan yang tegas antara Pemerintah Kota dan BP Batam.
Pemko, menurutnya, lebih baik mengurusi hal-hal non-perizinan. Seperti
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan keamanan. Bentuk nyatanya,
seperti pembuatan KTP atau pengurusan BPJS Kesehatan.
Sementara
BP Batam mengurusi masalah perizinan dan pelayanan publik non-dasar.
Yakni, sektor investasi, kawasan industri, dan perdagangan. Saran ini
memang sedikit bergeser dari Perpres Nomor 97 tahun 2014 tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
”Perpres ini
keliru. Kalau non-perizinan ini diberikan kepada BP Batam, BP Batam
harus punya Dinas Kesehatan atau Dinas Kependudukan. Kami mengusulkan
Perpres ini direvisi karena pemerintah pun melakukan pembiaran terhadap
Perpres ini,” katanya lagi.
Selanjutnya juga muncul
saran memberlakukan daerah otonomi khusus berbasis ekonomi. Sebab,
menurut Ombudsman, Batam memiliki keunggulan untuk mempercepat ekonomi
dibanding daerah lainnya di Indonesia. Danang mencontohkan negara
tetangga Vietnam, Thailand, dan Tiongkok yang juga telah menerapkan
konsep area perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (FTZ). Kondisi ekonomi
mereka meningkat pesat.
”Kenapa tidak dipelihara
saja? Bahkan kalau perlu ditambah jadi 15. Di Indonesia ini ada 15
tempat yang punya tepi laut yang bisa dimanfaatkan untuk transhipment
seperti ini,” jelasnya.
Penataan ulang BP Batam
merupakan saran di tataran nasional. Ombudsman mengusulkan untuk
mengoptimalkan tatanan Dewan Nasional dan membubarkan Dewan Kawasan
Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas (FTZ). Sebab, pengisi keduanya
merupakan pejabat-pejabat di tataran nasional dan daerah.
Dewan
Nasional diketuai Menteri Koordinator Perekonomian dan beranggotakan 18
menteri. Sementara Dewan Kawasan FTZ diisi oleh gubernur, wali kota,
dan pejabat eselon 2 di daerah. Rangkap jabatan tidak akan membuat
perhatian mereka terfokus. Bahkan optimalisasi kinerja menjadi rendah.
”Padahal
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) telah melarang PNS untuk
merangkap jabatan. Ini sudah pelanggaran tapi tidak diapa-apakan. Ini
kan mengandung ketidakpatuhan pejabat terhadap kebijakan yang dibuatnya
sendiri dan ada pembiaran dari atasan,” ujarnya.
Sementara
itu, saran rekayasa ulang (re-engineering) kinerja BP Batam muncul
untuk tingkat lokal. Meliputi, optimalisasi penggunaan dan pemanfaatan
alokasi lahan, pemberlakuan sistem beauty contest terhadap calon
pemegang hak pengelolaan lahan (HPL) untuk menghindarkan spekulan,
pemberlakuan batas waktu pembangunan untuk menghindari lahan tidur,
peningkatan pendapatan BP Batam dari iuran uang wajib tahunan otorita
(UWTO), dan dari sektor layanan umum. Misalnya bandara dan pelabuhan.
”UWTO
yang sebesar Rp 55 ribu per tahun untuk wilayah Batamcentre itu murah
sekali. Saya yang bukan pengusaha saja pasti bisa membayarnya,” katanya.
(hgt)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar