BATAM.TRIBUNNEWS.COM, BATAM- BP Batam berharap kembali ke era Otorita Batam.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Humas dan Promosi BP Batam Purnomo Andiantono, pasca kabar pembubaran institusi tersebut.
Menurut Andi, jika dilihat lebih baik Batam dibangun seperti saat BP masih menjadi Otorita Batam (OB).
Ia menjelaskan, saat masa OB pertumbuhan ekonomi di Batam mampu mencapai dua digit.
Namun setelah otonomi daerah masuk, pertumbuhan tersebut lambat laut menurun setiap tahunnya.
"Kalau saya, yah lihat sejarah sajalah. Kenapa tidak dikembalikan
seperti OB saja, lebih simpel. Di jaman OB itu pertumbuhan bisa dua
digit. Baru kemudian otonomi daerah masuk sekitar 1999, ketika masuk
pertumbuhan itu turun dan turun terus sampai sekarang," tutur dia,
Selasa (12/1/2016).
Pemerintah pusat kini mengusulkan beberapa opsi untuk nasib lembaga
pemerintah yang pertama kali membangun kota industri Batam ini.
Namun demikian, tak satupun dari opsi tersebut yang menurut BP Batam akan memperbaiki kondisi laju pertumbuhan ekonomi dan investasi Batam.
Menurut Andi, jika ada perubahan diharapkan perubahan tersebut benar-benar sesuai dan mampu menandingi sistem di beberapa negara tetangga yang kini menjadi pesaing.
"Yah ngikut saja dari pemerintah gimanalah. Cuma, kalau kita mau melawan Vietnam dan Malaysia yah mestinya harus punya sistem setingkat. Mau melawan kalau kelembagaannya tingkat satu atau dua kira-kira bagaimana? Kecuali kalau tujuannya cuma untuk peraturan yang ada, yah kita nggak tahu juga," ucap dia
Menurutnya, untuk sistem FTZ di Indonesia baru ada di Batam, Bintan, Karimun (BBK), sehingga untuk mencari pembandingnya tidak ada.
Jika mengikut tiga opsi itu, menurut dia perlu dibedah masing-masing opsi.
Menurut Andi, jika ada perubahan diharapkan perubahan tersebut benar-benar sesuai dan mampu menandingi sistem di beberapa negara tetangga yang kini menjadi pesaing.
"Yah ngikut saja dari pemerintah gimanalah. Cuma, kalau kita mau melawan Vietnam dan Malaysia yah mestinya harus punya sistem setingkat. Mau melawan kalau kelembagaannya tingkat satu atau dua kira-kira bagaimana? Kecuali kalau tujuannya cuma untuk peraturan yang ada, yah kita nggak tahu juga," ucap dia
Menurutnya, untuk sistem FTZ di Indonesia baru ada di Batam, Bintan, Karimun (BBK), sehingga untuk mencari pembandingnya tidak ada.
Jika mengikut tiga opsi itu, menurut dia perlu dibedah masing-masing opsi.
"Kalau mau jadi KEK, saya mau tanya coba lihat yang berhasil
contohnya dimana? KEK yang mengelola infrastruktur besar itu dimana?
Yang bisa kelola investasi, Bandara, pelabuhan yang sukses itu dimana?
Kalau mau ubahkan harusnya ada contoh yang sukses dong," tutur dia.
Sedangkan untuk otonomi khusus, misalnya berupa pembentukan provinsi khusus, sah saja asal kekhususan yang dimaksud dapat mengelola kawasan industri.
Sedangkan untuk otonomi khusus, misalnya berupa pembentukan provinsi khusus, sah saja asal kekhususan yang dimaksud dapat mengelola kawasan industri.
"Kalau provinsi khusus sekarangkan ada lima, Jogja karena
kesultanannya, Jakarta karena ibukota, terus Aceh dan Papua itu karena
politis. Kalau pun jadi provinsi khusus yang punya otonomi khusus,
jangan sama kayak provinsi-provinsi itulah. Kalau persis sama, buat apa.
Provinsi khusus kita cocoknya yah yang bisa mengelola kawasan industri,
bukan sumber daya alam. Sebab kita nggak punya SDA," tutur dia.
Ia mengingatkan jika BBK tidak memiliki SDA.
Saat ini saja seperti ekspor pasir dan sumber mineral lain sudah dilarang di BBK.
"Kecuali kayak di Natuna, itu ada gasnya. Kalau BBK kan tidak ada sumber alamnya," ucap dia.
Namun begitu, pria yang akrab disapa Andi ini tidak dapat berandai-andai opsi mana yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan dualisme kewenangan BP Batam dengan Pemko Batam.
"Yah susah juga sih mau bicara, kalau yang orang lama di Batam yang memberi masukan-masukan masih mending. Tapi sekarang inikan yang cuma baru tahu kulit-kulitnya langsung memberi statement dan masukan ini itu," kata dia.
Jika BP Batam jadi dibubarkan, maka ke depan hanya ada Pemko dan Pemprov. Andi menyatakan, otonomi daerah sudah berlangsung sekitar 16 tahun, namun kabupaten/kota lain di Kepri tidak menunjukan pertumbuhan yang signifikan.
Ia mengingatkan jika BBK tidak memiliki SDA.
Saat ini saja seperti ekspor pasir dan sumber mineral lain sudah dilarang di BBK.
"Kecuali kayak di Natuna, itu ada gasnya. Kalau BBK kan tidak ada sumber alamnya," ucap dia.
Namun begitu, pria yang akrab disapa Andi ini tidak dapat berandai-andai opsi mana yang paling tepat untuk menyelesaikan persoalan dualisme kewenangan BP Batam dengan Pemko Batam.
"Yah susah juga sih mau bicara, kalau yang orang lama di Batam yang memberi masukan-masukan masih mending. Tapi sekarang inikan yang cuma baru tahu kulit-kulitnya langsung memberi statement dan masukan ini itu," kata dia.
Jika BP Batam jadi dibubarkan, maka ke depan hanya ada Pemko dan Pemprov. Andi menyatakan, otonomi daerah sudah berlangsung sekitar 16 tahun, namun kabupaten/kota lain di Kepri tidak menunjukan pertumbuhan yang signifikan.
"Lihat otonomi daerah inikan dari 1999, itu sekitar 16 tahun.
Kita lihatlah Tanjungpinang dan kabupaten lain itu sudah sampai mana
sih kemajuannya? Jadi misalnya dibubarkan, berarti nanti cuma ada Pemko
dan Pemprov, apa mungkin membangun bisa benar-benar maksimal dengan
anggaran yang ada," tutur dia.
Andi berharap pemerintah pusat seharusnya dapat mengevaluasi lebih dulu mengapa kinerja BP Batam menurun. Bukan langsung mengeluarkan pernyataan untuk pembubaran saja.
"Harusnya kan dilihat dulu kenapa turun. Bukan langsung bubarkan," kata Andi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar