Batam - Badan
Pengusahaan (BP) Batam yang sekarang ini di bawah koordinasi Gubernur
Kepulauan Riau (Kepri), diusulkan berada langsung di bawah pemerintah
pusat, dalam hal ini presiden. Dengan demikian Batam bisa berkembang
lebih pesat.
Hal tersebut disampaikan Pembina Barisan Relawan Jokowi Presiden
(BaraJP) wilayah Kepri, Wirya Silalahi, kepada Menko Polhukam Luhut
Binsar Pandjaitan, ketika berkunjung ke BP Batam, di Batam, Kamis
(18/2). Dalam kunjungannya ke Batam, Menko Polhukam didampingi Kapolri
Jenderal (Po) Badrodin Haiti, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif
Dhakiri, dan Gubernur Kepri Muhammad Sani.
Kepada Menko, memberi masukan, BP Batam hendaknya tetap seperti
sekarang, namun yang diubah hanya koordinasi, dari semula di bawah
Gubernur Kepri menjadi pemerintah pusat.
Hal senada disampaikan Ketua BaraJP wilayah Kepri, Birgal Sinaga.
“Kalau di bawah Presiden, Batam akan lebih cemerlang dan semua keluhan
masyarakat pasti akan didengar,” katanya.
Wirya Silalahi tidak menampik fakta kemajuan Batam di bawah
pengelolaan BP Batam selama ini. Supaya lebih fokus, sebaiknya tetap
berupa BP. Jika menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Batam yang sangat
luas akan terdiri dari ratusan KEK. “Jika menjadi KEK, dengan sendirinya
menabrak Batam sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ), sebagaimana
diatur dalam UU 44/2007. Bebas PPN di Batam berlaku 70 tahun sejak 2005.
Ini janji negara kepada investor,” kata Wirya.
Dia menjelaskan, pada 1971 ketika Otorita Batam baru berdiri,
penduduk Batam hanya 6.000 jiwa. Kala itu, Batam berstatus salah satu
desa dari Kecamatan Belakang Padang, Kabupaten Kepulauan Riau, Provinsi
Riau.
Pada tahun 2014, atau 43 tahun berselang, penduduk Batam sudah
mencapai 1,194 juta jiwa. Batam telah menjadi kota nomor tiga terbesar
di Sumatera. Jika pendapatan per kapita nasional US$ 4.000 per tahun,
Batam telah mencapai US$ 5.200, berdasarkan statistik tahun 2014. Nilai
investasi di wilayah ini telah mencapai US$ 71 miliar (Rp 960 triliun).
“Batam nomor 3 dalam hal kunjungan wisatawan asing, setelah Bali dan
Jakarta. Jumlah ini berkontribusi 15% untuk wisman nasional sepanjang
tahun 2014. Tidak ada bandara di daerah Sumatera yang sesibuk Batam,
bahkan Kuala Namu (Medan) sekalipun. Di sini ada 130 perusahaan galangan
kapal,” ungkap Wirya.
Menanggapi masukan Wirya, Menko Polhukam berpendapat, Batam memang
bukan masalah sederhana. Eksistensi Batam sebagai FTZ diatur dalam UU,
sehingga tidak mudah untuk diubah begitu saja.
Luhut kemudian meminta Gubernur Kepri Muhammad Sani agar mengumpulkan
bahan yang komprehensif, untuk dipresentasikan kepada Presiden Jokowi.
“Nanti Bapak jelaskan ke Presiden,” pinta Luhut.
Aditya L Djono/ALD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar