|
BP BATAM, Jakarta - Ada
beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) Batam bila ingin berhasil
menjalankan program kerjanya.
Salah satu yang
perlu diperhatikan yakni memperjelas posisi BP Batam dalam
kelembagaannya. Pasalnya hingga saat ini cara kerja BP Batam masih
tumpang tindih antara aturan gubernur dan pemerintah pusat.
Hal
itu dikatakan Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana menanggapi
pembentukan gugus tugas pelayanan terpadu Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, Karimun (BBK) dalam rangka menampung
limpahan investasi dari Singapura, di Jakarta, Rabu (26/8/2015).
Menurut
Azam, saat ini BP Batam adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang
dibentuk oleh Dewan Kawasan BBK dengan tugas dan wewenang melaksanakan
pengelolaan, pengembangan dan pembangunan kawasan sesuai dengan
fungsi-fungsi kawasan.
Padahal sebelumnya BP
Batam adalah Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih
dikenal dengan nama Otorita Batam. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, BP Batam adalah
lembaga nonstruktural yang berbentuk Badan Layanan Umum.
"Jadi
kita nilai, bilamana ingin berhasil menjalankan program-programnya
harus diperjelas terlebih dahulu posisi kelembagaannya. Karena selama
ini apa yang dilakukan BP Batam tidak jelas," tegas Azam.
Wakil
Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrat ini menilai, pemerintah
harus memposisikan terlebih dahulu pengembangan Batam, mau dibawa
kemana.
"Batam harus fokus dan konsisten mau
dijadikan apa, jangan seperti saat ini tidak jelas sesuai dengan UU
pelabuhan. Harus direncanakan terlebih dahulu dengan jelas mau dijadikan
apa Batam itu. Begitu juga kelembagaanya harus jelas juga di bawah
gubernur atau berdiri sendiri atau di bawah Presiden. Karena sekarang
ini Kepala BP Batam diangkat oleh gubernur, jadi posisinya sejajar
dengan gubernur," papar Azam.
Disisi lain,
lanjut Azam, permasalahan yang terjadi di BP Batam mengenai regulasi
dari pusat sesuai dengan UU Nomor 53 Tahun 1999. Akan tetapi di dalamnya
tidak diatur dengan jelas utamanya kerja BP Batam dengan Pemerintah
Kota Batam. Sehingga dampaknya sering terjadi gesekan diantara mereka.
"Jadi
saat ini yang harus dilakukan, bagaimana menjalankan kewenangan
diantara mereka, sehingga Komisi VI akan mengkaji lebih dalam seperti
apa sesungguhnya kerja BP Batam. Bilamana hal tersebut tidak dilakukan
cara kerja BP Batam tidak berjalan dengan maksimal, karena selama ini BP
Batam berada di bawah bayang-bayang kebijakan gubernur," katanya.
Menurut
dia, dengan Keppres No. 9/2008 yang menyebutkan bahwa Dewan Kawasan
dipimpin langsung gubernur. Berbeda periode sebelumnya BP Batam langsung
dibawah presiden.
Sehingga cara kerja yang
dilakukan BP Batam bisa langsung koordinasi dengan kementerian dan
lembaga untuk memperkuat program-program BP Batam.
Terlebih
berdasarkan PP No. 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan
Perdagangan dan Pelabuhan Bebas selama jangka waktu 70 tahun berupa
kontrak pengelolaan lahan.
"Dengan kurun waktu
lama tersebut, sehingga BP Batam bisa melaksanakan programnya dengan
baik. Salah satu yang harus dilakukan fokus terlebih dahulu," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar