| | |
Ditulis oleh Ribut-Deden , Senin, 21 Juni 2010 09:34 (sumber Batam Pos,versi asli) |
Upaya penolakan terhadap usulan kenaikan pajak daerah yang diajukan Pemko Batam masih berlanjut. 13 asosiasi pengusaha bahkan sepakat memboikot undangan pembahasan Ranperda Pajak Daerah oleh Pansus DPRD Batam. ”Kalau yang dibahas itu tentang kenaikan pajak, kami tidak akan datang,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya kepada Batam Pos di Batam Centre, Minggu (20/6). Ada 13 asosiasi pengusaha yang menyatakan sikap serupa. Selain Apindo, penolakan dan aksi boikot terhadap pembahasan kenaikan pajak dilakukan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kepri, Association of The Indonesia Tour and Travel (Asita) Kepri, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Batam, Persatuan Golf Indonesia (PGI) Batam, Indonesian and Convention Association (Incca) Batam. ”Kami sepakat dan bertekad menentang kebijakan Pemko yang memberatkan dunia usaha dan masyakarat banyak,” kata Cahya mewakili 13 asosiasi pengusaha tersebut. Pajak-pajak yang diusulkan naik oleh Pemko Batam, antara lain tontonan film dari 10 menjadi 35 persen, pagelaran kesenian, musik, tari dari 15 menjadi 35 persen, pameran dari 10 menjadi 35 persen, pagelaran busana dan kontes kecantikan dari 15 menjadi 75 persen, diskotek, karaoke, klab malam, panti pijat, mandi uap dari 15 menjadi 75 persen, serta pertandingan olahraga dari 10 persen menjadi 35 persen. Menurut dia, kenaikan pajak yang diusulkan Pemko Batam tidak masuk akal dan tanpa dasar. Tanpa kenaikan saja, kata Cahya, pengusaha perhotelan, tempat hiburan, mal, event organizer, pengelola padang golf dan sebagainya sudah kesulitan. Pengusaha meminta Wali Kota Batam Ahmad Dahlan sebagai pengambil kebijakan lebih peka melihat kondisi Batam saat ini. ”Kami mengimbau wali kota agar memikirkan cara untuk mengurangi beban masyarakat ketimbang menaikkan pajak daerah yang malah akan membebani masyarakat serta menimbulkan biaya ekonomi tinggi,” papar Cahya. Terpisah, dosen sekaligus pemerhati masalah ekonomi Batam, Irmansyah mengatakan, masih banyak yang bisa dilakukan pemko untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) selain buru-buru meningkatkan pajak daerah. Masih banyak yang bisa dioptimalkan. Yang paling utama, pemko harus mengoptimalkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). ”Stop pansus pajak. Pemko dan DPRD harus mengubah paradigma pengelolaan APBD. Pemko harus ikat pinggang dan lebih mementingkan kepentingan rakyat. Pemko harus inovatif,” ujarnya, kemarin. Pemko bisa memperbesar porsi belanja ke publik dan mengalokasikan anggaran untuk pembangunan sentra-sentra ekonomi baru, baik industri wisata maupun perdagangan. Pemko bisa memadukannya dengan pembangunan pusat tempat tinggal pekerja di dekat kawasan industri, seperti rusun, sehingga mengurangi beban transportasi pekerja. Dengan pembangunan sentra ekonomi baru, perekonomian Batam bisa makin bergerak dan tak fokus pada satu tempat saja. Tanpa kenaikan pajak pun, pemko akan meraup pendapatan lebih besar karena tumbuhnya sentra-sentra baru, sekaligus tambahnya objek-objek pajak baru. Memang, upaya ini tak instan namun lebih bagus karena selain menambah jumlah objek pajak dan meningkatkan PAD, juga bisa menggerakkan perekonomian masya rakat dan Batam. Pembangunan sentra-sentra perekonomian baru ini, menurut Irmansyah, sudah sukses diterapkan Malaysia untuk menaikkan pendapatan negara. ”Kita bisa menirunya daripada menaikkan pajak,” harapnya. *** |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar