Sabtu, 30 July 2011 (sumber Haluan Kepri)
Kenaikan Tarif Air ATB
BATAM-Sosialisasi kenaikan tarif air bersih yang belakangan gencar dilakukan PT Adhya Tirta Batam (ATB) dengan terjun langsung ke kantor-kantor kecamatan disesalkan. Pasalnya, sosialisasi yang dilakukan di kantor camat, bahkan melibatkan atau difasilitasi aparatur Pemerintah Kota (Pemko) Batam kontradiksi atau tidak sejalan dengan sikap Walikota Batam Ahmad Dahlan yang menolak kenaikan tarif air bersih. "Logikanya kalau Walikota Batam sudah menyatakan menolak kenaikan tarif air, seharusnya para camat mengikutinya dan tidak lagi menjadi bagian dari sosialisasi kenaikan tarif air," ujar Ketua LSM Gerakan Bersama Rakyat (Gebrak) Uba Ingan Sigalingging, Jumat (29/7).
Menurut Uba, sosialisasi kenaikan tarif air yang dilakukan PT ATB di kecamatan yang juga melibatkan camat, semakin membingungkan dan menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat. Sebab seolah-olah ATB merupakan lembaga tinggi negara yang ketika melakukan sosialisasi tentang sebuah kebijakan harus didukung segenap aparat di tingkat kelurahan dan kecamatan. "Walikota Batam harus memberikan klarifikasi terkait dengan sosialisasi kenaikan tarif yang dilakukan para camat di Kota Batam. Bagaimana mungkin PT ATB yang notabene lembaga swasta menjadikan aparat pemerintah menjadi alat kepentingan bisnis mereka," ujarnya.
Sementara itu, Agus Leo Lasmana, salah satu warga Batuaji yang mengikuti langsung acara sosialisasi kenaikan tarif air bersih menuding ATB telah melakukan pembohongan publik. Leo menegaskan hal itu terkait iklan advertorial ATB mengenai safari sosialisasi kenaikan tarif ATB di delapan kecamatan yang terbit di sejumlah media cetak lokal terbitan Jumat (29/7).
Iklan advertorial yang dipenuhi foto-foto acara sosialisasi itu berjudul 'Tak Masalah Bila Tarif Air Harus Disesuaikan. Namun Pelayanan Harus Terus Ditingkatkan."
Menurut Agus Leo Lasmana, tidak benar dalam sosialisasi yang dilakukan ATB, warga tidak mempermasalahkan kenaikan tarif air. Ia mengatakan hampir seluruh peserta sosialisasi menolak kenaikan tarif air bersih. "Saya dan warga Batuaji lainnya ikut langsung acara sosialisasi terseut. Dan kami dengan tegas menyatakan menolak rencana kenaikan tarif air. Karena ini menyangkut kepentingan orang banyak. Tapi mengapa di media dikatakan warga mendukung kenaikan tarif air. Tolong ini diluruskan lagi. Karena warga Batuaji telah menyatakan penolakan rencana tersebut," kata Leo saat menghubungi Haluan Kepri melalui telepon kemarin.
Selain menuduh ATB melakukan pembohongan publik, ada juga yang mempertanyakan keterlibatan Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Batam (YLKB) Asron Lubis dalam sosialisasi-sosialisasi yang dilakukan ATB. Sebagai pengurus yayasan lembaga konsumen, Asron seharusnya membela kepentingan konsumen, bukan sebaliknya. "Kalau tidak bisa menjaga sikap, sebaiknya jangan mengatasnamakan konsumen. Konsumen mana yang diwakili Asron itu? Saya khawatir, jangan-jangan dia sudah dibeli," kata salah seorang warga kemarin.
Ketua Presidium Kodat 86 Ta'in Komari, Kamis (28/7), menilai sikap ngotot ATB menaikkan tarif sebagai bentuk pelecehan terhadap Walikota Batam Ahmad Dahlan maupun Gubernur Kepri HM Sani yang juga sebagai Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun (DK FTZ BBK). Seperti Dahlan, Sani juga sudah menyatakan tidak setuju tarif air dinaikkan. "Saya menilai, Wakil Presiden Direktur PT ATB Benny Andrianto telah melecehkan Walikota Batam dan Gubernur Kepri, dengan tetap menaikkan tarif air ini," kata Ta'in Komari.
Ta'in mengatakan, posisi Sani selain sebagai Gubernur Kepri, juga sebagai Ketua DK FTZ BBK yang mempunyai otoritas mengatur kebijakan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) Mustofa Widjaja. "Jadi ketika Sani menyatakan menolak, kata dia, BP Batam tidak bereaksi. Sementara ATB tetap ngotot menaikkan. Tentu ATB telah melecehkan Gubernur yang juga selaku Ketua DK FTZ BBK," katanya.
Begitu juga Walikota Ahmad Dahlan. Dimana sebagai otonomi daerah, tentunya Walikota mempunyai kebijakan penuh dan melakukan penolakan terhadap rencana kenaikan tarif air tersebut. Oleh karenanya, kata Ta'in, baik Gubernur maupun Walikota disarankan untuk membuat surat penolakan secara resmi, sebagai atas nama Dewan Kawasan dan Walikota Batam atas nama Pemko Batam.
Lebih jauh Ta'in juga menilai ATB telah melakukan pembohongan publik. Karena pola indeksasi yang digembar-gemborkan oleh PT ATB, tidak dipahami oleh masyarakat. Dan pola-pola itu merupakan pola kapitalis.
Sebab, kata Ta'in, dengan indeksasi, ATB mendapat keuntungan ganda. Pertama, setiap kali ATB melakukan investasi tidak mengeluarkan modal. Karena modal tersebut dihimpun dari masyarakat dengan menaikkan tarif. Kedua, setelah membangun WTP, ATB bisa mempunyai pelanggan yang lebih besar, sehingga keuntungan ATB juga akan lebih besar. "Aset yang dimiliki oleh ATB itu adalah milik masyarakat. Kalau aset masyarakat, mana pembagiannya ke masyarakat. Selama ini tidak ada yang dilakukan oleh ATB. Maka ini saya menilai pihak ATB telah melakukan pembongan publik dengan melakukan indeksasi. Sementara masyarakat tidak paham, apa itu indeksasi tersebut," tegas Ta'in.
Desak Cabut SK
Sementara itu, Komisi III DPRD Kota Batam akan mendesak Kepala BP Batam Mustofa Widjaja segera mencabut surat keputusan (SK) yang telah ditekennya soal kenaikan tarif air ATB. Desakan ini akan disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama BP Batam dan pihak terkait yang akan dilaksanakan Senin (1/8) mendatang. "Kita akan meminta BP Batam untuk mencabut terlebih dahulu SK kenaikan tarif air bersih ATB 2011 dalam RDP nanti," ujar Ketua Komisi III Kota Batam, Jahuin Hutajulu, Jumat (29/7).
Komisi III DPRD Kota Batam, lanjut Jahuin, tetap pada sikapnya sebelumnya, yakni menolak kenaikan tarif air bersih ATB diberlakukan pada 2011 ini. "Sikap kita tetap menolak, sebagaimana kita nyatakan sebelumnya," imbuhnya. (wan/lim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar