Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Kamis, 04 Agustus 2011

BP Batam Tutup Mata Terhadap Lahan Terlantar

(sumber Haluan Kepri)
Rabu, 27 July 2011 00:00

Lahan terlantar di depan Kompleks Ocarina dibiarkan pemilik lahan dan tampak dijejali ilalang sejak beberapa tahun silamPERMASALAHAN lahan terlantar di wilayah Kota Batam hingga saat ini masih menjadi sorotan sejumlah kalangan menyusul keberadaan lahan tidur pada sejumlah titik dinilai telah melanggar aturan dan mengganggu estetika tata ruang kota. Permasalahan ini sesungguhnya diketahui pengelola lahan yakni BP Batam namun sejauh ini aturan tidak ditegakkan.

Lahan terlantar dapat dilihat dengan jelas pada sejumlah tempat diantaranya di Batam Center, Nongsa, Batuampar, Bengkong Laut, Batu Merah, Batuaji, Sagulung sekupang dan Piayu. Direktur Perencanaan Teknik Badan Pengusahaan Batam, Istono kepada media masa beberapa waktu juga mengaku, terdapat ratusan hektare lahan terlantar pada 20 lokasi dan tersebar di beberapa kecamatan. Lahan tidak dimanfaatkan dan dibiarkan begitu saja meski pengusaha sudah membayar uang wajib tahunan otorita (UWTO).

Banyaknya lahan terlantar sangat mengganggu rencana pembangunan kota yang terus menggelinding seiring pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi serta investasi. Otorita Batam tidak serta merta menarik lahan terlantar karena sudah dibayar pengusaha. Meski demikian Peraturan presiden memungkinkan ditarik kembali lalu dialokasikan kepada pengusaha lain yang hendak memanfaatkannya.

Menurut Istono, ada beberapa hal yang menyebabkan pengusaha tidak memanfaatkan lahan yang telah dialokasikan, di antaranya lahan ditempati warga untuk membangun rumah, kontur tanah jelek dan terlibat utang dengan pihak bank. Jika lahan ditempati rumah warga, pengusaha harus memikirkan biaya uang sagu hati kepada pemilik rumah sehingga memberatkan.

Walaupun pihak BP Batam sudah mengetahui permasalahan lahan terlantar dan telah melakukan identifikasi permasalahannya namun demikian penegakan aturan hingga saat ini tidak dilakukan. Pihak BP Batam ketika ditanyakan perihal masalah lahan tidur selalu memberikan jawaban klasik yakni masih diidentifikasi dan akan ditarik tapi hingga saat ini tak kunjung mengambil tindakan tegas terhadap pemilik lahan.
Lahan terlantar di Belakang Kompleks Kantor BP Batam ini sudah dialokasikan tapi hingga saat ini belum dimanfaatkan pemilik lahan
"Kita sedang identifikasi dan evaluasi. Akan ada kebijakan BP Batam untuk menarik kembali lahan yang sudah dialokasikan itu, tapi tidak dibangun," kata Kepala Bagian Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho kepada Haluan Kepri beberapa waktu lalu.

Bahkan Joko mengatakan, jika rencana pengambilalihan lahan terlantar sudah terlaksana, maka BP Batam akan melakukan lelang atau mencari calon investor yang baru. Namun demikian tak kunjung dilakukan langkah-langkah penarikan kembali lahan terlantar. Hal ini bisa jadi penyebab sebab Ketua Kadin Kota Batam, Nada Soraya belum lama ini juga mensinyalir pemilik lahan-lahan terlantar yang ada di Batam adalah pengusaha-pengusaha besar. BP Batam dikabarkan tidak berani mengambil alih lahan tersebut meski saat ini ada calon investor baru yang berminat atas lahan tersebut.

Kesulitan mendapatkan lahan bagi investor baru dan kepentingan pembangunan dilaksanakan Pemko Batam mendorong Walikota mengeluarkan kebijakan yakni memanfaatkan sejumlah pulau di sekitar Pulau Batam untuk mengatasi kekurangan lahan bagi kegiatan investasi dibidang industri.

Selain itu Pemerintah Kota Batam juga kesulitan mendapatkan lahan bagi penambahan bangunan sekolah baru guna menampung jumlah peserta didik yang terus meningkat setiap tahun ajaran baru. Demikian juga penambahan lahan bagi penambahan bangunan puskesmas.

Kepala Dinas Tata Kota (Distako) Kota Batam, Gintoyono juga mengomentari lahan terlantar di Kota Batam terutama di Pusat Bisnis dan Pemerintahan juga menampakkan kesmrawutan. Lahan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan peruntukkan, ditumbui rumput dan ilalang sehingga suasana lingkungan di pusat pemerintahan dan bisnis menyisakan ruang yang menodai keindahan kota.

Ia mengimbau pemilik lahan tidur segera memanfaatkan lahan sesuai dengan peruntukkan. Gintoyono juga meminta agar BP Batam sudah saatnya bertindak tegas. Lahan-lahan yang strategis seperti di kawasan Batam Centre pasti banyak dilirik investor, sehingga tidak ada alasan lagi untuk membiarkan lahan tidur di Batam.

Menurut Kepala BPN Joyo Winoto, sehubungan dengan telah disahkannya Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, penertiban lahan terlantar seharusnya sudah bisa dimulai pada Januari 2010 lalu

Adapun luas lahan terlantar yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai 7,3 juta hektar, di luar area hutan. Joyo mengatakan, secara administratif, pihaknya memerlukan waktu empat bulan 10 hari untuk menertibkan lahan-lahan tersebut.

Lahan-lahan yang terlantar ini di antaranya merupakan lahan yang telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) namun belum dimanfaatkan hingga waktu tertentu, dan lahan yang telah mendapat ijin lokasi namun belum bersertifikat.

Menurut Praktisi Hukum Bali Dalo, SH, permasalahan lahan terlantar tergantung keberanian pihak BP Batam untuk menegakkan aturan yang berlaku. Menjadi persoalan sekarang beranikah BP Batam menindak para pemilik lahan yang telah melanggar komitmen yang dibuat secara tertulis pada saat mengajukkan permohonan lahan. Sesuai dengan ketentuan kata Bali, BP Batam bisa membatalkan pengalokasian lahan meski pemohon telah membayar UWTO atau sekalipun telah mengantongi sertifikat.

Pihak BP Batam sesungguhnya mengetahui ada banyak pengusaha yang mengajukan lahan. Mereka juga tahu bahwa saat ini Pemerintah Kota Batam sedang kesulitan mendapatkan lahan untuk penambahan unit sekolah baru. Pejabat BP Batam juga melihat kondisi lahan tidur mengganggu keindahan kota. Pejabat BP Batam juga tahu tentang aturan berupa persyaratan pengajuan lahan serta sanksi bagi pemohon yang menelantarkan lahan tapi mengapa pejabat BP Batam menutup mata terhadap semua itu? (ant/rml/nic)


Tanah Bersertifikat Bisa Dibatalkan

TANAH yang dialokasikan oleh Otorita Batam atau sekarang dikenal dengan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam kepada pihak pemohon lahan selalu diatur dengan segala bentuk peraturan.

Praktisi Hukum, Bali Dalo,SH mengungkap ada sejumlah persyaratan yang diatur bagi pemohon lahan. Pemohon lahan yang disetujui permohonannya untuk mendapat lahan, harus mengisi formulir pernyataan kesanggupan. Isi pernyataan berupa kesanggupan membebaskan rumah liar di atas lahan yang hendak dialokasikan, memenuhi ketentuan dalam Ijin Prinsip(IP), membayar tagihan uang muka, mambayar tagihan UWTO, jadwal untuk membangun dan lain-lainnya, yang semuanya akan disatukan dalam sebuah perjanjian pengalokasian tanah yang sering disebut dengan istilah SPJ.

Didalam SPJ diatur segala macam persyaratan yaitu apabila pihak penerima lokasi tidak dapat memenuhi isi pernyataan kesanggupan yang diisinya sendiri, tidak memenuhi ketentuan dalam ijin prinsip, tidak membayar uang muka/uang UWTO, tidak membangun lokasi yang diberikan, tidak membayar uang jaminan pelaksanaan pembangunan dan ketentuan lainnya, maka lokasi yang diberikan tersebut dibatalkan oleh Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Pembatalan lokasi yang sudah diikat dengan surat perjanian (SPJ) tidak perlu melalui surat peringatan dan surat pembatalan alokasi lahan, karena semuanya sudah jelas diatur dalam surat perjanian (SPJ) tentang batalnya lokasi tersebut, tetapi bagi lokasi yang belum diikat dengan surat perjanian (SPJ) perlu adanya peringatan.

Dan lokasi yang sudah membayar UWTO 30 tahun dan bersertifikat juga dapat dibatalkan, jika pihak pemohon belum membangun lokasi tersebut sesuai tujuan peruntukan. Pemohon yang mendapatkan lokasi yang terlalu luas namun tidak dapat membangun secara keseluruhan sesuai master plan, maka luas lokasi yang belum dibangun juga dapat dibatalkan, sehingga hak pemohon tersebut hanya pada lokasi yang sudah dibangun.

Bali mengatakan, untuk mendukung pembangunan atas lokasi yang dialokasi kepada pemohon maka pada tanggal 22 Januari 2010, telah terbit PP No. 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yaitu pada lokasi yang sudah 3 tahun diterbitkan haknya kepada pemohon, namun belum dibangun, maka tanah tersebut adalah tanah terlantar.

Untuk tanah-tanah terlantar tersebut Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam harus mengirim surat teguran sampai 3 kali dengan waktu 1 bulan untuk setiap teguran. Apabila teguran tidak diindahkan pemilik hak atas lahan tersebut maka Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam harus mengeluarkan Surat Penetapan. Surat penetapan menyatakan bahwa pemegang hak tidak lagi memiliki hubungan hukum dengan tanah tersebut dan tanah kembali menjadi hak Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam dengan status sebagai tanah Negara.

Oleh karena itu menurut Bali tanah yang sudah diterima dari Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam harus segera dibangun oleh pemegang hak. Dibangun sesuai dengan tujuan peruntukan, bukan dibangun pagarnya atau tiang-tiang penyangga bangunan /pailing. Pemegang hak tidak boleh memposisikan dirinya sebagai sepekulan.

"Artinya menunggu pembeli nyasar dan sangat membutuhkan lokasi tersebut,sehingga bisa dijual dengan harga yang setinggi mungkin untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya," ujar Bali.

Bali menandaskan, sesuai dengan kewenangan dan aturan yang berlaku, Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam juga harus mengambil tindakan tegas untuk membatalkan tanah yang sudah dialokasikan yang sampai saat ini masih diterlantarkan atau belum dibangun.

Lokasi dimaksud diantaranya lokasi didepan Kantor Otorita Batam, di depan Hotel Harmoni One, di depan dan samping komplek Graha Kadin, di samping Masjid Raya Batam Centre, di depan SMA Global, di Simpang Frengky, di belakang perumahan Seruni Batam Centre, di Simpang Jam dekat Rumah Sakit Awal Bross, di samping gedung Bank Mandiri Nagoya dan beberapa titik lain.

Jika Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam tidak bisa memberikan peringatan berdasarkan ketentuan dalam PP 11 tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar maka lokasi tersebut disinyalir milik oknum Otorita Batam, milik para pejabat, milik pengusaha yang telah berbudi terhadap pemegang kuasa di Otorita Batam atau Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, maka tidak ada kemerdekaan dan tidak ada keberanian untuk menegakan hukum yang sebenarnya.(nic)


Ada Spekulan di Balik Lahan Terlantar ?

HAMPIR seluruh lahan telantar yang kini belum dibangun di Batam dapat dipindah-tangankan, asalkan membayar komisi antara Sin $50 sampai dengan Sin $300 (Rp325.000 sampai dengan Rp1.950.000) per meter persegi menurut informasi dari sejumlah sumber terpercaya.

Secara hukum, pemilik lahan di seluruh Pulau Batam adalah negara, dimana hak pengelolaan lahan (HPL)-nya diserahkan ke tangan Otorita Batam (OB) yang kini telah berubah nama menjadi Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Batam. Pengendalian lahan itu dikuasai negara dengan tujuan agar tidak ada spekulan tanah.

Semua lahan di Pulau Batam ditujukan untuk pengembangan industri, itu sebabnya dalam perjanjian pengalokasian lahan kepada pengguna diberikan izin prinsip yang isinya berbunyi, 'Jika dalam 6 bulan lahan tidak dibangun, Otorita Batam dapat menarik kembali Dipanusa Riung (45) seorang pengusaha properti di Batam.

Namun pada kenyataannya, kata pengusaha asal Sulawesi Utara itu, semua lahan kosong tidak lagi dapat diminta ke BP Kawasan kecuali lewat calo lahan yang mengenakan tarif
tinggi setiap meter persegi.

Luas Pulau Batam yang mencapai 745 km2, menurut aturannya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan sebanyak 40 persen dari total luas seluruh pulau. Sehingga dari 74.500 hektar di Pulau Batam, yang dapat digunakan untuk pembangunan mencapai 29.800 hektar saja.

Namun dalam kenyataannya, kini lahan yang telah dikelola untuk pembangunan telah mencapai sekitar 40.000 hektar lahan. Anehnya, lahan yang berada di posisi strategis dan diperuntukkan untuk industri jasa, perdagangan, pabrik, atau perumahan, masih terlihat kosong tetapi sudah dikuasai para spekulan.

Para spekulan itu, menurut Ketua Real Estate Indonesia (REI) Cabang Khusus Batam Mulia Pamadi, tidak dapat dihindari, karena mereka memiliki banyak dana. Dia mengakui tidak mudah membuktikan adanya spekulan, karena merek bekerjasama dengan decision maker di BP Kawasan.

''Coba saja minta lahan kosong di Batam, mereka pasti bilang sudah ada yang punya, ketika ditanya siapa yang punya, mereka tidak akan memberitahu,'' ujar Mulia.

Edward (43), seorang pemohon lahan yang memohon sebidang lahan di kawasan Mukakuning Utara, ditolak karena alasan tidak dapat dialokasikan. Menurut petugas di bagian pertanahan BP Kawasan Batam, lahan di Mukakuning itu telah dimiliki oleh pihak ketiga. Tetapi pada kenyataannya, sejak OB berdiri hingga kini lahan itu tidak pernah dibangun.

''Saya memohon lahan itu ke OB empat tahun lalu, tetapi mereka tidak bersedia memberikannya. Dua bulan lalu, lahan itu baru dibangun, ternyata pemiliknya seorang pengusaha yang diduga mendapat modal dari pengusaha Singapura,'' ujar Edward.

Kondisi yang sama terjadi pada sejumlah lahan di kawasan lainnya, seperti Tanjunguncang, Batubesar, Batam Centre, Batuampar, dan sejumlah lokasi lain di Pulau Batam. Jangan dikira lahan-lahan kosong di Batam tidak ada yang punya.

Semua lahan di sini telah dimiliki cukong dimana di belakangnya ada pengusaha Singapura. Buktinya saja, semua lahan yang berada di lokasi strategis bisa dibeli, asalkan ada komisi atau fee dengan tarif dolar,'' kata Firdaus (45), seorang pengusaha Batam asal Tanjungpinang.

seorang pengusaha yang dimodali WN Singapura, hingga kini masih memiliki surat-surat lahan, mulai dari Izin Prinsip (IP), surat bukti telah membayar Uang Wajib Tahunan Otorota (UWTO) yaitu surat bukti telah menguasai lahan di Batam, hingga pengalokasian lahan (PL).Ia mengaku membayar UWTO 30 tahun sejak 8 tahun lalu, jadi, wajarlah ia menjual Rp 975 ribu per meter, karena modal diperoleh dari warga Singapura harus ia kembalikan.

Fakta di lapangan, pemilik lahan-lahan tidur di Batam yang kebanyakan terdiri dari pengusaha-pengusaha besar di Batam, diduga sengaja menelantarkan lahan untuk mencari pembeli dengan harga tinggi. Lahan itu jelas-jelas dimiliki WN Singapura, seperti beberapa lokasi strategis di Batam Centre telah yang dipatok dengan harga Sin $500 per meter.(int/nic)
=====================


TEKS FOTO

- Lahan terlantar di depan Kantor Pos dan Giro Batam Center atau di belakang Kantor BP Batam ini telah bertahun-tahun terlantar

- Lahan terlantar di Belakang Kompleks Kantor BP Batam ini sudah dialokasikan tapi hingga saat ini belum dimanfaatkan pemilik lahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar