Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 21 Mei 2013

Produk Holtikultura Ilegal Mulai Marak


PRODUK IMPOR: Durian merupakan salah satu produk holtikultura impor yang masuk ke Batam.
Harry: RIPH Harusnya di Tangan DK

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam belum dikeluarkan Kementerian Pertanian.

Dikhawatirkan, jika RIPH tidak segera dikeluarkan, maka penyelundupan produk holtikultura marak.
Kementan juga dinilai tidak perlu mengurus RIPH di wilayah FTZ. Alasannya, Kementan sudah memiliki perwakilan di DK. Terlebih, khusus wilayah di luar kepabeanan (FTZ), Kementan tidak masuk lagi.

Terkait belum keluarnya RIPH ini, Direktur Lalu Lintas Barang Badan Pengusahaan (BP) Batam (BP Batam), Fatullah, Senin (20/5) mengatakan pihaknya masih menunggu pusat. Jika RIPH tidak segera dikeluarkan Kementan, pihaknya mengkhawatirkan penyelundupan semakin marak.

“Sekarang kita mengidentifikasikan ada produk holtikultura secara ilegal,” kata Fatullah.

Dugaan itu muncul melihat kondisi saat ini di Batam. Karena jumlah kuota impor holtikultura yang resmi sedikit, namun kebutuhan di pasaran bisa tercukupi dan tidak ada gejolak.

“Indikasi adanya ilegal masuk, karena jumlah yang resmi masuk di bawah kebutuhan. Tapi kenapa tidak ada gejolak?,” ujar dia degan nada bertanya.

Ditanya soal RIPH yang dinilai tidak menjadi wewenang Kemenhut, tapi BP Batam, menurut Fathullah, itu sesuai aturan. Sementara kuota impor holtikultura diakui saat sudah di tangan DK.

“Kuota memang sudah di DK, tapi kalau RIPH belum. Aturannya masih di Kementan dan kita minta diserahkan,” sambungnya.

Menurut dia, jika DK atau BP mengambil alih perihal RIPH, dikhawatirkan akan jadi masalah.

“Bisa jadi masalah dengan karantina. Itu yang terjadi waktu lalu. Sayuran beberapa kontainer ditahan karantina. Jadi kita berpegang pada Kementan aja,” imbuh Fatullah.

Sebelumnya, anggota DPR RI dari Kepri, Harry Azhar Azis, mengatakan BP Batam tidak harus meminta kewenangan itu ke Kementan. Alasannya, RIPH ada di tangan DK, karena Batam, Bintan dan Karimun (BBK) bukan daerah kepabeanan.

“Kementan sudah punya perwakilan atau utusan sektoral. Harusnya, utusan Kementan membicarakan di DK Nasional,” tegasnya.

Kuota impor holtikultura, ditegaskan Harry, tidak masuk kuota nasional dan DK harus memperjuangkan ini. DKN diminta berpihak pada lembaganya sendiri. Dia harus melindungi badannya sendiri.

“Tidak berhak menteri Pertanian mengatur di daerah non kepabeanan. Kan bebas masuk, jadi tidak dibatasi,” ulang Wakil Ketua Komisi XI ini.

Sebelumnya, Sekretaris DK BBK, Jon Arizal mengatakan, Kementan tidak melimpahkan RIPH ke BP. Alasannya, kuota harus dibatasi secara nasional dan tidak per daerah.

Sementara BP Batam, melalui Kasubdit Humas dan Publikasi, Ilham Eka Hartawan menyebutkan, BP Batam mengajukan limpahan wewenang untuk mengeluarkan RIPH dari Kementan.

Berdasarkan Permentan nomor 60/2012, RIPH diterbitkan oleh Kementerian Pertanian. Selain Permentan, Permendag juga mengatur kewajiban importir memiliki IT, untuk memasukkan produk hortikultura dan Persetujuan Impor (PI) dari Kemendag yang saat ini sudah dilimpahkan ke BP Batam.

DK BBK juga sudah mengeluarkan peraturan DK nomor 2 tahun 2013 tentang tata cara pemasukan produk hortikultura, untuk mempermudah importir. Dengan peraturan tersebut, importir tidak lagi harus mengurus API ke Jakrarta, namun cukup di BP Batam Bintan Karimun.(MARTUA BUTAR-BUTAR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar