Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 14 Desember 2010

FTZ Jalan di Tempat

Tuesday, 14 December 2010 | Metropolis.
( sumber Batam Pos,versi asli)

BC Dinilai Jadi Penghambat

Implementasi Free Trade Zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun (BBK) dinilai masih jalan di tempat.
Kebijakan penerapan zona perdagangan bebas ini juga nyaris tak membawa perubahan sedikitpun, khususnya di sektor pertumbuhan ekonomi.

Hal ini diungkapkan sejumlah anggota Komisi XI DPR RI saat melakukan kunjungan kerja di lantai V Graha Kepri Batam Centre, Senin (13/12).


Mereka menilai, tidak ada yang spesial di BBK meski telah ditetapkan sebagai zona perdagangan bebas. ”BBK tidak ada bedanya dengan Tanjung Priok,” kata Kamaruddin Sjam, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, kemarin.

Hal ini dipertegas data di dunia perbankan. Bank Indonesia (BI) Batam mencatat tak ada pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pascapenerapan FTZ di BBK diresmikan pada 2008 dan di-launching ulang 19 Januari 2009 lalu. ”Bahkan pertumbuhan kredit secara rata-rata justru cenderung melambat,” kata Pimpinan BI Batam Elang Tri Praptomo, kemarin.

Para pelaku bisnis adalah pihak yang mengaku paling merasakan amburadulnya penerapan FTZ di BBK. Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri, Johanes Kennedy mengatakan pertumbuhan sektor industri di Kepri justru terus menurun. Hal ini dilihat dari skala industri, sumber penanaman modal, dan menurut sektor ekonomi.

Jhon, sapaan Johanes Kennedy, mengatakan salah satu persoalan yang megganjal implementasi FTZ di BBK adalah kebijakan masterlist. Meskipun kebijakan tersebut kini sudah dihapus dan diganti dengan istilah rencana impor barang, namun dalam pelaksanaannya tetap tak berbeda dengan masterlist. Kennedy menyebut, ini kebijakan ganti baju.

Tumpang tindihnya regulasi juga dituding sebagai salah satu penyebab seretnya pergerakan roda FTZ di BBK. Misalnya, kata Kennedy, kebijakan penerapan standar nasional Indonesia (SNI) di kawasan shipyard. ”Padahal, perusahaan shipyard sudah memiliki standarisasi sendiri yang dikeluarkan international maritime organization (IMO),” kata Kennedy.

Kennedy juga menyoroti peran Kantor Bea dan Cukai (BC) yang masih terlalu dominan dan terlalu ”maju”. Ruwetnya sistem di BC dituding menjadi salah satu penghambat kelancaran regulasi FTZ.

Selebihnya Kennedy menyinggung buruknya sistem koordinasi di tubuh Dewan Kawasan (DK). Selain itu, para pengusaha juga mengeluh karena tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan kebijakan baru, khususnya terkait peraturan FTZ.

Pihak Bea Cukai sendiri juga mengakui, sampai saat ini penerapan FTZ di BBK belum maksimal. Namun hal ini bukan dikarenakan oleh sistem yang diterapkan BC, melainkan masih belum jelasnya peraturan tentang FTZ. Misalnya, soal batas fisik untuk wilayah FTZ dan non FTZ, khususnya di darat, yang dinilai belum jelas. Demikian juga soal mastrelist, pihak BC mengaku sangat mendukung jika masterlist dihapuskan. ”Sehingga pengawasan barang tidak dapat maksimal,” kata Kepala Kantor Bea dan Cukai Kepri, Iswan Ramdana, kemarin.

Semua keluh kesah tentang FTZ terangkum dalam rapat evaluasi pelaksanaan FTZ antara komisi XI DPR RI dengan para stake holder dan pemerintah di kawasan FTZ BBK di lantai V Graha Kepri, Senin (13/12).

Ketua Tim Komisi XI, Harry Azhar Aziz berjanji akan membawa hasil rapat evaluasi tersebut ke pusat dan akan dibahan bersama Kementerian terkait dan Komisi XI DPR RI. ”Nanti kami akan mengundang gubernur dan para bupati dan walikota di kawasan FTZ ke Jakarta,” kata Harry.

Kata Harry, ada dua poin penting yang akan diperjuangkan untuk percepatan pelaksanaan FTZ di BBK. Pertama dukungan anggaran dari APBN.

Kedua, mendorong penerapan FTZ secara menyeluruh di Bintan dan Karimun. Sehingga, pengawasan barang oleh instansi terkait lebih mudah.

Selebihnya, pihaknya juga akan mempercepat revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 tahun 2009 tentang Kepabeanan, Perpajakan dan Cukai, serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang dari dan ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ). Ia berjanji revisi tersebut bakal kelar dalam Desember ini.

Sekretaris Dewan Kawasan (DK) FTZ BBK, Jon Arizal mengaku dukungan anggaran dari pusat melalui APBN menjadi salah satu kunci percepatan FTZ. Sejauh ini, baru Batam yang mendapatkan suntikan dana APBN untuk FTZ sebesar Rp140 miliar. ”FTZ ini kan priyok nasional, sehingga pusat harus membantu,” kata Jon. (suparman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar