(sumber Haluan Kepri)
BATAM (HK)- Ismeth Abdullah dan Mustofa Widjaja merupakan dua pemimpin di Otorita Batam (OB) atau kini bernama Badan Pengusahaan Kawasan Batam (BP Kawasan Batam) yang kiprahnya selalu menarik untuk dicermati. Keduanya memiliki peran besar dalam mengembangkan kota ini, tanpa mengesampingkan peranan pemerintah daerah, atau pemimpin OB terdahulu sebelum keduanya.
Kedua sosok ini memimpin organisasi Otorita Batam (OB) di era yang berbeda, tentunya dengan kondisi yang berbeda-beda pula.
Kedua sosok ini memimpin organisasi Otorita Batam (OB) di era yang berbeda, tentunya dengan kondisi yang berbeda-beda pula.
Pembaca Haluan Kepri yang budiman. Head to Head adalah program baru yang diluncurkan Haluan Kepri. Head to Head akan disajikan sekali dalam seminggu. Program ini lebih banyak mengupas tentang keberhasilan termasuk kelemahan dua tokoh dalam masa kepemimpinan mereka.
Adapun dua tokoh yang "dihadap-hadapkan" pada program Head to Head kali pertama ini, adalah Ismeth Abdullah dan Mustofa Widjaja dalam kapasitas mereka sebagai Ketua Otorita Batam. Berikut ulasannya.
Ismeth Abdullah memimpin OB sejak Juli 1998 hingga April 2005. Ismeth Abdullah meletakkan jabatannya di OB karena terpilih sebagai Gubernur Kepulauan Riau pada 2005. Posisinya digantikan Mustofa Widjaja, yang hingga kini masih menjabat. Ismeth Abdullah memimpin OB merupakan periode Pengembangan Pembangunan Prasarana dan Penanaman Modal Lanjutan dengan Perhatian Lebih Besar Pada Kesejahteraan Rakyat (sosial) dan Perbaikan Iklim Investasi. Sedangkan kepemimpinan Mustofa Widjaja mengembangkan Batam, dengan Penekanan pada Peningkatan Sarana & Prasarana, Penanaman Modal serta Kualitas Lingkungan Hidup.
Saat menduduki kursi Ketua OB, Ismeth Abdullah dihadapkan dengan kondisi pergolakan politik di tanah air, serta kerusuhan yang terjadi di ibukota, Jakarta. Untuk tetap menarik investasi dari luar negeri, Otorita Batam diuntungkan dengan posisi strategis yang dekat dengan Singapura, dan cukup jauh dari Jakarta. Tingkat kepercayaan investor untuk berinvestasi masih terbilang bagus, meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan yang cukup signifikan di tahun 1999.
Dari data BP Batam, rasio investasi pemerintah dan swasta sepanjang kepemimpinan Ismeth 1:3,4 dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,65 persen. Ekspor non migas di tahun terakhir jabatan Ismeth (2004) cukup bagus, yakni US$4,07 miliar. Dilihat dari jumlah tenaga kerja Indonesia di Batam, tercatat sekitar 221 ribu orang, dengan ratio tenaga kerja dan jumlah penduduk 1:2.94. Jumlah penduduk kala itu 591 ribu orang .
Untuk mempromosikan Kota Batam ke berbagai negara, Ismeth Abdullah dan timnya bekerja keras mempromosikan Batam ke berbagai negara. Meski usaha tersebut tidak serta-merta membuahkan hasil, di tahun 1998 investasi asing tercatat masuk ke Batam mencapai US$3,02 miliar. Tahun 1999 juga merupakan awal dari dualisme kepemimpinan di Batam, di mana Undang-Undang Otonomi Daerah mulai diberlakukan, dan hadirnya Pemerintahan Kotamadya Batam.
Di tahun 1999, dilakukan peningkatan infrastruktur dengan bertambah panjangnya jumlah jalan yang telah diaspal, yakni dari 484,72 kilometer di tahun 1998, menjadi 543,49 kilometer. Tahun 2000, pertumbuhan jalan beraspal hampir 100 persen, sehingga mencapai 1.034,10 kilometer. Dari data yang berhasil dihimpun koran ini, tahun 2000 merupakan tahun pengaspalan cukup pesat di era kepemimpinan Ismeth Abdullah, sehingga jalan di kota ini semakin mulus. Di akhir tahun 2005, total jalan beraspal di kota ini telah mencapai 1.154 kilometer.
Di era pemerintahan Ismeth Abdullah juga dilakukan pembangunan waduk di Pulau Rempang sebagai persediaan air untuk masyarakat Batam di masa mendatang. Waduk atau Dam Pulau Rempang belum digunakan. Fasilitas lainnya yang dibangun di era Ismeth Abdullah adalah sejumlah fasilitas umum dan sosial, seperti GOR Tumenggung Abdul Jamal, Masjid Raya Batam, Gedung Sumatera Promotion Centre, Kantor DPRD Batam, Pelabuhan Punggur dan Sekupang, Pasar Induk, BLK Batuaji, dan Terminal Ferry Batam Centre.
Setelah maju menjadi Gubernur Provinsi Kepri, sejak April 2005, Otorita Batam dipimpin Ir Mustofa Widjaja. Selain melanjutkan program yang telah dirintis oleh Ismeth Abdullah, di era kepemimpinannya menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur serta meningkatkan investasi. Di era Mustofa Widjaja, kondisi ekonomi juga tidaklah mulus, karena krisis global membayangi perekonomian negara berkembang seperti Indonesia, khususnya Batam yang hampir semua produk perusahaan asing di kota ini berorientasi ekspor, sehingga pertumbuhan ekonomi dan arus investasi turut terganggu. Kondisi ini terjadi sekitar akhir 2008 hingga awal tahun 2010. Karena krisis global juga, rencana sebuah perusahaan Prancis yang akan membangun (memperluas) pelabuhan Batuampar batal. Meski begitu, pelabuhan bagian Utara telah dibangun dengan dana APBN secara multi years (3 tahun) senilai Rp300 miliar yang ditargetkan tuntas akhir tahun ini.
Di era Mustofa cukup banyak infrastruktur dibangun, yang mana itu tercermin dari kucuran dana pemerintah untuk investasi yang mencapai US$1,9 miliar dari tahun 2005-2013. Dana tersebut dipergunakan untuk membangun/panambahan jalur dari satu menjadi dua di Batuaji, penambahan dua jalur arteri dari Simpang Kabil-Simpang Jam, pembangunan Dam Tembesi yang merupakan dam terbesar kedua setelah Dam Duriangkang, perluasan/penambahan empat ruang tunggu (boarding) di Bandara Hang Nadim, pembangunan jalan underpass Seraya-Sei Panas, pembangunan Pelabuhan International Sekupang, dan pembangunan gedung beserta fasilitas IT Centre.
Sementara, investasi asing yang masuk sepanjang 2005-2013 mencapai US$3.47 miliar, jumlah tenaga kerja di akhir 2013 sebanyak 330,5 ribu orang, dengan ratio pekerja dengan jumlah penduduk 1:3.67. Tingginya ratio perbandingan pekerja dengan jumlah penduduk ini tidak terlepas dari tingginya angka pertumbuhan penduduk serta pendatang baru, di mana jumlah penduduk Batam di tahun 2013 mencapai 1,1 juta orang. Ekspor non migas dari Batam tahun 2013 tercatat sebanyak US$9,36 miliar.
Di antara kedua sosok pemimpin ini, memiliki keunggulan masing-masing. Dari data-data yang ada, era Ismeth Abdullah sesuai fokus pembangunannya, berhasil membawa Kota Batam menjadi sebuah kota yang memiliki fasilitas sosial sebagai penunjang investasi dan kependudukan, sementara Mustofa Widjaja menitikberatkan membangun infrastruktur, baik pelebaran dan penambahan ruas jalan, pembangunan pelabuhan baru, serta membangun dam untuk persediaan air bersih yang bisa digunakan 10 tahun kemudian. Dari segi rasio pekerja dengan jumlah penduduk, di zaman Ismeth Abdulla relatif kecil, yakni setiap satu orang pekerja, membiayai 2,94 orang (di bawah tiga orang). Sedangkan di masa Mustofa Widjaja, setiap satu orang membiayai 3,67 (di bawah empat orang), artinya banyak penduduk yang tidak bekerja dengan alasan seperti yang dikemukakan di atas, yakni tingginya pertumbuhan penduduk, baik dari angka kelahiran maupun arus pendatang.
Namun, di era Mustofa Widjaja angka investasi asing cukup tinggi, di mana US$3.47 miliar, sedangkan sepanjang kepemimpinan Ismeth Abdullah investasi asing di bawah US$1 miliar. Meski begitu, total investasi, baik pemerintah, penanam modal dalam negeri dan asing, nilainya hampir sama, yakni US$4.79 miliar di era Ismeth (7 tahun), dan US$4.94 miliar di era Mustofa (9 tahun).
Dari segi kemudahan berinvestasi serta fasilitas yang diberikan pemerintah, seharusnya era Mustofa Widjaja lebih tinggi dibandingkan Ismeth. Alasannya, jumlah tahun lebih banyak era Mustofa, serta kemudahan investasi yang diberikan oleh pemerintah pusat, berupa status free trade zone (FTZ), dan berbagai kemudahan lainnya. Meski begitu, capaian investasi yang tidak sesuai harapan, tidak bisa sepenuhnya dibebankan ke pundak Mustofa, karena status FTZ yang diemban tidak berjalan mulus sesuai rencana. Bahkan sejumlah pengamat di kota ini kerap menyebut bahwa pemerintah pusat setengah hati memberikan status FTZ untuk kota Bandar Dunia Madani ini. Hal itu tidak lain karena faktor politik serta birokrasi yang berbelit-belit yang menjadi kambing hitamnya.
Saat ini, menjadi bahan koreksian bagi Mustofa Widjaja, terdapatnya praktik persaingan yang tidak sehat antar kawasan industri, hal ini sudah barang tentu menggangu iklim investasi di samping daya jual. Tingginya persaingan antar kawasan industri di Batam telah menyebabkan pengusaha penyedia kawasan bersaing tidak sehat dengan mencaplok calon investor yang akan berinvestasi di kawasan industri lain, ironisnya kawasan industri yang berebut investor tersebut letaknya berdampingan. Faktanya, saat investor telah masuk pun, bisa dicaplok oleh kawasan industri lain dengan iming-iming biaya serta waktu pengurusan izin melebihi dari standar pemerintah. Diperlukan ketegasan dari BP Kawasan sebagai regulator investasi untuk membenahi hal tersebut, sehingga iklim investasi lebih baik dan terjadi kompetisi sehat dalam mendatangkan investor dari luar, bukan berebut di dalam yang justru bisa merugikan kota ini.
Gaya Hidup
Ismeth Egaliter, Mustofa Disegani
Bicara dua sosok pemimpin yang memiliki peranan cukup penting di sebuah daerah, apalagi itu menyangkut investasi, akan kurang lengkap bila tidak mengulik gaya hidup mereka. Dari sosok Ismeth Abdullah maupun Mustofa Widjaja, terdapat sejumlah hal-hal unik dari keduanya.
Ismeth Abdullah dinilai sebagai seorang pemimpin yang sangat mahir di bidang politik. Pembawa yang bersahaja dengan pakaian yang lebih didominasi batik serta safari, sosoknya dikenal cukup memasyarakat. Seorang pejabat yang acap bekerjasama dengan Ismeth, menyebutkan, sosoknya sangat egaliter (tidak membedakan), komunikatif, memasyarakat dan agresif. "Mungkin karena pak Ismeth aktif berpolitik, jadi lebih komunikatif dengan masyarakat bawah, apalagi beliau memang maju pada pemilihan gubernur waktu itu," ujar sumber tersebut. Sumber ini membedakan tiga kepemimpinan di OB.
"Kalau zaman pak Habibie, orangnya tegas, cepat tanggap, dan visioner. Faktor kedekatannya dengan RI 1 (Soeharto) sangat membantu dalam penyediaan anggaran kala itu. Pokoknya di zaman Pak Habibie dulu dana itu tak masalah, karena beliau bisa melobi cepat pusat. Sementara zaman Pak Ismeth dan Pak Mustofa sudah zaman reformasi, politik dan birokrasi sangat menentukan dalam membuat program. Kalau Pak Mustofa, saya menilai orangnya kalem, kerja ya kerja, sepertinya beliau berprinsip tidak mau melukai orang lain, makanya cenderung diam, senyap-senyap tugasnya jalan. Orangnya lebih pasif saya lihat," bebernya.
Dari segi gaya hidup Mustofa, orang terdekatnya mengatakan bahwa sosok Mustofa memang sangat kalem dan disegani. Gaya berbusananya bervariatif, menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada, tidak ada yang dominan. Meski begitu, sosialita Mustofa di kalangan pengusaha dan pejabat cukup tinggi, hal itu tidak terlepas dari hobi golf yang rata-rata disukai oleh petinggi negeri ini.
Dari segi kendaraan, baik Mustofa Widjaja maupun Ismeth Abdullah menggunakan kendaraan dinas mereka yang sama dengan tahun keluaran yang berbeda. Hal ini sesuai standar yang berlaku di Otorita Batam (BP Kawasan Batam), yakni Toyota Camry. Untuk alas kaki, baik Mustofa Widjaja maupun Ismeth Abdullah sama-sama menyukai sepatu kulit dengan harga yang cukup standar di kalangan pejabat, yakni di kisaran Rp 1 jutaan.
Namun begitu, beberapa sumber menyebutkan sangat mengagumi sosok Ismeth karena kesederhanaannya yang bahkan tidak memiliki rumah sepanjang memimpin di Otorita Batam, hingga menjadi Gubernur Provinsi Kepri. (pti)
Dari segi kemudahan berinvestasi serta fasilitas yang diberikan pemerintah, seharusnya era Mustofa Widjaja lebih tinggi dibandingkan Ismeth. Alasannya, jumlah tahun lebih banyak era Mustofa, serta kemudahan investasi yang diberikan oleh pemerintah pusat, berupa status free trade zone (FTZ), dan berbagai kemudahan lainnya. Meski begitu, capaian investasi yang tidak sesuai harapan, tidak bisa sepenuhnya dibebankan ke pundak Mustofa, karena status FTZ yang diemban tidak berjalan mulus sesuai rencana. Bahkan sejumlah pengamat di kota ini kerap menyebut bahwa pemerintah pusat setengah hati memberikan status FTZ untuk kota Bandar Dunia Madani ini. Hal itu tidak lain karena faktor politik serta birokrasi yang berbelit-belit yang menjadi kambing hitamnya.
Saat ini, menjadi bahan koreksian bagi Mustofa Widjaja, terdapatnya praktik persaingan yang tidak sehat antar kawasan industri, hal ini sudah barang tentu menggangu iklim investasi di samping daya jual. Tingginya persaingan antar kawasan industri di Batam telah menyebabkan pengusaha penyedia kawasan bersaing tidak sehat dengan mencaplok calon investor yang akan berinvestasi di kawasan industri lain, ironisnya kawasan industri yang berebut investor tersebut letaknya berdampingan. Faktanya, saat investor telah masuk pun, bisa dicaplok oleh kawasan industri lain dengan iming-iming biaya serta waktu pengurusan izin melebihi dari standar pemerintah. Diperlukan ketegasan dari BP Kawasan sebagai regulator investasi untuk membenahi hal tersebut, sehingga iklim investasi lebih baik dan terjadi kompetisi sehat dalam mendatangkan investor dari luar, bukan berebut di dalam yang justru bisa merugikan kota ini.
Gaya Hidup
Ismeth Egaliter, Mustofa Disegani
Bicara dua sosok pemimpin yang memiliki peranan cukup penting di sebuah daerah, apalagi itu menyangkut investasi, akan kurang lengkap bila tidak mengulik gaya hidup mereka. Dari sosok Ismeth Abdullah maupun Mustofa Widjaja, terdapat sejumlah hal-hal unik dari keduanya.
Ismeth Abdullah dinilai sebagai seorang pemimpin yang sangat mahir di bidang politik. Pembawa yang bersahaja dengan pakaian yang lebih didominasi batik serta safari, sosoknya dikenal cukup memasyarakat. Seorang pejabat yang acap bekerjasama dengan Ismeth, menyebutkan, sosoknya sangat egaliter (tidak membedakan), komunikatif, memasyarakat dan agresif. "Mungkin karena pak Ismeth aktif berpolitik, jadi lebih komunikatif dengan masyarakat bawah, apalagi beliau memang maju pada pemilihan gubernur waktu itu," ujar sumber tersebut. Sumber ini membedakan tiga kepemimpinan di OB.
"Kalau zaman pak Habibie, orangnya tegas, cepat tanggap, dan visioner. Faktor kedekatannya dengan RI 1 (Soeharto) sangat membantu dalam penyediaan anggaran kala itu. Pokoknya di zaman Pak Habibie dulu dana itu tak masalah, karena beliau bisa melobi cepat pusat. Sementara zaman Pak Ismeth dan Pak Mustofa sudah zaman reformasi, politik dan birokrasi sangat menentukan dalam membuat program. Kalau Pak Mustofa, saya menilai orangnya kalem, kerja ya kerja, sepertinya beliau berprinsip tidak mau melukai orang lain, makanya cenderung diam, senyap-senyap tugasnya jalan. Orangnya lebih pasif saya lihat," bebernya.
Dari segi gaya hidup Mustofa, orang terdekatnya mengatakan bahwa sosok Mustofa memang sangat kalem dan disegani. Gaya berbusananya bervariatif, menyesuaikan dengan kebutuhan yang ada, tidak ada yang dominan. Meski begitu, sosialita Mustofa di kalangan pengusaha dan pejabat cukup tinggi, hal itu tidak terlepas dari hobi golf yang rata-rata disukai oleh petinggi negeri ini.
Dari segi kendaraan, baik Mustofa Widjaja maupun Ismeth Abdullah menggunakan kendaraan dinas mereka yang sama dengan tahun keluaran yang berbeda. Hal ini sesuai standar yang berlaku di Otorita Batam (BP Kawasan Batam), yakni Toyota Camry. Untuk alas kaki, baik Mustofa Widjaja maupun Ismeth Abdullah sama-sama menyukai sepatu kulit dengan harga yang cukup standar di kalangan pejabat, yakni di kisaran Rp 1 jutaan.
Namun begitu, beberapa sumber menyebutkan sangat mengagumi sosok Ismeth karena kesederhanaannya yang bahkan tidak memiliki rumah sepanjang memimpin di Otorita Batam, hingga menjadi Gubernur Provinsi Kepri. (pti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar