Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Selasa, 24 Mei 2011

BBK Butuh Menteri Khusus

(Sumber Batam Pos)

Meskipun Kepri memiliki kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas (Free trade zone/FTZ) Batam, Bintan dan karimun (BBK), namun ternyata perekonomian Kepri masih tertinggal dari Sulawesi Selatan dan Gorontalo yang tak memiliki FTZ.

Data Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kepri menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun lalu mencapai 8,40 persen, sedangkan Gorontalo mencapai 8,23 persen. Sementara, Kepri yang memiliki FTZ BBK hanya 7,23 persen, tertinggal 1 digit dari dua provinsi tersebut.

Menurut Ketua Kadin Kepri, Johannes Kennedy, ekonomi Kepri mestinya bisa tumbuh lebih tinggi dari provinsi lainnya di Indonesia karena ada FTZ. Namun sayangnya, FTZ belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

“Ibarat bayi, sudah 10 tahun tapi pertumbuhannya begitu-begitu saja,” ujar Johannes kepada Batam Pos, Senin (23/5).

Ia mencontohkan, saat ini, revisi PP 02 yang mengatur lalulintas barang di BBK, ternyata kepabeanan masih tetap dominan, sehingga FTZ belum bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan. “Ya, lebih pada harmonisasi hubungan instansi, substansinya belum,” ungkap Johannes.

Solusinya, kata bos Panbill ini, BBK butuh lembaga yang bisa menjembatani berbagai persoalan yang dihadapi dengan pemerintah pusat.

“Ibarat keluarga, FTZ BBK itu merindukan seorang figur ayah yang bisa mengatur dan menjembatani berbagai persoalan,” kata Johannes.

“Wujud figur yang ayah yang saya maksudkan itu, adalah menteri khusus yang dekat dengan presiden, sehingga bisa dengan cepat mengkomunikasikan berbagai hambatan dalam pelaksanaan FTZ BBK,” kata Johannes, lagi.

Pria yang sudah dua periode mempin Kadin Kepri ini menambahkan, selama ini, jika ada persoalan, sangat sulit mengkomunikasikan dengan pemerintah pusat, karena persoalan yang muncul melibatkan banyak lembaga atau kementrian. Sementara, tidak ada lembaga khusus yang menangani yang semacam menteri khusus itu.

“Pak Hatta Radjasa sebenarnya yang paling tepat, tapi kesibukannya yang luar biasa, tidak mungkin menfokuskan diri hanya mengurus BBK,” kata Johannes.

Menurut Johannes, jika ada semacam menteri khusus yang menangani BBK, maka dengan mudah mengontrol kinerjanya. Jika tak berhasil, juga sangat mudah menilainya dan membuat laporan ke pusat supaya diganti.

“Kalau sekarang, kemana kita mau mengadu. Tidak ada yang fokus menangani BBK,” katanya.

Johannes sangat yakin, jika ada semacam menteri khusus yang fokus menangani BBK, maka pertumbuhan ekonomi Kepri akan bisa mencapai 10 digit, seperti yang pernah diraih saat Habibie memimpin Batam.

“Pekan lalu saya ketemu menteri perdagangan, saya bilang, FTZ BBK itu bukan anak haram, karena lahir dari UU. Mendang juga tak menafikan kalau FTZ BBK itu ibarat bayi yang tak besar-besar,” ungkap Johannes. (nur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar