Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Jumat, 17 September 2010

Ribuan Sertifikat Terganjal RTRW





Berita Utama
Jumat, 17 September 2010 08:45 (sumber Batam Pos,versi asli)

Keluhan kalangan pengusaha di Batam tentang tertahannya ribuan sertifikat lahan di Batam sebagai akibat belum adanya persetujuan Menteri Kehutanan (Menhut) atas pelepasan kawasan lindung yang terlanjur menjadi hunian dan kawasan industri, sepertinya belum akan terjawab dalam waktu dekat ini. Pasalnya, Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) belum juga diterbitkan karena harus menunggu persetujuan DPR atas rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Hal itu diungkapkan Kepala Pusat Informasi Kementrian Kehutanan, Masyhud, saat ditemui koran ini di kantornya, Kamis (16/9). Menurut Masyhud, saat ini Tim Terpadu yang terdiri dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemprov Kepri dan LSM masih melakukan kajian tentang pelepasan kawasan lindung di Batam, sekaligus review atas RTRW Provinsi Kepri.

“Sampai saat ini belum diajukan karena Tim Terpadu masih melakukan kajian, hasilnya nanti didiskusikan. Setelah oke di Kemenhut, baru akan diajukan ke DPR karena perubahan dan fungsi dalam luasan tertentu harus mendapatkan izin dari DPR,” ucap Masyhud.

Lebih lanjut Masyhud menjelaskan, sampai saat ini komunikasi dengan Komisi IV DPR yang membidangi urusan kehutanan juga terus dilakukan. Persoalan tata ruang di Kepri yang mencakup pula kawasan lindung di Batam, lanjut Masyhud, masih terus dikaji dan diusahakan secepatnya selesai. “Tahun ini masih dalam proses finalisasi untuk dilaporkan ke DPR,” sebutnya.

Apakah ada deadline waktu yang ditetapkan Menhut, mengingat banyak keluhan tentang sertifikat lahan yang tertahan di BPN karena belum adanya izin pelepasan? Masyhud mengatakan bahwa sama halnya dengan kalangan pengusaha, Kementrian Kehutanan juga ingin persoalan itu cepat selesai.

“Inginnya permasalahan itu tuntas di lapangan dan kita memang men-drive supaya cepat selesai, jadi tidak mengambang terus. Sama kok semangatnya,” ucapnya.

Ditanya mengapa sampai saat ini kajian tak kunjung tuntas, Masyhud mengatakan, temuan Tim Terpadu yang turun ke lapangan memang hasilnya harus dimatangkan dan didiskusikan lagi. “Perlu waktu untuk mengkaji permasalahan di lapangan dari berbagai aspek. Apalagi ini sudah terlanjur (dialihfungsikan). Tapi diusahakan tahun ini, insya Allah,” sambungnya.

Masyhud juga mengatakan, proses pelepasan tetap harus mengacu pada UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebab, kawasan lindung yang sudah terlanjur berlaih fungsi tanpa persetujuan Menteri Kehutanan tidak serta merta dapat diputihkan.

“Kalau dalam bentuk bangunan itu tidak bisa diputihkan dan dimasukkan dalam tata ruang. Proses hukum harus berjalan, jadi tidak serta merta dimasukkan mekanisme RTRW lantas selesai. Harus jelas areal penggantinya,” tandasnya.

Belum Rampung

Sementara itu, anggota panitia khusus (pansus) ranperda RTRW Provinsi Kepri Surya Makmur Nasution yang dihubungi tadi malam membenarkan kalau pembahasan ranperda itu belum rampung.

“Kita masih menunggu hasil kajian tim padu serasi Dephut (tim terpadu) tentang kawasan mana saja di Kepri yang akan jadi hutan lindung dan kawasan mana saja yang boleh jadi lahan komersil,” ujar Surya.

Surya juga mengatakan, pansus sudah beberapa kali bertemu dengan tim padu serasi Dephut untuk mensingkronkan kawasan-kawasan yang di plot jadi kawasan hutan lindung, khususnya untuk wilayah Bintan, Karimun dan Lingga.“Khusus untuk Batam ada pengecualian, karena ada kasus alihfungsi hutan lindung itu, jadi langsung ditangani oleh pusat,” ujar Soerya.

Lalu kapan pansus menyelesaikan pembahasan ranperda RTRW itu? Surya mengatakan, semua tergantung dari hasil kajian tim padu serasi Dephut itu. Pansus tidak mungkin mendahului sebelum kajian selesai, karena prinsipnya, RTRW provinsi tidak boleh bertentangan dengan RTRW nasional. “Kalau semuanya sudah beres, kita segera sahkan,” ujar Surya.

Seperti diketahui, sebelumnya Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya mengatakan hingga saat ini, ribuan sertifikat tanah masih tertahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pasalnya, belum adanya keputusan Menhut tentang pelepasan kawasan lindung di Batam membuat sertifikat tak bisa lagi diperpanjang. “Sampai saat ini belum ada penyelesaiannya,” kata Cahya kepada Batam Pos, kemarin.

Menurut dia, jika tidak segera dituntaskan, masalah lahan di Batam akan berlarut-larut. Selaku Ketua Apindo, Cahya telah berinisiatif menghadap Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. “Sudah bikin janji ketemu langsung dengan Menhut habis Lebaran. Ya, dalam waktu dekat inilah saya akan ke Jakarta,” ungkapnya.

Kepala Bidang Tata Usaha Badan Pertanahan Nasional (BPN) Batam, M Thamsil membenarkan masih tertahannya ribuan sertifikat rumah ini karena tersangkut kasus lahan hutan lindung. Sertifikat itu baru bisa dikeluarkan setelah SK Menhut soal perubahan status itu keluar.

Kendati demikian, Thamsil mengingatkan konsumen yang sertifikatnya tertahan tidak perlu khawatir, karena pemerintah pusat punya komitmen menyelesaikan masalah lahan ini. Komitmen itu terungkap pada pertemuan Gubernur Kepri HM Sani dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Radjasa, pada rapat koordinasi (rakor) tentang pelaksanaan free trade zone (FTZ) di Batam, Bintan dan Karimun (BBK) di Kementrian Koordinator Perekonomian, 12 Agustus lalu.

Saat itu, Hatta mengatakan, areal yang sudah digunakan untuk keperluan industri dan perumahan akan diproses lahan pengantinya, supaya ada kepastian bagi masyarakat dan investor yang ada di Batam.

Bahkan, mantan Menteri Sekretaris Negara itu mengatakan, ada kajian hukum yang dilakukan oleh Deputi Peraturan Perundang-undangan Sekretariat Negara dengan melibatkan interdep. Kajiannya menyatakan areal bekas hutan di Batam bisa dilepaskan.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang hadir dalam rakor tersebut juga meyakinkan, bahwa lahan seluas 2.235,5 hektar di Batam yang awalnya kawasan hutan, sudah ada lahan penggantinya. Bahkan, kata Zulkifli, luas lahan penggantinya kurang lebih 4.000 hektar. Tinggal di-SK-kan saja.

Saat itu, Zulkifli juga mengatakan, tumpang tindihnya areal hutan dengan kawasan industri di Batam sebenarnya sudah ada solusi berupa persetujuan untuk pelepasan hutan dari Komisi Kehutanan DPR yang keluar pada 2006. Hanya saja, pada 2007 terbit UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

“Karena menteri kehutanan menjanjikan akan segera di-SK-kan, maka kita tunggu SK itu. Begitu keluar, maka semua sertifikat yang tertahan di BPN akan segera kita keluarkan. Jadi mohon sabar,” pinta Thamsil. (antoni/nur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar