(Sumber Batam Pos) 14 Desember 2011
Gubernur Kepri HM Sani akhirnya memutuskan Upah Minimum Kota (UMK) Batam sebesar Rp1.402.000, sesuai usulan Dewan Pengupahan Kota Batam. Serikat pekerja menerima, begitu juga pengusaha, meski Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menerimanya dengan berat hati. Keputusan baru UMK Batam 2012 itu dituangkan dalam SK Nomor 555-12/12/2011 dan berlaku mulai 1 Januari 2012.
“Gubernur sudah mempertimbangkan berbagai aspek, khususnya kemananan Batam, sebelum memutuskan nilai UMK Batam 2012 itu,” ujar Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Kepri, Tagor Napitupulu, dalam konferensi pers di Aula Kantor Gubernur Kepri, Selasa (13/12). Tagor ditemani Kabiro Humas dan Protokol Kepri, Misbardi.
Namun demikian, Tagor tak menafikan jika nilai UMK itu bagi pengusaha tertentu memberatkan. Untuk itu, Gubernur Kepri HM Sani memerintahkan Wali Kota Batam segera menghitung penggolongan upah berdasarkan kemampuan usaha atau dikenal dengan sebutan upah sektoral. Antara lain upah sektor pariwisata, industri logam-metal-elektronik (lomenik), sektor usaha kecil, dan sektor lainnya.
Tagor juga mengingatkan, besaran UMK itu wajib dijalankan. Jika ada pelaku usaha keberatan, khususnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), boleh mengajukan surat penangguhan ke Wali Kota dan Dewan Pengupahan Kota Batam. Untuk itu, kata Tagor, Dewan Pengupahan Kota harus proaktif melakukan penghitungan berapa besaran yang pantas yang akan dikenakan kepada pengusaha tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan.
“Memang Apindo meminta nilai UMK ini untuk ditinjau kembali, namun Gubernur tetap menginginkan supaya nilai itu bisa diterima semua pihak,” katanya.
Sebelumnya UMK Batam telah ditetapkan sebesar Rp1.310.000 dengan SK-nomor 532-28/11-2011. Namun karena serikat buruh keberatan akan angka tersebut, akhirnya Gubernur Kepri dengan beberapa pertimbangan melakukan revisi UMK baru dengan nilai Rp1.402.000.
Gubernur juga telah membentuk tim kordinasi peningkatan kesejahteraan pekerja non upah yang bertugas untuk melihat nanti bagaimana kebijakan pemerintah dalam pengenaan besaran harga transportasi yang dikenakan, perumahan pekerja, efisiensi distribusi sembako dan hal lain yang perlu dikaji. “Namun SK-nya belum keluar,” kata Tagor.
Misbardi menambahkan, kenaikan upah bukan hanya di Kepri saja, karena rata-rata kenaikan UMK di seluruh Indonesia mencapai 17-18 persen. “Gubernur melakukan revisi SK nomor 532 menjadi SK Nomor 555 sudah dengan pertimbangan cukup matang. Untuk itu diharapkan kepada semua pihak dapat melihat secara jernih perubahan nilai UMK ini. Kepada pengusaha dapat memahami perubahan ini, kita harapkan roda perekonomian dapat bergerak sesuai yang diharapkan,” kata Misbardi.
Berat Tapi Terima
Sementara itu, Ketua Apindo Kepri Cahya mengatakan, Apindo tetap merasa keberatan dengan kenaikan UMK sebesar 18,8 persen yang dianggapnya mendadak itu. “Ini mungkin angka kenaikan UMK tertinggi di seluruh Indonesia,” katanya.
Tapi, demi keamanan Batam, katanya, Apindo terpaksa harus menerima. “Sekali lagi kami terpaksa menerima keputusan Gubernur demi keamanan Batam,” ujar Cahya.
Banyak Perusahaan Modal Asing (PMA), kata Cahya, yang mempertanyakan mekanisme pembahasan UMK di Batam. Mereka membutuhkan sebuah kenaikan yang bisa diprediksi, sehingga biaya produksi bisa diperkirakan.
“Tidak seperti sekarang yang tiba-tiba naik hampir 20 persen ditambah upah sudulan membuat biaya mendadak jadi tak terduga. Ini yang mereka keluhkan,” tukasnya.
Kalau berat kenapa Apindo tak menempuh jalur hukum? “Kalau hukum sudah tak bisa dihargai, untuk apa Apindo mem-PTUN-kan (keputusan itu). Menang pun tak ada gunanya lagi. Kami menilai merevisi SK Gubernur adalah merusak tatanan hukum yang ada. Ke depan, pembahasan UMK sudah tak penting lagi kalau hukum ini tak bisa ditegakkan,” katanya.
Buruh Menerima Bersyarat
Di tempat terpisah, aliansi serikat buruh Kota Batam mengaku menerima keputusan UMK Batam 2012 sebesar Rp1.402.000, dengan beberapa syarat.
Ketua Konfederasi SPSI Kota Batam, Syaiful Badri, mengatakan, dengan UMK tersebut pemerintah harus membuat kebijakan upah sektoral. Misalnya untuk sektor industri berat, perhotelan, galangan kapal, fabrikasi dan lainnya.
“Dulu upah sektoral perhotelan pernah ada. Tapi karena arogansi pengusaha, upah sektoral itu dihapus,” kata Syaiful.
Syarat kedua, kata Syaiful, pemerintah harus membuat kebijakan-kebijakan untuk melindungi kaum buruh. Salah satunya adalah kebijakan menekan harga kebutuhan pokok atau sembako.
Sebab, kata dia, kenaikan UMK merupakan hal yang sia-sia jika harga kebutuhan pokok juga ikut melambung. Untuk itu dia berharap pemerintah membuat langkah nyata untuk mewujudkan sembako murah bagi masyarakat, terutama kaum buruh.
“Seperti tahun lalu, UMK naik Rp70 ribu tapi harga kebutuhan naik Rp150 ribu. Kan jadi percuma saja,” katanya.
Hal senada disampaikan Konsulat Cabang SPMI Kota Batam, Untung Wardani. Pihaknya mengaku terpaksa menerima penetapan UMK sebesar Rp1.402.000 asalkan pemerintah bisa menjamin harga sembako di pasaran tetap murah.
“Yang paling penting kontrol harga sembako. Supaya kenaikan UMK ini menjadi berarti bagi buruh,” katanya.
Baik Syaiful maupun Untung mengatakan, serikat buruh tetap menghargai keputusan Gubernur Kepri yang menetapkan UMK Batam 2012 sebesar Rp1,4 juta. Meskipun sebenarnya angka tersebut masih jauh dari layak untuk kalangan pekerja di Batam.
“Kita tetap menghormati keputusan itu,” kata Untung.
Aliansi serikat buruh Kota Batam menjamin tidak akan tidak akan ada aksi demo menyusul hasil keputusan UMK tersebut.
Tunda Kenaikan PPJ
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepri, Johannes Kennedy Aritonang mengungkapkan, Kadin mendukung Upah Minimum Kota (UMK) Batam yang sudah diteken Gubkepri, HM Sani sebesar Rp1.402.000. Namun, ia meminta pemberlakuan kenaikan Pajak Penerangan Jalan (PPJ) yang diatur dalam Perda 5/2011 tentang PPJ.
“Kadin tetap mendukung kebijakan UMK, karena sudah jadi keputusan pemerintah. Kadin selanjutnya akan berinteraksi terhadap pengusaha, guna mendengar keluhan mereka terhadap UMK tersebut,” kata John Kennedy kepada Batam Pos, kemarin sore (13/12).
Sejauh ini, kata John, pengusaha memahami tuntutan buruh terhadap UMK tersebut. Sebab, fenomena secara nasional menunjukkan bahwa upah di Batam lebih rendah dari daerah penyeimbang lainnya. “Pengusaha bisa memaklumi, tapi pemerintah juga harus memperbaiki inefisiensi,” tambahnya.
Perbaikan inefisiensi, kata dia, antara lain menekan biaya hidup. “Kita minta biaya hidup ditekan dan PPJ jangan diberlakukan, tujuannya supaya beban pengusaha jangan terlalu berat akibat kenaikan UMK yang cukup drastis,” paparnya.
Jika Perda 5/2011 diberlakukan dan PPJ dipungut ke pembangkit listrik swasta, maka hal itu akan sangat memberatkan kawasan industri.
“Pembangkit listrik itu kan yang punya kawasan industri. Kalau PPJ dipungut ke pembangkit listrik swasta, maka pembangkit listrik swasta akan memungut kembali ke tenant, maka akan kena PPJ lagi. Padahal, UMK juga naik cukup drastis, jadi PPJ dipungut lagi maka bebannya akan maki berat,” paparnya.
“Kita ingin daya saing Batam tetap terpelihara, jangan sampai timbul keresahan baru. Itu harapan kami ke pemerintah supaya serius untuk tidak memberlakukan dulu PPJ,” katanya. (cr11/med/par/hda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar