batampos.co.id – Kegiatan ekspor dan impor dari
hasil industri pengolahan di Batam turun drastis dalam setahun terakhir.
Asosiasi Tenaga Ahli Kepabeanan (ATAK) Batam mencatat penurunan terjadi
hingga 50 persen.
“Sepi. Kami melihatnya berdasarkan aktivitas pengurusan dokumen
keluar masuk barang industri,” kata Ketua ATAK Kota Batam, Sunaryo,
Jumat (7/4).
Sunaryo menjelaskan barang keperluan industri sudah mencakup
kebutuhan galangan kapal dan manufaktur. Sepinya impor barang baku ke
Batam menandakan kegiatan industri pengolahan di Batam juga tengah lesu.
Dan otomatis kegiatan ekspor barang hasil industri juga menurun.
“Dulu urus dokumennya sampai kerepotan. Sekarang lengang sekali,” imbuhnya.
Kondisi ini juga berimbas pada aktivitas industri, khususnya di
sejumlah perusahaan manufaktur. Banyak perusahaan yang mengurangi jumlah
karyawan karena minimnya kegiatan produksi. “Dulu banyak lemburnya.
Sekarang untuk produksi normal selama delapan jam sehari saja sudah
sulit,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lalu Lintas Barang Badan
Pengusahaan (BP) Batam, Tri Novianta Putra, mengakui bahwa aktivitas
industri pengolahan di Batam memang menurun dibanding tahun-tahun
sebelumnya.
“Penyebabnya adalah masalah global seperti penurunan harga minyak, hasil pertambangan, minerba dan lainnya,” jelasnya.
Imbasnya, banyak perusahaan manufaktur maupun galangan kapal di Batam
sepi order. “Kita akui sangat sepi order. Karena order dari tempat lain
lah yang mampu menggerakkan ekonomi dari industri pengolahan,”
jelasnya.
Novi, sapaan akrab Tri Novianta, mengaku sepinya order mengakibatkan
turunnya pendapatan tenaga kerja. “Jika order ada untuk perusahaan
galangan kapal, oil, manufaktur, maka ekonomi Batam akan berputar.
Karena nilai order-order tersebut sangat besar,” jelasnya lagi.
Pihaknya, kata Novi, tengah berupaya untuk menciptakan berbagai
kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Batam. Ia mengakui
investasi sebesar 441 juta dolar Amerika yang masuk saat ini lewat
program Izin Investasi 3 Jam (i23J) belum cukup untuk menopang roda
perekonomian. “Ternyata yang menggerakkan ekonomi Batam dari sisi
order,” ungkapnya.
Dulu ada wacana untuk membangun tempat pengolahan barang tambang atau
smelter di Pulau Bintan. Dengan pembangunan tersebut maka aktivitas
laut akan meningkat sehingga berpengaruh pada Batam. “Namun ternyata
kontur dan air di wilayah Kepri ini tidak cocok untuk pembangunan
smelter,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro juga mengakui jika
aktivitas industri di Batam sedang lesu. baik industri galangan kapal
maupun industri manufaktur. Penyebabnya, kata dia, karena terdampak
ekonomi global yang sedang melambat.
Akibatnya, jumlah pesanan dari luar negeri ke Batam juga semakin
menurun. Sehingga kegiatan impor bahan baku ke Batam sangat sepi.
“Dan otomatis ekspor hasil industri juga turun drastis,” katanya.
Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam juga mencatat nilai
ekspor-impor Batam terus menurun. Untuk ekspor Kota Batam pada bulan
Desember 2016 mencapai 587,76 juta dolar AS atau mengalami penurunan
sekitar 16,45 persen dibanding ekspor bulan November 2016. Begitupun
bila dibandingkan dengan ekspor pada periode yang sama pada 2015, ekspor
bulan Desember 2016 ini mengalami penurunan sekitar 7,59 persen.
Selama tahun 2016 lalu, nilai ekspor Kota Batam mencapai 8,41 miliar
dolar AS. Realisasi tersebut turun sekitar 18,90 persen dibandingkan
dengan nilai ekspor sepanjang tahun 2015.
Penurunan juga terjadi pada kegiatan impor. Pada bulan Desember 2016,
impor Kota Batam tercatat mencapai 473,88 juta dolar AS atau mengalami
penurunan sekitar 1,78 persen dibanding ekspor bulan November 2016.
Begitupun bila dibandingkan dengan impor bulan Desember 2015, impor
bulan Desember 2016 ini juga mengalami penurunan yaitu sekitar 6,77
persen.
Secara keseluruhan, nilai impor Kota Batam sepanjang tahun 2016
mencapai 6,13 miliar dolar AS atau turun sekitar 9,86 persen jika
dibandingkan dengan nilai impor selama tahun 2015. (leo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar