Ribuan warga Baloi Kolam (Dam Baloi) demo di depan kantor PemkoBatam setelah demo di depan BP Batam, Selasa (19/7/2016). Foto: eggi/batampos.co.id
batampos.co.id – Sengketa lahan Dam Baloi atau Baloi
Kolam antara ribuan warga yang menghuni lahan yang telah dialokasikan
ke 12 perusahaan tersebut ternyata penyelesaiannya tak semudah yang
dibayangkan.
Hal ini diakui oleh Deputi III Badan Pengusahaan (BP) Batam, Eko Santoso Budianto.
“Lahan itu memang sudah dialokasikan ke 12 perusahaan sejak 2004.
Namun karena tak kunjung mendapat surat keputusan (skep) dan surat
perjanjian (SPJ) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), maka tak bisa
dikelola sampai sekarang,” ujar Rko, Rabu (20/7/2016) di BP Batam kepada
koran Batam Pos (grup batampos.co.id), Kamis (21/7/2016).
Menurut Eko, selain izin yang belum keluar dari Kemenkeu, persoalan
mendasar juga muncul lahan tersebut kini dihuni ribuan warga dan
memiliki kartu tanda penduduk (KTP) resmi. Mereka menolak digusur karena
telah merasa menjadi penduduk sah di sana.
“Membereskan ini bukan sehari dua hari,” ungkapnya.
Eko melanjutkan untuk bisa merelokasi warga Baloi Kolam harus ada kajian hukum. Menurutnya, pemindahan itu sebenarnya kewajiban pemilik lahan. Namun,
pemilik lahan belum resmi dapat izin, maka jadi kewajiban BP Batam.
“Konsekuensinya itu tadi, UWTO 12 perusahaan tersebut dikembalikan,” tegasnya.
Namun pria berambut putih ini mengaku tak berani memutuskan hal
serumit ini. Persoalan ini aka ia bawa ke Dewan Kawasan (DK) Batam untuk
dibahas bersama.
“Ini merupakan kajian menyeluruh menyangkut ribuan kepala keluarga.
Persoalan lahan itu memang harus jelas, kalau tidak begini nih jadinya.
Jadi masalah lahan harus diperjelas ke depannya,” tegasnya.
Eko meminta semua pihak tenang, termasuk warga karena persoalan ini
akan diselesaikan dengan memperhatikan aspek hukum atau legalistas dan
lain sebagainya.
Ia berharap pada pembahasan dengan DK yang memang memiliki kewenangan terkait lahan bisa ada solusi terbaik. (leo/bp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar