Dam Baloi dilihat dari udara. Foto: dokumentasi PT ATB
batampos.co.id – Deputi III Badan Pengusahaan (BP)
Batam, Eko Santoso Budianto mengatakan ada 12 perusahaan yang telah
mendapat alokasi lahan di Baloi Kolam, Batam sejak 2004. Namun, karena
tak kunjung mendapat surat keputusan (skep) dan surat perjanjian (SPJ)
dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), maka tak bisa dikelola sampai
sekarang.
“Karena di wilayah tersebut ada barang-barang milik negara, harus ada
izin dulu dari Menkeu untuk memindahkannya,” kata Eko di Gedung
Marketing BP Batam, Rabu (20/7/2016).
Deputi III BP Batam ini juga mengakui Baloi Kolam memiliki sejarah
yang cukup panjang. Dahulu merupakan kawasan yang tak boleh dibangun
karena terdapat waduk di sana.
“(Tapi kemudian) bisa dialokasikan karena pada akhirnya dilakukan pertukaran lokasi waduk di wilayah Tembesi,” jelasnya.
Menurut Eko, pokok persoalannya berasal dari sana. Saat ini ribuan
kepala keluarga menempati lahan tersebut dan memiliki kartu tanda
penduduk (KTP) resmi. Mereka menolak digusur karena telah merasa menjadi
penduduk sah di sana.
“Dua hal ini bisa diperdebatkan dan memang ini warisan dari pendahulu
(BP Batam) sebelumnya yang harus kami bereskan. Bukan sehari dua hari
menyelesaikan ini,” ungkapnya.
Eko melanjutkan untuk bisa merelokasi warga Baloi Kolam harus ada kajian hukum.
“Pemindahan itu sebenarnya kewajiban pemilik lahan, namun karena
belum resmi dapat izin, maka jadi kewajiban BP Batam. Dan konsekuensinya
UWTO 12 perusahaan tersebut dikembalikan,” tegasnya.
Pria berambut putih ini mengungkapkan ia tak berani memutuskan hal
serumit ini. Ia berencana membawa persoalan ini ke Dewan Kawasan (DK)
Batam untuk dirapatkan bersama.
“Ini merupakan kajian menyeluruh menyangkut ribuan kepala keluarga.
Ternyata begini nih, lahan harus diperjelas ke depannya,” ujarnya.
Sekadar mengingatkan, hutan Lindung Dam Baloi atau disebut juga Baloi Kolam luasnya mencapai 119,6 hektare.
Lahan tersebut sudah dialihfungsikan menjadi area peruntukan lain
(APL) untuk menjadi kawasan bisnis, jasa, properti, dan fasilitas umum
lainnya.
Status Hutan Lindung Baloi, resmi dicabut di era Menteri Kehutanan,
Zulkifli Hasan. Ditandai terbitnya dua Surat Keputusan (SK) Menteri
Kehutanan (Menhut) No. 724/menhut-II/2010 tentang penetapan kawasan
Hutan Lindung Sei Tembesi seluas 838,8 hektar sebagai pengganti hutan
lindung Baloi.
Kemudian SK No. 725/menhut-II/2010 tentang pelepasan kawasan Hutan Lindung Baloi seluas 119,6 hektar.
Kedua SK tersebut ditekenm tertanggal 30 Desember 2010. SK Menhut itu
diserahkan Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasansaat itu kepada Walikota
Batam Ahmad Dahlan dan Ketua Badan Pengusahaan (BP) Batam Mustofa
Widjaja pada 25 April 2011 di Graha Kepri, Batam.
Siapa pemilik lahan seluas 119,6 hektare itu? Data BP Batam ada 12
perusahaan yang tergabung dalam satu konsorsium yang menjadi pemilik
lahan di eks Dam Baloi. Kesemuanya pengusaha besar di Batam, termasuk
perusahaan properti di Batam. (leo/opi/batampos/nur)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar