Suasana di galangan kapal yang menjadi sektor investasi perusahaan asing yang berada di kawasan industri galangan kapal Tanjung Uncang, Batuaji. F.Rezza Herdiyanto/Batam Pos
batampos.co.id – Sejak awal pengembangannya, Batam digadang-gadang menjadi kawasan andalan Indonesia untuk menggerakkan perekonomian di bidang industri maupun lalu lintas perdagangan internasional. Batam dicanangkan menjadi lokomotif penggerak ekonomi Indonesia, khususnya di wilayah barat.
Awalnya, Batam merupakan basis logistik minyak bumi di Pulau Sambu pada 1960-an, kemudian berubah status menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sesuai UU Nomor 36/2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2000 yang kemudian diimplementasikan melalui PP 46/200 tentang Free Trade Zone (FTZ). Status Batam hingga saat ini, perkembangannya ditopang dengan iklim investasi.
Untuk menggerakkan iklim investasi, tentu pemerintah wajib mempunyai kebijakan memberi kemudahan kepada setiap investor yang masuk.
Namun apakah cukup di situ saja? Jawabannya, tidak.
Kondisi kawasan, sosial politik, keamanan dan kenyamanan berusaha menjadi salah satu pertimbangan investor juga.
Namun dalam perjalanannya, perkembangan politik di dalam negeri turut memengaruhi kondisi iklim investasi di Batam. Meski begitu, Batam dianggap masih tetap menarik di mata investor.
Baik dari dalam maupun luar negeri.
Setidaknya, hal ini bisa dilihat dari daftar rencana investasi yang akan masuk Batam. Saat ini sudah ada tujuh rencana investasi skala besar yang akan berjalan di Batam.
Antara lain pengembangan jasa pelayanan medis, distrik finansial atau biasa disebut offshore banking, hidroponik, proyek damai ecowisata di Tanjungpiayu, shipyard dari Rusia, serta proyek Welcome to Batam di Batam Center.
“Investor dari Australia dan Singapura serta Korea datang buat jasa kesehatan jantung di Rumah Sakit BP (RSBP) Batam. Nanti RSBP akan punya klinik life stem cell dan lainnya. Selama ini, banyak orang berobat ke Singapura, nanti cukup di RSBP saja,” ujar Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Eddy Putra Irawadi beberapa waktu lalu.
Mengenai distrik finansial masih akan dibahas dengan investor dari Singapura. Rencananya, distrik finansial ini akan menjadi sebuah kawasan ekonomi khusus (KEK) nantinya.
“Sedangkan hidroponik, ada 13 hektare lahan di Pulau Nipah yang akan dibuat lahan hidronik oleh pengusaha dari Jakarta,” katanya.
Mengenai proyek wisata di Tanjungpiayu, Eddy mengatakan, itu juga tengah dirancang oleh investor asal Xiamen, Tiongkok.
Kemudian untuk galangan kapal, BP Batam masih bicara intensif dengan Pemerintah Rusia.
“Shipyard dari Rusia akan fokus untuk ekspor dan memasukkan barang berteknologi tinggi,” ujarnya.
Untuk jasa pelayanan medis, selain RSBP, investor dari negara bagian Tatarstan di Rusia akan membangun industri halal, terdiri dari islamic financial dan produk halal.
Selanjutnya, ada proyek investasi yang akan memanfaatkan landmark Welcome to Batam. Grup Sarinah akan membangun factory world outlet di depan landmark Batam tersebut.
“Dari barang Nganjuk (Jawa Timur, red) sampai Nagoya ada di sana nanti. Ini sudah dibahas, tapi saya tak berwenang beri lahan, di Dewan Kawasan (DK),” ucapnya.
Dari daftar tersebut, Tatarstan tampaknya serius mengembangkan pasar produk halal di Batam. Tatarstan melihat keberadaan Batam sebagai daerah kawasan perdagangan bebas dan kawasan ekonomi khusus serta potensi pasar di Indonesia dengan jumlah penduduk muslim mencapai ratusan juta penduduk.
“Sehingga produk halal serta berbagai fashion muslim juga dapat menjadi pasar tersendiri di Indonesia,” ungkapnya.
Eddy mengatakan, hasil yang dicapai dari promosi Batam di Rusia ini adalah Dubes Indonesia di Rusia akan membawa delegasi bisnis untuk melakukan investasi di Batam pada tahun ini juga.
“Dengan beberapa potensi usaha terutama yang berkaitan dengan manufaktur dan sektor jasa yang ditawarkan BP Batam,” ucapnya.
Batam juga menjadi sasaran dari proyek dirgantara. Perusahaan milik anak-anak dari Presiden Ketiga Indonesia BJ Habibie yang bernama Ilthabi Rekatama menggunakan lahan seluas 70 hektare yang berlokasi di sebelah hanggar Lion Air di Bandara Hang Nadim, Batam. Ilthabi akan memproduksi pesawat R-80 yang dirancang oleh BJ Habibie.
Perihal tersebut dibenarkan oleh Direktur Badan Usaha BUBU Hang Nadim, Suwarso. Ia mengatakan putra-putra dari BJ Habibie sudah serius dengan rencana pembangunan pabrik pesawat tersebut.
“Mereka sudah melihat lokasi di sebelah Lion. Luasnya sekitar 50 hingga 70 hektare dan berminat pengembangan di sini. Maka 2024 akan segera beroperasi,” ujar Suwarso.
Suwarso menyatakan, dalam waktu dekat kedua belah pihak baik Ilthabi dan BP Batam akan melaksanakan penandatanganan kerja sama.
“Kondisi lahannya sendiri sudah 40 persen clean and clear. Kami akan memproses secepatnya,” ujarnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar