|
BATAM, BP Batam - Badan Pengusahaan
(BP) Batam melalui Direktorat PTSP bekerjasama dengan Himpunan Kawasan
Industri (HKI) Batam menggelar acara coffee morning bertema Implementasi
PP 78/2015 tentang Pengupahan dan Penerapan Struktur Skala Upah
Perusahaan di Balairungsari Lt. 3, Gedung BP Batam pada Rabu
(23/12/2015).
Narasumber acara tersebut diundang langsung dari
Kemennaker, Direktur Pengupahan, Dra. Adriani, Ma. dan untuk tertib
acara dipandu oleh Ketua HKI Kepri, O.K Simatupang.
O.K
Simatupang mengatakan dengan diskusi terbuka akan menemukan solusi
mengatasi persoalan upah tenaker dimana rentetannya nanti kepada upah
minimum kota Batam.
"HKI ingin menginisiasi
terbentuknya sektoral usaha untuk peningkatan upah minimum tenaga kerja
di Kota Batam," kata OK Simatupang.
Sedangkan Dra.
Andiani dalam pemaparannya menekankan mengapa peraturan pemerintah
harus diselesaikan. Ia menjelaskan PP 78 /2015 mengacu pada UU no 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"UU no 13
menjadi tolak ukur pemerintah dalam merumuskan penetapan peraturan
setelahnya yakni PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan dan penerapan skala
upah di perusahaan," ujar Andiani.
Selain itu,
meningkatnya arus barang dan jasa di tahun 2016 dimana diterapkannya
Masyarakat Ekonomi Asean menjadi dalil terbentuknya PP tentang
pengupahan.
"PP dibentuk agar bagaimana
semuanya menjadi baik, tidak ada lagi di masing masing pihak merasa
dirugikan kemudian perlu dukungan dari setiap pelaku terkait,"
ungkapnya.
Andiani melanjutkan, pengupahan dapat
dikatakan layak jika itu adil, layak, bersaing, terjangkau, dimengerti
karyawan, tidak bertentangan dengan peraturan perundangan, dan menunjang
keberhasilan perusahaan.
"Upah ditetapkan oleh
Gubernur, Gubernur tidak boleh menambah satu rupiah pun dari upah yang
telah disepakati baik itu UMK dan UMP," katanya.
Adanya
sektor jenis usaha unggulan menjadi primadona pekerja untuk
meningkatkan skala upah. Namun Andriani menjelaskan harus berdasarkan
kajian dan penelitian dimana dapat disepakati bersama seberapa mampu
atau besar upah minimum sektoral pada jenis usaha di suatu daerah yang
diinginkan.
Saat sesi diskusi peserta banyak
menannyakan tentang mekanisme penetapan upah sektoral, peninjauan upah
setiap tahun, sinkronisasi antara UU no 13 dengan PP 78, prosedural
penetapan peraturan perundangan, struktur skala upah, kepastian hukum,
dan asosiasi pengusaha sektoral. Ia menjawab bahwa pemerintah untuk
mengatur upah mimimum merupakan bentuk kepedulian pemerintah agar tidak
terjadi eksploitasi tenaga kerja dan dalam menerapkan struktur skala
upah harus dibimbing oleh konsultan yang berkompeten.
Sementara,
Deputi Bidang Pelayanan Umum, Fitrah Kamaruddin mengatakan bahwa tujuan
coffee morning tersebut adalah menjalin kerjasama dan meningkatkan
silaturahmi antara instansi pemerintah, pelaku bisnis dan serikat
pekerja. Acara tersebut fokus membahas tentang pengupahan pekerja untuk
peningkatan iklim investasi di Batam.
"BP Batam
dengan HKI bertekad untuk selalu peduli pada kesejahteraan masyarakat,
dimana kami bersinergi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif
dengan tidak merugikan pihak lain dan selalu mencari solusi atas
permasalahan yang muncul terutama terkait investasi," kata Fitrah.
Hadir
dalam acara tersebut Direktur PamOBVIT, Yusri Yunus, Kabid Hubungan
Isdustrial dan syarat kerja Disnaker, Sriyanto, Ketua HKI Batam, Tjaw
Hioeng dan perwakilan serikat pekerja dari Konfederasi Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (KSBSI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI),
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar