Kepala BP Batam (kemeja putih ujung kanan) saat ramah tamah dengan pejabat Kepri di Morning Bakery Kepri Mall, Kamis (12/1). F Cecep Mulyana/Batam Pos
batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam akan
segera merilis tarif baru sewa lahan (UWTO) dalam waktu dekat.
Penerbitan tarif UWTO ini diharapkan dapat menormalkan kembali layanan
perizinan dan alokasi lahan yang sempat terhenti sejak November tahun
lalu.
Namun Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro mengatakan, alokasi lahan
baru nanti akan lebih diprioritaskan untuk pembangunan kawasan
industri. Hatanto berharap, para pengusaha tidak lagi berorientasi
membangun properti, khususnya rumah toko (ruko), tetapi lebih fokus
membangun industri.
“Batam ini sudah dikenal dengan sejuta ruko. Bukan sejuta industri.
Yang membawa kemajuan untuk Batam itu industri. Bukan ruko,” kata
Hatanto usai coffee morning dengan Polda Kepri di Kepri Mall, Batam, Kamis (12/1).
Terkait tarif baru yang akan segera dirilis, Hatanto mengatakan itu
merupakan hasil revisi di Dewan Kawasan (DK) Batam beberapa waktu lalu.
Menurutnya, tarif baru tersebut akan diberlakukan pada minggi ketiga
bulan ini.
“Sudah dikeluarkan dari Jakarta, kenaikan antara 100 persen dan tertinggi itu hanya 150 persen,” kata Hatanto.
Menurut dia, struktur tarif yang ditetapkan oleh BP Batam tampaknya
tak akan berbeda jauh dengan yang diatur dalam Perka No 19/2016. Meski
begitu, ada sejumlah pembagian tarif untuk perumahan. Seperti untuk
lahan perumahan sampai 100 meter.
“KSB (kaveling siap bangun, red) lebih rendah lagi. Itu wajar. Dulu
dibayar (UWTO) ke BP murah saja. Tapi dijual bisa lebih tinggi,” ujar
Hatanto.
Dikatakannya, BP Batam sebenarnya tida menemukan kendala mendalam
dalam perampungan besaran UWTO dalam Peraturan Kepala (Perka) BP Batam
yang baru. Namun, BP sempat kerepotan dengan sistem online yang akan
mendukung pelayanan perizinan lahan.
“Sistem online harus diganti karena masih mengacu pada Perka sebelumnya. Sekarang sudah baru, jadi semua harus dievaluasi,” terangnya.
Karenanya, Hatanto berharap masyarakat dan pengusaha bersabar
menunggu perbaikan sistem online tersebut. Sehingga saat Perka baru
diluncurkan, layanan lahan dan sektor-sektor terkait bisa diproses
secara menyeluruh.
“Kasihlah waktu, kami sedang bereskan sistemnya terlebih dahulu,” ungkapnya.
Perka terbaru ini merupakan pengganti Perka Nomor 19 Tahun 2016
tentang tarif layanan lahan termasuk tarif Uang Wajib Tahunan Otorita
(UWTO) dan tarif pengurusan dokumen Izin Peralihan Hak (IPH).
Sebelumnya Perka Nomor 19 tersebut ditolak mentah-mentah oleh seluruh
elemen masyarakat di Batam. Alasannya adalah kenaikan tarif hingga 600
persen dengan batasan waktu yang tidak ditentukan. Imbasnya, industri
properti terhambat.
Selain besarannya, klasifikasi tarif UWTO juga dirombak. Jika tarif
lama menggunakan konsep zonasi per kelurahan dan dibagi atas 41
sub-peruntukan, maka dalam revisi pengganti nanti konsepnya dikembalikan
pada konsep awal. Dimana tarif bersifat tarif tunggal per kecamatan dan
dibagi atas sejumlah peruntukan seperi pemukiman, bisnis, industri, dan
lainnya.
Dalam tarif baru ini, kenaikan paling tinggi adalah 150 persen untuk
peruntukan bisnis. Sedangkan untuk perumahan 100 meter kebawah tak ada
yang naik.
Dalam kesempatan itu Hatanto juga menegaskan bahwa BP Batam sudah
punya Standar Prosedur Operasional (SOP) tetap terkait penarikan lahan
tidur. Selama ini, penarikan terhadap sejumlah lahan tidur yang
dilakukan oleh BP Batam berpedoman kepada SOP tersebut.
Dia menyebut, saat ini sudah delapan lahan milik tujuh perusahaan
yang dicabut BP. Sebenarnya, kata dia, ada lebih banyak lagi lahan yang
berpotensi dicabut. Namun karena melalui berbagai mekanisme dan aturan,
ada banyak lahan yang akhirnya tak dicabut.
“Bukan hanya ngomong kemudian cabut,” sebutnya. (leo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar