batampos.co.id – Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak
akan lagi menerima permohonan izin alokasi lahan baru. Mulai tahun ini,
BP Batam akan menggunakan sistem lelang untuk mengalokasikan 2.000
hektare lahan yang tersisa.
Kepala Bidang Evaluasi Lahan dan Bangunan BP Batam, Harry Prasetyo
Utomo, mengatakan dengan sistem ini pengusaha tidak bisa lagi mengajukan
izin lahan sesuai dengan keinginan mereka. Sebaliknya, BP Batam lah
yang akan menawarkan lahan di lokasi tertentu dengan peruntukan sesuai
dengan keinginan dan perencanaan BP Batam.
“Batam ini lahan negar. Jadi sekarang negara yang punya selera, bukan
menuruti selera pengusaha lagi,” kata Harry, Selasa (21/2).
Harry menjelaskan, sistem lelang ini akan dilakukan secara online.
Sehingga ia menjamin pelaksanaannya akan lebih transparan. Dengan sistem
ini, pengusaha atau calon investor yang berminat dengan lahan yang
dilelang, diharuskan menyusun rencana bisnis terlebih dahulu.
Namun sebelum dilelang, BP Batam akan memastikan lahan tersebut sudah
siap bangun. Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan status lahannya akan
diselesaikan oleh BP Batam (clean and clear)
“Prosesnya saat ini 75 persen sudah HPL. Ada percepatan proses
pembuatan HPL melalui kerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN),”
katanya.
Setelah selesai, maka BP Batam akan mengunggah data tentang lahan
yang belum dialokasikan berikut peruntukan dan tarifnya di website resmi
mereka. Investor tinggal memanfaatkannya dan menentukan di mana lahan
yang mereka inginkan untuk berinvestasi.
Sedangkan untuk lahan telantar, BP Batam tetap menjalankan evaluasi
berkelanjutan. “Pemilik alokasi lahan harus sampaikan laporan rutin ke
BP Batam. Kalau tidak akan terus diintai,” jelasnya.
BP Batam juga akan melarang para pemilik alokasi lahan memagari lahan yang dialokasikan.
“Jangan merasa punya hak hanya dengan memagari lahan. Pagar bukan bagian dari pembangunan. Pasti akan dibereskan,” jelasnya.
Saat ini, BP Batam telah memanggil 178 perusahaan atau perorangan
pemilik lahan telantar. Dan dari jumlah tersebut, sebanyak 400 titik
lahan telah diketahui prosesnya hingga di mana.
“Mulai urus izin hingga seterusnya,” jelasnya.
Kebijakan baru ini tidak mendapat respon yang cukup baik dari
kalangan pengusaha Batam. Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam,
Jadi Rajagukguk mengatakan melakukan kebijakan tersebut tidak
sepenuhnya mudah seperti yang dibicarakan.
“Tak semudah itu. Lahan-lahan yang tersisa harus disesuaikan dengan
induk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)-nya Pemerintah Provinsi (Kepri)
dan Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Supaya peruntukannya bisa
diselaraskan,” jelasnya.
Untuk menyeleraskan zona peruntukan harus berkoordinasi dengan
kalangan masyarakat, pengusaha dan juga pemerintah. Jika tidak
dilakukan, maka tata ruang wilayah bisa berantakan.
Sebelumnya, Jadi menuturkan BP Batam berniat membangun wilayah
Sekupang menjadi kawasan pariwisata. Padahal di sana sudah ada industri
dan galangan kapal.
“Jangan sampai kawasan industri jadi pariwisata, nanti akan merugikan tata kelola yang sudah ditentukan,” katanya.
Selama setahun, Jadi menganggap BP Batam telah merugikan dunia usaha
karena berbagai kebijakannya yang dianggap tidak pro bisnis.
“Sekalipun punya HPL, koordinasikan dengan yang lain. Karena yang membangun Batam ini adalah pengusaha di Batam,” tegasnya.
Sedangkan pengamat kebijakan ekonomi Politeknik Negeri Batam, Muhamad
Zaenuddin, berpendapat bahwa sistem lelang online harus melihat RTRW
suatu wilayah.
“Pada dasarnya RTRW dibuat bersama DPRD. Dengan begitu maka akan
terlihat pemetaan lahan dengan jelas berikut juga peruntukannya,”
jelasnya.
Awalnya, Batam memang diperuntukkan khusus untuk industri dan
investor sehingga yang namanya kepemilikan secara penuh itu tidak ada.
Sehingga tarif Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) itu ada.
“Memang dulu alokasi untuk industri. Namun perkembangan saat ini
pemukiman menjadi padat. Harus ada penyesuaian kebijakan yang
berdasarkan Undang-Undang,” jelasnya.
Zaenuddin menilai permasalahan yang ada di Batam tidak akan bisa
diselesaikan jika hanya mengurai problem di hilir alias masalah
kebijakan. Sementara problem yang sesungguhnya ada di hulu adalah
keberadaan dua lembaga pemerintahan, yakni BP Batam dan Pemko Batam.
“Pemerintah pusat harus mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan hal ini,” katanya. (leo)
, jika Tak Diurus, BP Batam Ancam Cabut Izin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar