DUKUNGAN agar Batam dijadikan daerah otonomi khusus perekonomian terus berdatangan.
Anggota
Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, dan kalangan
pengusaha pun setuju diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (perppu) untuk mewujudkan hal itu secepatnya.
Menurut Sidarto, Batam harus dikelola secara khusus.
"Saya
setuju kalau (Batam) dikelola oleh satu badan. Kalau ada perppu (Batam
bisa dikelola) badan baru atau badan yang ada diperkuat," katanya saat
dihubungi di Jakarta, kemarin.
Ia menekankan, Batam sulit berkembang jika masih ada dualisme pengelola, yakni Pemkot Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Padahal, dulu Batam dibangun untuk bisa mengimbangi kemajuan Singapura.
Saat ini, tukas Sidarto, waktu yang tepat untuk membenahi pengelolaan Batam.
Sebelumnya,
dalam seminar bertajuk Quo Vadis Batam: Kembali ke Cita-Cita Awal yang
digelar Media Indonesia, pekan lalu, pakar hukum tata negara Jimly
Asshiddiqie mengatakan, untuk mengakhiri dualisme pengelolaan Batam,
yakni dengan menjadikan kawasan itu sebagai daerah otonomi khusus
ekonomi.
Untuk merealisasikannya, Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi PAN Teguh Juwarno meminta Presiden menerbitkan perppu.
Ketua
Umum Kamar Dagang dan Indonesia (Kadin) Rosan Roslani juga mendukung
Batam menjadi daerah otonomi khusus ekonomi untuk mengembalikan semangat
dan cita-cita awal Batam sebagai lokomotif perekonomian nasional.
Menurutnya, kondisi Batam sekarang ini memprihatinkan di sisi investasi dan bisnis.
"Memang kami juga mendapat laporan bahwa investor jadi turun minatnya."
Namun, kata Rosan, penerapan otonomi ekonomi khusus bagi Batam harus menyeluruh sehingga tak ada konflik kelembagaan lagi.
Kadin
mendorong pemerintah agar bergerak cepat melakukan perubahan di Batam
untuk kembali ke cita-cita awal sebagai kawasan industri yang mampu
bersaing dengan kawasan industri di negara lain.
Pelaku usaha di
Batam juga setuju jika pemerintah memberlakukan otonomi khusus sebab
selama ini Batam hanya menjadi alat bagi daerah lain di Kepulauan Riau.
"Artinya,
masyarakat di Kepri merasa berhak atas Batam seperti Tanjung Balai
Karimun, Tanjung Pinang, dan Lingga. Seharusnya tidak begitu," kata Andi
Maslan, Direktur PT Lapech Tech.
Menurut dia, pekerja di Batam sebagian besar berasal dari luar Batam seperti Jawa.
Jika
pemerintah pusat menerapkan otonomi khusus perekonomian, berarti mereka
telah mewakilkan Batam sebagai daerah yang bebas dari pengakuan suku
tertentu.
Daerah mafia
Hal senada dikatakan Irawan, salah seorang tokoh masyarakat di Batam.
Ia meminta pemerintah pusat tegas untuk mengakhiri dualisme pengelolaan di Batam.
Soal lahan di Batam, misalnya, harus diambil alih pemerintah pusat.
Salah
satu bukti kenapa otonomi khusus di Batam harus segera diterapkan ialah
banyaknya lahan tak bertuan yang dikuasai orang-orang tertentu seperti
Pulau Rempang dan Galang.
"Ini harusnya tidak terjadi. Pusat
mencla-mencle terhadap Batam. Siapa yang berkuasa tidak jelas. Ibarat
daerah mafia yang tidak bertuan," tandasnya.
Akademisi dan staf ahli Kadin Batam Mohammad Gita mengakui ada ketimpangan di Batam.
"Kuncinya
sekali lagi. Pemerintah pusat maunya apa? Kalau mau otonomi khusus, ayo
laksanakan. Jangan tunggu sampai ekonomi Batam di titik nadir baru
diselamatkan."
Juru Bicara Presiden, Johan Budi, belum bisa mengomentari dorongan sejumlah pihak agar Presiden menerbitkan perppu itu.
"Saya harus tanya dulu bagaimana sikonnya. Enggak bisa langsung jawab," ucap Johan, kemarin. (Adi/HK/X-8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar