Info Barelang

KUMPULAN BERITA BP BATAM YANG DIHIMPUN OLEH BIRO HUMAS, PROMOSI, DAN PROTOKOL

Jumat, 11 Oktober 2013

SK Menhut Berseberangan dengan Keinginan Pusat

Batam Lokomotif Pembangunan Ekonomi Nasional

Batam – SK Menhut No.463 Tahun 2013 yang memasukkan kawasan industri dan perumahan menjadi hutan lindung tidak hanya mendapat reaksi dari masyarakat.

Pengamat ekonomi dari Jakarta juga menanggapi SK tersebut. Kemenhut diminta realistis, karena Batam dan Kepri merupakan pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Demikian disampaikan anggota Komite Ekonomi Nasional, Umar Juoro, Kamis (10/10) di Harmoni One Batam.

“Daerah ini pusat pertumbuhan ekonomi yang orientasinya pada industri. Kemenhut harus realistis. Kita bersama pak Harry Azhar Azis (anggota DPR RI dari Kepri), sudah bicara. Ini perlu diperhatikan Menhut,” ungkapnya.

Diingatkannya, harusnya Menhut memahami jika Batam sebagai daerah FTZ yang diinginkan pusat sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Karena itu, dia meminta Menhut mengubah keputusannya, tanpa harus masuk dulu ke perubahan UU.

“Ini tidak perlu perubahan UU, tapi keputusan menteri saja. Kalau ini menjadi masalah, akan menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran investor,” cetusnya.

Pengamat ekonomi Jakarta, Fadhil Hasan, mengingatkan jika Indonesia membutuhkan Batam. “Indonesia mengakui Batam sebagai daerah pertumbuhan baru. Tapi kenapa menjadi kawasan industri dikategorikan hutan. Ini bertentangan dengan realitas di lapangan,” cetus Fadhil.

Bahkan dia menilai, Menhut sudah melakukan tindak kriminal. Menurut dia, jika hutan lindung masuk ke Komisi IV DPR RI, akan menimbulkan persoalan baru. Batam dalam ketidakpastian hukum.

“Saya punya teman pengusaha yang sudah 20 tahun menjalankan usaha di Batam. Yang kemudian lokasi usahanya masuk hutan lindung,” imbuhnya.

Di tempat sama, anggota DPR RI asal Kepri, Harry Azhar Azis mengatakan, agar mendorong menukar fungsi hutan lindung dengan beberapa pulau yang tidak berpenghuni menjadi pengganti hutan lindung Batam.

“Tapi pulau harus masih dalam wilayah Kepri,” katanya. Selain itu, dia mendorong pola penyelesaian dengan pelepasan dilakukan dengan mengubah lahan yang ditetapkan masuk kawasan tidak bebas oleh SK Menhut 463, menjadi lahan bebas.

“Sehingga bisa tetap difungsikan sebagaimana eksistingnya saat ini. Tapi ini harus ada persetujuan dari DPR,” katanya.(MARTUA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar