Harry: RIPH Harusnya di Tangan DK
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam belum dikeluarkan Kementerian Pertanian.
Dikhawatirkan, jika RIPH tidak segera dikeluarkan, maka penyelundupan produk holtikultura marak.
Kementan juga dinilai tidak perlu mengurus RIPH di wilayah FTZ.
Alasannya, Kementan sudah memiliki perwakilan di DK. Terlebih, khusus
wilayah di luar kepabeanan (FTZ), Kementan tidak masuk lagi.
Terkait belum keluarnya RIPH ini, Direktur Lalu Lintas Barang Badan
Pengusahaan (BP) Batam (BP Batam), Fatullah, Senin (20/5) mengatakan
pihaknya masih menunggu pusat. Jika RIPH tidak segera dikeluarkan
Kementan, pihaknya mengkhawatirkan penyelundupan semakin marak.
“Sekarang kita mengidentifikasikan ada produk holtikultura secara ilegal,” kata Fatullah.
Dugaan itu muncul melihat kondisi saat ini di Batam. Karena jumlah
kuota impor holtikultura yang resmi sedikit, namun kebutuhan di pasaran
bisa tercukupi dan tidak ada gejolak.
“Indikasi adanya ilegal masuk, karena jumlah yang resmi masuk di
bawah kebutuhan. Tapi kenapa tidak ada gejolak?,” ujar dia degan nada
bertanya.
Ditanya soal RIPH yang dinilai tidak menjadi wewenang Kemenhut, tapi
BP Batam, menurut Fathullah, itu sesuai aturan. Sementara kuota impor
holtikultura diakui saat sudah di tangan DK.
“Kuota memang sudah di DK, tapi kalau RIPH belum. Aturannya masih di Kementan dan kita minta diserahkan,” sambungnya.
Menurut dia, jika DK atau BP mengambil alih perihal RIPH, dikhawatirkan akan jadi masalah.
“Bisa jadi masalah dengan karantina. Itu yang terjadi waktu lalu.
Sayuran beberapa kontainer ditahan karantina. Jadi kita berpegang pada
Kementan aja,” imbuh Fatullah.
Sebelumnya, anggota DPR RI dari Kepri, Harry Azhar Azis, mengatakan
BP Batam tidak harus meminta kewenangan itu ke Kementan. Alasannya, RIPH
ada di tangan DK, karena Batam, Bintan dan Karimun (BBK) bukan daerah
kepabeanan.
“Kementan sudah punya perwakilan atau utusan sektoral. Harusnya, utusan Kementan membicarakan di DK Nasional,” tegasnya.
Kuota impor holtikultura, ditegaskan Harry, tidak masuk kuota
nasional dan DK harus memperjuangkan ini. DKN diminta berpihak pada
lembaganya sendiri. Dia harus melindungi badannya sendiri.
“Tidak berhak menteri Pertanian mengatur di daerah non kepabeanan.
Kan bebas masuk, jadi tidak dibatasi,” ulang Wakil Ketua Komisi XI ini.
Sebelumnya, Sekretaris DK BBK, Jon Arizal mengatakan, Kementan tidak
melimpahkan RIPH ke BP. Alasannya, kuota harus dibatasi secara nasional
dan tidak per daerah.
Sementara BP Batam, melalui Kasubdit Humas dan Publikasi, Ilham Eka
Hartawan menyebutkan, BP Batam mengajukan limpahan wewenang untuk
mengeluarkan RIPH dari Kementan.
Berdasarkan Permentan nomor 60/2012, RIPH diterbitkan oleh
Kementerian Pertanian. Selain Permentan, Permendag juga mengatur
kewajiban importir memiliki IT, untuk memasukkan produk hortikultura dan
Persetujuan Impor (PI) dari Kemendag yang saat ini sudah dilimpahkan ke
BP Batam.
DK BBK juga sudah mengeluarkan peraturan DK nomor 2 tahun 2013
tentang tata cara pemasukan produk hortikultura, untuk mempermudah
importir. Dengan peraturan tersebut, importir tidak lagi harus mengurus
API ke Jakrarta, namun cukup di BP Batam Bintan Karimun.(MARTUA BUTAR-BUTAR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar